Blog Kang One

Catatan Sederhana untuk Berbagi

Bab 5c Perang melawan Jepang



Perang melawan Jepang

Latarbelakang Perang, Di balik senyum manis dan propaganda yang menjanjikan, ternyata Jepang bertindak kejam. Jepang telah mengerahkan semua potensi dan kekuatan yang ada untuk menopang perang yang sedang mereka hadapi untuk melawan Sekutu. Jepang juga menguras aset kekayaan yang dimiliki Indonesia untuk memenangkan perang dan melanjutkan industri di negerinya.

a.         Ekonomi Perang
Setelah berhasil menguasai Indonesia, Jepang mengambil kebijakan dalam bidang ekonomi yang sering disebut self help atau Ekonomi Perang, yaitu hasil perekonomian di Indonesia dijadikan modal untuk mencukupi kebutuhan pemerintahan dan perang Jepang.

Kebijakan Ekonomi Perang yaitu :
1). Padi berada langsung di bawah pengawasan pemerintah Jepang
2). Penggiling dan pedagang padi tidak boleh beroperasi sendiri, harus diatur oleh Kantor Pengelolaan Pangan.
3). Para petani harus menjual hasil produksi padinya kepada pemerintah sesuai dengan kuota yang telah ditentukan dengan harga yang telah ditetapkan pemerintah Jepang.

b. Pengendalian di Bidang Pendidikan dan Kebudayaan
Pemerintah Jepang mulai membatasi kegiatan pendidikan. Jumlah sekolah juga dikurangi secara drastis. Jumlah sekolah dasar menurun dari 21.500 menjadi 13.500 buah. Sekolah lanjutan menurun dari 850 menjadi 20 buah. Kegiatan perguruan tinggi boleh dikatakan macet. Jumlah murid sekolah dasar menurun 30% dan jumlah siswa sekolah lanjutan merosot sampai 90%. Begitu juga tenaga pengajarnya mengalami penurunan secara signifikan. Muatan kurikulum yang diajarkan juga dibatasi. Mata pelajaran bahasa Indonesia dijadikan mata pelajaran utama, sekaligus sebagai bahasa pengantar. Kemudian, bahasa Jepang menjadi mata pelajaran wajib di sekolah.

Para pelajar harus menghormati budaya dan adat istiadat Jepang. Mereka juga harus melakukan kegiatan kerja bakti (kinrohosyi). Kegiatan kerja bakti itu meliputi, pengumpulan bahan-bahan untuk perang, penanaman bahan makanan, penanaman pohon jarak, perbaikan jalan, dan pembersihan asrama.

Para pelajar juga harus mengikuti kegiatan latihan jasmani dan kemiliteran. Mereka harus benar-benar menjalankan semangat Jepang (Nippon Seishin). Para pelajar juga harus menyanyikan lagu Kimigayo, menghormati bendera Hinomaru dan melakukan gerak badan (taiso) serta seikerei.

Akibat keputusan pemerintah Jepang tersebut, membuat angka buta huruf menjadi meningkat. Berdasarkan kenyataan tersebut, dapat dikatakan bahwa kondisi pendidikan di Indonesia pada masa pendudukan Jepang mengalami kemunduran. Kemunduran pendidikan itu juga berkaitan dengan kebijakan pemerintah Jepang yang lebih berorientasi pada kemiliteran untuk kepentingan pertahanan Indonesia dibandingkan pendidikan.

Banyak anak usia sekolah yang harus masuk organisasi semimiliter sehingga banyak anak yang meninggalkan bangku sekolah.Bagi Jepang, pelaksanaan pendidikan bagi rakyat Indonesia bukan untuk membuat pandai, tetapi dalam rangka untuk pembentukan kader-kader yang memelopori program Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya. Oleh karena itu, sekolah selalu menjadi tempat indoktrinasi kejepangan.

c.     Pengerahan Romusa
Perlu diketahui bahwa untuk menopang Perang Asia Timur Raya, Jepang mengerahkan semua tenaga kerja dari Indonesia. Tenaga kerja inilah yang kemudian kita kenal dengan romusa. Mereka dipekerjakan di lingkungan terbuka, misalnya di lingkungan pembangunan kubu-kubu pertahanan, jalan raya, lapangan udara. Pada awalnya, tenaga kerja dikerahkan di Pulau Jawa yang padat penduduknya, kemudian di kota-kota dibentuk barisan romusa sebagai sarana propaganda. Desa-desa diwajibkan untuk menyiapkan sejumlah tenaga romusa. Panitia pengerahan tersebut disebut Romukyokai, yang ada di setiap daerah.

Rakyat Indonesia yang menjadi romusa itu diperlakukan dengan tidak senonoh, tanpa mengenal peri kemanusiaan. Mereka dipaksa bekerja sejak pagi hari sampai petang, tanpa makan dan pelayanan yang cukup, padahal mereka melakukan pekerjaan kasar yang sangat memerlukan banyak asupan makanan dan istirahat. Mereka hanya dapat beristirahat pada malam hari. Kesehatan mereka tidak terurus. Tidak jarang di antara mereka jatuh sakit bahkan mati kelaparan.

