Blog Kang One

Catatan Sederhana untuk Berbagi
Tes Formatif 9 PPKn

Tes Formatif 9 PPKn

Silahkan kerjakan tes formatif materi 9 mata pelajaran PPKn

Sejarah : Materi 12 Peran Bangsa Indonesia Dalam Perdamaian Dunia


Materi Sejarah Indonesia : Peran Bangsa Indonesia Dalam Panggung Dunia (Perdamaian Dunia)



A.      LANDASAN IDEAL & KONSTITUSIONAL LUAR NEGERI
Landasan Ideal dalam pelaksanaan politik luar negeri Indonesia adalah Pancasila yang merupakan dasar negara Indonesia. Sedangkan landasan konstitusional dalam pelaksanaan politik luar negeri Indonesia adalah Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 alinea pertama.

Tujuan politik luar negeri bebas aktif adalah untuk mengabdi kepada tujuan nasional bangsa Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat.

B.     POLITIK LUAR NEGERI BEBAS AKTIF & PELAKSANAANNYA

LAHIRNYA POLITIK LUAR NEGERI BEBAS AKTIF
Dalam perang dingin yang sedang berkecamuk antara Blok Amerika (Barat) dengan Blok Uni Soviet (Timur), Indonesia memilih sikap tidak memihak kepada salah satu blok yang ada. Hal ini untuk pertama kali diuraikan Syahrir, yang pada waktu itu menjabat sebagai Perdana Menteri di dalam pidatonya pada Inter Asian Relations Conference di New Delhi pada tanggal 23 Maret–2 April 1947. Syahrir mengajak bangsa-bangsa Asia untuk bersatu atas dasar kepentingan bersama demi tercapainya perdamaian dunia, yang hanya bisa dicapai dengan cara hidup berdampingan secara damai antar bangsa serta menguatkan ikatan antara bangsa ataupun ras yang ada di dunia.

Tetapi walaupun Indonesia memilih untuk tidak memihak kepada salah satu blok yang ada, hal itu tidak berarti Indonesia berniat untuk menciptakan blok baru. Indonesia juga tidak bersedia mengadakan atau ikut campur dengan suatu blok ketiga yang dimaksud untuk mengimbangi kedua blok raksasa itu.

Sikap yang demikian inilah yang kemudian menjadi dasar politik luar negeri Indonesia yang biasa disebut dengan istilah Bebas Aktif, yang artinya dalam menjalankan politik luar negerinya Indonesia tidak hanya tidak memihak tetapi juga “aktif“ dalam usaha memelihara perdamaian dan meredakan pertentangan yang ada di antara dua blok tersebut dengan cara “bebas“ mengadakan persahabatan dengan semua negara atas dasar saling menghargai.

POLITIK LUAR NEGERI INDONESIA MASA DEMOKRASI PARLEMENTER (1950 -1959)
Prioritas utama politik luar negeri dan diplomasi Indonesia pasca kemerdekaan hingga tahun 1950an lebih ditujukan untuk menentang segala macam bentuk penjajahan di atas dunia, termasuk juga untuk memperoleh pengakuan internasional atas proses dekolonisasi yang belum selesai di Indonesia, dan menciptakan perdamaian dan ketertiban dunia melalui politik bebas aktifnya.

Sejak pertengahan tahun 1950 an, Indonesia telah memprakarsai dan mengambil sejumlah kebijakan luar negeri yang sangat penting dan monumental, seperti, Konferensi Asia Afrika di Bandung pada tahun 1955. Konsep politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif merupakan gambaran dan usaha Indonesia untuk membantu terwujudnya perdamaian dunia. Salah satu implementasinya adalah keikutsertaan Indonesia dalam membentuk solidaritas bangsa-bangsa yang baru merdeka dalam forum Gerakan Non-Blok (GNB) atau (Non-Aligned Movement/ NAM).
·       
POLITIK LUAR NEGERI INDONESIA MASA SOEKARNO (DEMOKRASI TERPIMPIN)
Politik luar negeri Indonesia pada masa ini bersifat revolusioner. Presiden Soekarno dalam era ini berusaha sekuat tenaga untuk mempromosikan Indonesia ke dunia internasional melalui slogan revolusi nasionalnya yakni Nasakom (nasionalis, agama dan komunis) dimana elemen-elemen ini diharapkan dapat beraliansi untuk mengalahkan Nekolim (Neo Kolonialisme dan Imperialisme).

Presiden Soekarno memperkenalkan doktrin politik baru berkaitan dengan sikap konfrontasi penuhnya terhadap imperialisme dan kolonialisme. Doktrin itu mengatakan bahwa dunia terbagi dalam dua blok, yaitu “Oldefos” (Old Established Forces) dan “Nefos” (New Emerging Forces). Soekarno menyatakan bahwa ketegangan-ketegangan di dunia pada dasarnya akibat dari pertentangan antara kekuatan-kekuatan orde lama (Oldefos) dan kekuatan-kekuatan yang baru bangkit atau negara-negara progresif (Nefos).

Politik luar negeri pada masa Demokrasi Terpimpin juga ditandai dengan usaha keras Presiden Soekarno membuat Indonesia semakin dikenal di dunia internasional melalui beragam konferensi internasional yang diadakan maupun diikuti Indonesia. Tujuan awal dari dikenalnya Indonesia adalah mencari dukungan atas usaha dan perjuangan Indonesia merebut dan mempertahankan Irian Barat. Efek samping dari kerasnya usaha ke luar Soekarno ini adalah ditinggalkannya masalah-masalah domestik seperti masalah ekonomi.

POLITIK LUAR NEGERI INDONESIA PADA MASA ORDE BARU
Pada masa pemerintahan Soeharto, Indonesia lebih memfokuskan pada pembangunan sektor ekonomi. Beberapa sikap Indonesia dalam melaksanakan politik luar negerinya antara lain; menghentikan konfrontasi dengan Malaysia. Upaya mengakhiri konfrontasi terhadap Malaysia dilakukan agar Indonesia mendapatkan kembali kepercayaan dari Barat dan membangun kembali ekonomi Indonesia melalui investasi dan bantuan dari pihak asing. Selanjutnya Indonesia juga terlibat aktif membentuk organisasi ASEAN bersama dengan Singapura, Malaysia, Thailand dan Filipina.



POLITIK LUAR NEGERI INDONESIA ERA REFORMASI
Pada masa pemerintahan Habibie, disibukkan dengan usaha memperbaiki citra Indonesia di kancah internasional yang sempat terpuruk sebagai dampak krisis ekonomi di akhir era Orde Baru dan kerusuhan pasca jajak pendapat di Timor-Timur. Lewat usaha kerasnya, Presiden Habibie berhasil menarik simpati dari Dana Moneter Internasional/International Monetary Funds (IMF) dan Bank Dunia untuk mencairkan program bantuan untuk mengatasi krisis ekonomi.

Pada masa pemerintahan Presiden Abdurahman Wahid, hubungan RI dengan negara-negara Barat mengalami sedikit masalah setelah lepasnya Timor- Timur dari NKRI. Diplomasi di era pemerintahan Abdurrahman Wahid dalam konteks kepentingan nasional selain mencari dukungan pemulihan ekonomi, rangkaian kunjungan ke mancanegara diarahkan pula pada upaya-upaya menarik dukungan mengatasi konflik domestik, mempertahankan integritas teritorial Indonesia, dan hal yang tak kalah penting adalah demokratisasi melalui proses peran militer agar kembali ke peran profesional.

Pada masa presiden Megawati lebih memerhatikan dan mempertimbangkan peran DPR dalam penentuan kebijakan luar negeri dan diplomasi seperti diamanatkan dalam UUD 1945. Presiden Megawati juga lebih memprioritaskan diri untuk mengunjungi wilayah-wilayah konflik di Tanah Air seperti Aceh, Maluku, Irian Jaya, Kalimantan Selatan atau Timor Barat.