Untuk menutupi kekejamannya dan agar rakyat merasa tidak dirugikan, sejak tahun 1943, Jepang melancarkan kampanye dan propaganda untuk menarik rakyat agar mau berangkat bekerja sebagai romusa. Untuk mengambil hati rakyat, Jepang memberi julukan mereka yang menjadi romusa itu sebagai “Prajurit Ekonomi” atau “Pahlawan Pekerja”. Para romusa itu diibaratkan sebagai orang-orang yang sedang menunaikan tugas sucinya untuk memenangkan perang dalam Perang Asia Timur Raya. Pada periode itu sudah sekitar 300.000 tenaga romusa dikirim ke luar Jawa, bahkan sampai ke luar negeri seperti ke Birma, Muangthai, Vietnam, Serawak, dan Malaya. Sebagian besar dari mereka ada yang kembali ke daerah asal, ada yang tetap tinggal di tempat kerja, tetapi kebanyakan mereka mati di tempat kerja.

Perang Melawan Tirani Jepang Di Daerah

a. Aceh Angkat Senjata
Salah satu perlawanan terhadap Jepang di Aceh adalah perlawananan rakyat yang terjadi di Cot Plieng yang dipimpin oleh Abdul Jalil. Abdul Jalil adalah seorang ulama muda, guru mengaji di daerah Cot Plieng, Provinsi Aceh. Karena melihat kekejaman dan kesewenangan pemerintah pendudukan Jepang, terutama terhadap romusa, maka rakyat Cot Plieng melancarkan perlawanan. Abdul Jalil memimpin rakyat Cot Plieng untuk melawan tindak penindasan dan kekejaman yang dilakukan pendudukan Jepang.

b. Perlawanan di Singaparna
Singaparna merupakan salah satu daerah di wilayah Jawa Barat, yang rakyatnya dikenal sangat religius dan memiliki jiwa patriotik. Karena kebijakan-kebijakan Jepang yang diterapkan dalam kehidupan masyarakat, banyak yang tidak sesuai dengan ajaran Islam—ajaran yang banyak dianut oleh masyarakat Singaparna. Atas dasar pandangan dan ajaran Islam, rakyat Singaparna melakukan perlawanan terhadap pemerintahan Jepang.

Perlawanan itu juga dilatarbelakangi oleh kehidupan rakyat yang semakin menderita. Pengerahan tenaga romusa dengan paksa dan di bawah ancaman ternyata sangat mengganggu ketenteraman rakyat. Para romusa dari Singaparna dikirim ke berbagai daerah di luar Jawa. Mereka umumnya tidak kembali karena menjadi korban keganasan alam maupun akibat tindakan Jepang yang tidak mengenal perikemanusiaan. Mereka banyak yang meninggal tanpa diketahui di mana kuburnya. Selain itu, rakyat juga diwajibkaan menyerahkan padi dan beras dengan aturan yang sangat menjerat dan menindas rakyat, sehingga penderitaan terjadi dimana-mana.

c. Perlawanan di Indramayu
Perlawanan terhadap kekejaman Jepang juga terjadi di daerah Indramayu. Latar belakang dan sebab-sebab perlawanan adalah Para petani dan rakyat Indramayu pada umumnya hidup sangat sengsara. Jepang telah bertindak semena-mena terhadap para petani Indramayu. Mereka harus menyerahkan sebagian besar hasil padinya kepada Jepang. kebijakan untuk mengerahkan tenaga romusa juga terjadi di Indramayu, sehingga semakin membuat rakyat menderita.

d. Rakyat Kalimantan Angkat Senjata
Perlawanan rakyat terhadap kekejaman Jepang terjadi di banyak tempat. Begitu juga di Kalimantan, di sana terjadi peristiwa yang hampir sama dengan apa yang terjadi di Jawa dan Sumatra. Rakyat melawan Jepang karena himpitan penindasan yang dirasakan sangat berat. Salah satu perlawanan di Kalimantan adalah perlawanan yang dipimpin oleh Pang Suma, seorang pemimpin Suku Dayak. Pemimpin Suku Dayak ini memiliki pengaruh yang luas di kalangan orang-orang atau suku-suku dari daerah Tayan, Meliau, dan sekitarnya.

e. Perlawanan Rakyat Irian
Gerakan perlawanan yang terkenal di Papua adalah “Gerakan Koreri” yang berpusat di Biak dengan pemimpinnya bernama L. Rumkorem. Rakyat Irian memiliki semangat juang pantang menyerah, sekalipun Jepang sangat kuat, sedangkan rakyat hanya menggunakan senjata seadanya untuk melawan. Rakyat Irian terus memberikan perlawanan di berbagai tempat.

f. Peta di Blitar Angkat Senjata
Penderiatan rakyat sangat berat. Tidak ada sedikit pun dari pemerintah pendudukan Jepang yang memikirkan bagaimana hidup rakyat yang diperintahnya.Yang ada pada benak Jepang adalah memenangkan perang dan bagaimana mempertahankan Indonesia dari serangan Sekutu. Namun, justru rakyat yang dikorbankan. Penderitaan demi penderitaan rakyat ini mulai terlintas di benak Supriyadi seorang Shodanco Peta yang akhirnya tumbuh kesadaran nasionalnya untuk melawan Jepang.

Perang Peta melawan Jepang dipimpin oleh Supriyadi seorang Shodanco/Komandan  Peta.
Penyebab Peta berperang melawan Jepang adalah penderitaan rakyat akibat penindasan yang dilakukan Jepang, seperti pengumpulan hasil padi, pengerahan romusa, semua dilakukan secara paksa dengan tanpa memperhatikan nilai-nilai kemanusiaan.

Labels: perang melawan jepang, sejarah

Thanks for reading Bab 5c Perang melawan Jepang. Please share...!

Back To Top