Pada masa pemerintahan SBY berhasil mengubah citra Indonesia dan menarik investasi asing dengan menjalin berbagai kerjasama dengan banyak negara antara lain dengan Jepang. Politik luar negeri Indonesia di masa pemerintahan SBY diumpamakan dengan istilah ‘mengarungi lautan bergelombang’, bahkan ‘menjembatani dua karang’. Hal tersebut dapat dilihat dengan berbagai insiatif Indonesia untuk menjembatani pihak-pihak yang sedang bermasalah.

C.      PERAN INDONESIA DALAM UPAYA MENCIPTAKAN PERDAMAIAN DUNIA

1.    PELAKSANAAN KONFERENSI ASIA AFRIKA (KAA) 1955
Pada awal tahun 1954, Perdana Menteri Ceylon (Srilangka) Sir Jhon Kotelawala mengundang para Perdana Menteri dari Birma (U Nu), India (Jawaharlal Nehru), Indonesia (Ali Sastroamidjojo), dan Pakistan (Mohammed Ali) dengan maksud mengadakan Konferensi Kolombo tanggal 28 April sampai dengan 2 Mei 1954. Konferensi Kolombo telah menugaskan Indonesia agar menjajaki kemungkinan untuk diadakannya Konferensi Asia Afrika. Atas undangan Perdana Menteri Indonesia, para Perdana Menteri peserta Konferensi Kolombo (Birma/Myanmar, Srilangka, India, Indonesia, dan Pakistan) mengadakan Konferensi di Bogor pada tanggal 28 dan 29 Desember 1954, yang dikenal dengan sebutan Konferensi Panca Negara. Konferensi ini membicarakan persiapan pelaksanaan Konferensi Asia Afrika.
Pada tanggal 15 Januari 1955, surat undangan Konferensi Asia Afrika dikirimkan kepada Kepala Pemerintahan 25 (dua puluh lima) negara Asia dan Afrika. Dari seluruh negara yang diundang hanya satu negara yang menolak undangan itu, yaitu Federasi Afrika Tengah (Central African Federation), karena memang negara itu masih dikuasai oleh orang-orang bekas penjajahnya. Pada tanggal 18 April 1955 Konferensi Asia Afrika dilangsungkan di Gedung Merdeka Bandung. Konferensi dimulai pada jam 09.00 WIB dengan pidato pembukaan oleh Presiden Republik Indonesia Ir. Soekarno. Sidang-sidang selanjutnya dipimpin oleh Ketua Konferensi Perdana Menteri RI Ali Sastroamidjojo.

Dasasila Bandung :

        Menghormati hak-hak dasar manusia dan tujuan-tujuan, serta asas-asas kemanusiaan yang termuat dalam piagam PBB.
        Menghormati kedaulatan dan integritas teritorial semua bangsa.
        Mengakui persamaan semua suku-suku bangsa dan persamaan semua bangsa besar maupun kecil.
        Tidak melakukan campur tangan dalam soal-soal dalam negara lain.
        Menghormati hak-hak tiap bangsa untuk mempertahankan diri secara sendirian atau secara kolektif, yang sesuai dengan piagam PBB.
        Tidak melakukan tekanan terhadap negara-negara lain.
        Tidak melakukan tindakan-tindakan atau ancaman agresi terhadap integritas teritorial dan kemerdekaan negara lain.
        Menyelesaikan segala perselisihan internasional dengan jalan damai seperti perundingan, persetujuan, dan lain-lain yang sesuai dengan piagam PBB.
        Memajukan kerjasama untuk kepentingan bersama.
        Menghormati hukum dan kewajiban-kewajiban internasional.



2.    Gerakan Non-Blok/Non Align Movement (NAM)
Gerakan Non-Blok (GNB) atau Non Align Movement (NAM) adalah suatu gerakan yang dipelopori oleh negara-negara dunia ketiga yang beranggotakan lebih dari 100 negara-negara yang berusaha menjalankan kebijakan luar negeri yang tidak memihak dan tidak menganggap dirinya beraliansi dengan Blok Barat atau Blok Timur.

Tujuan GNB mencakup dua hal, yaitu tujuan ke dalam dan ke luar. Tujuan kedalam yaitu mengusahakan kemajuan dan pengembangan ekonomi, sosial, dan politik yang jauh tertinggal dari negara maju.

Tujuan ke luar, yaitu berusaha meredakan ketegangan antara Blok Barat dan Blok Timur menuju perdamaian dan keamanan dunia. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, negera-negara Non Blok menyelenggarakan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT).

3.    Misi Pemeliharaan Perdamaian Garuda
Pengiriman Misi Garuda yang pertama kali dilakukan pada bulan Januari 1957. Pengiriman Misi Garuda dilatarbelakangi adanya konflik di Timur Tengah terkait masalah nasionalisasi Terusan Suez yang dilakukan oleh Presiden Mesir Ghamal Abdul Nasser pada 26 Juli 1956.

Untuk kedua kalinya Indonesia mengirimkan kontingen untuk diperbantukan kepada United Nations Operations for the Congo (UNOC) sebanyak satu batalyon. Pengiriman pasukan ini terkait munculnya konflik di Kongo (Zaire sekarang). Konflik ini muncul berhubungan dengan kemerdekaan Zaire pada bulan Juni 1960 dari Belgia yang justru memicu pecahnya perang saudara.

4.    Pembentukan ASEAN
Pada tanggal 5-8 Agustus di Bangkok dilangsungkan pertemuan antarmenteri luar negeri dari lima negara, yakni Adam Malik (Indonesia), Tun Abdul Razak (Malaysia), S Rajaratman (Singapura), Narciso Ramos (Filipina) dan tuan rumah Thanat Khoman (Thailand).

Pada 8 Agustus 1967 para menteri luar negeri tersebut menandatangani suatu deklarasi yang dikenal sebagai Bangkok Declaration.

Deklarasi tersebut merupakan persetujuan kesatuan tekad kelima negara tersebut untuk membentuk suatu organisasi kerja sama regional yang disebut Association of South East Asian Nations (ASEAN).

Menurut Deklarasi Bangkok, Tujuan ASEAN adalah:

        Mempercepat pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial dan perkembangan kebudayaan di Asia Tenggara.
        Memajukan stabilisasi dan perdamaian regional Asia Tenggara.
        Memajukan kerjasama aktif dan saling membantu di negara-negara anggota dalam bidang ekonomi, sosial, budaya, teknik, ilmu pengetahuan dan administrasi.
        Menyediakan bantuan satu sama lain dalam bentuk fasilitas-fasilitas latihan dan penelitian.
        Kerjasama yang lebih besar dalam bidang pertanian, industri, perdagangan, pengangkutan, komunikasi serta usaha peningkatan standar kehidupan rakyatnya.
        Memajukan studi-studi masalah Asia Tenggara.
        Memelihara dan meningkatkan kerjasama yang bermanfaat dengan organisasi-organisasi regional dan internasional yang ada.


Lembar Kerja Siswa Tugas Corona

Lembar Kerja Siswa Tugas Corona


LEMBAR KERJA SISWA (LKS)
PEMBELAJARAN VIRUS CORONA ( COVID-19)
Nama         : …………………………………………
NIS              : ……………………………………..
Kelas           : ………………………………

PETUNUJUK PENGISIAN  LKS :

1.    Cermatilah berbagai informasi tentang Virus dan Virus Corona dari berbagai sumber baik yang diberikan oleh guru atau berasal dari sumber lain yang dapat siswa akses dari berbagai mas media.
2.    Materi pada LKS ini hanya merupakan salah satu sumber belajar alternatif
3.    Isilah/lakukan tugas yang diberikan dalam LKS dengan lengkap
4.    Untuk tugas berupa produk rancangan, dikumpulkan pada saat Proses Pembelajaran melalui tatap muka mulai aktif kembali (produk  difoto terlebih dahulu dan dikirim melalui media sosial yang dapat terhubung dengan wali kelas masing-masing )
5.    Tugas diserahkan paling lambat tanggal 21 Maret 2020

MATERI :
INTERNATIONAL PROTOCOL TO RESPONSE COVID-19
(Sumber : World Health Organization)
The Global Response & Next Steps
1.   The COVID-19 virus is a new pathogen that is highly contagious, can spread quickly, and must be considered capable of causing enormous health, economic and societal impacts in any setting. It is not SARS and it is not influenza. Building scenarios and strategies only on the basis of well-known pathogens risks failing to exploit all possible measures to slow transmission of the COVID-19 virus, reduce disease and save lives.

COVID-19 is not SARS and it is not influenza. It is a new virus with its own characteristics. For example, COVID-19 transmission in children appears to be limited compared with influenza, while the clinical picture differs from SARS. Such differences, while based on limited data, may be playing a role in the apparent efficacy of rigorously 19 applied non-pharmaceutical, public health measures to interrupt chains of human-tohuman transmission in a range of settings in China. The COVID-19 virus is unique among human coronaviruses in its combination of high transmissibility, substantial fatal outcomes in some high-risk groups, and ability to cause huge societal and economic disruption. For planning purposes, it must be assumed that the global population is susceptible to this virus. As the animal origin of the COVID-19 virus is unknown at present, the risk of reintroduction into previously infected areas must be constantly considered. The novel nature, and our continuously evolving understanding, of this coronavirus demands a tremendous agility in our capacity to rapidly adapt and change our readiness and response planning as has been done continually in China. This is an extraordinary feat for a country of 1.4 billion people.

2.   China’s uncompromising and rigorous use of non-pharmaceutical measures to contain transmission of the COVID-19 virus in multiple settings provides vital lessons for the global response. This rather unique and unprecedented public health response in China reversed the escalating cases in both Hubei, where there has been widespread community transmission, and in the importation provinces, where family clusters appear to have driven the outbreak.

Although the timing of the outbreak in China has been relatively similar across the country, transmission chains were established in a wide diversity of settings, from megacities in the north and south of the country, to remote communities. However, the rapid adaptation and tailoring of China’s strategy demonstrated that containment can be adapted and successfully operationalized in a wide range of settings. China’s experience strongly supports the efficacy and effectiveness of anchoring COVID19 readiness and rapid response plans in a thorough assessment of local risks and of utilizing a differentiated risk-based containment strategy to manage the outbreak in areas with no cases vs. sporadic cases vs. clusters of cases vs. community-level transmission. Such a strategy is essential for ensuring a sustainable approach while minimizing the socio-economic impact.

3.   Much of the global community is not yet ready, in mindset and materially, to implement the measures that have been employed to contain COVID-19 in China. These are the only measures that are currently proven to interrupt or minimize transmission chains in humans. Fundamental to these measures is extremely proactive surveillance to immediately detect cases, very rapid diagnosis and immediate case isolation, rigorous tracking and quarantine of close contacts, and an exceptionally high degree of population understanding and acceptance of these measures.
Achieving the high quality of implementation needed to be successful with such measures requires an unusual and unprecedented speed of decision-making by top leaders, operational thoroughness by public health systems, and engagement of society. 20 Given the damage that can be caused by uncontrolled, community-level transmission of this virus, such an approach is warranted to save lives and to gain the weeks and months needed for the testing of therapeutics and vaccine development. Furthermore, as the majority of new cases outside of China are currently occurring in high and middleincome countries, a rigorous commitment to slowing transmission in such settings with non-pharmaceutical measures is vital to achieving a second line of defense to protect low income countries that have weaker health systems and coping capacities. The time that can be gained through the full application of these measures – even if just days or weeks – can be invaluable in ultimately reducing COVID-19 illness and deaths. This is apparent in the huge increase in knowledge, approaches and even tools that has taken place in just the 7 weeks since this virus was discovered through the rapid scientific work that has been done in China.

4.   The time gained by rigorously applying COVID-19 containment measures must be used more effectively to urgently enhance global readiness and rapidly develop the specific tools that are needed to ultimately stop this virus.

COVID-19 is spreading with astonishing speed; COVID-19 outbreaks in any setting have very serious consequences; and there is now strong evidence that non-pharmaceutical interventions can reduce and even interrupt transmission. Concerningly, global and national preparedness planning is often ambivalent about such interventions. However, to reduce COVID-19 illness and death, near-term readiness planning must embrace the large-scale implementation of high-quality, non-pharmaceutical public health measures. These measures must fully incorporate immediate case detection and isolation, rigorous close contact tracing and monitoring/quarantine, and direct population/community engagement. A huge array of COVID-19 studies, scientific research projects and product R&D efforts are ongoing in China and globally. This is essential and to be encouraged and supported. However, such a large number of projects and products needs to be prioritized. Without prioritizing, this risks compromising the concentration of attention and resources and collaboration required to cut timelines by precious weeks and months. While progress has been made, the urgency of the COVID-19 situation supports an even more ruthless prioritization of research in the areas of diagnostics, therapeutics and vaccines. Similarly, there is a long list of proposed studies on the origins of COVID-19, the natural history of the disease, and the virus’s transmission dynamics. However, the urgency of responding to cases and saving lives makes it difficult for policy makers to consider and act on such comprehensive lists. This can be addressed by balancing studies with the immediate public health and clinical needs of the response. Studies can be prioritized in terms of the largest knowledge gaps that can be most rapidly addressed to have greatest immediate impact on response operations and patient management. This suggests prioritizing studies to identify risk factors for transmission in households, institutions and the community; convenience sampling for this virus in the population using existing surveillance systems; age-stratified sero-epidemiologic surveys; the analysis of clinical case series; and cluster investigations.
For countries with imported cases and/or outbreaks of COVID-19
1.   Immediately activate the highest level of national Response Management protocols to ensure the all-of-government and all-of-society approach needed to contain COVID-19 with non-pharmaceutical public health measures;
2.   Prioritize active, exhaustive case finding and immediate testing and isolation, painstaking contact tracing and rigorous quarantine of close contacts;
3.   Fully educate the general public on the seriousness of COVID-19 and their role in preventing its spread;
4.   Immediately expand surveillance to detect COVID-19 transmission chains, by testing all patients with atypical pneumonias, conducting screening in some patients with upper respiratory illnesses and/or recent COVID-19 exposure, and adding testing for the COVID-19 virus to existing surveillance systems (e.g. systems for influenza-like-illness and SARI); and 22
5.    Conduct multi-sector scenario planning and simulations for the deployment of even more stringent measures to interrupt transmission chains as needed (e.g. the suspension of large-scale gatherings and the closure of schools and workplaces).
For uninfected countries
1.    Prepare to immediately activate the highest level of emergency response mechanisms to trigger the all-of-government and all-of society approach that is essential for early containment of a COVID-19 outbreak;
2.     Rapidly test national preparedness plans in light of new knowledge on the effectiveness of non-pharmaceutical measures against COVID-19; incorporate rapid detection, largescale case isolation and respiratory support capacities, and rigorous contact tracing and management in national COVID-19 readiness and response plans and capacities;
3.    Immediately enhance surveillance for COVID-19 as rapid detection is crucial to containing spread; consider testing all patients with atypical pneumonia for the COVID-19 virus, and adding testing for the virus to existing influenza surveillance systems;
4.    Begin now to enforce rigorous application of infection prevention and control measures in all healthcare facilities, especially in emergency departments and outpatient clinics, as this is where COVID-19 will enter the health system; and
5.   Rapidly assess the general population’s understanding of COVID-19, adjust national health promotion materials and activities accordingly, and engage clinical champions to communicate with the media.
For the public
1.   Recognize that COVID-19 is a new and concerning disease, but that outbreaks can managed with the right response and that the vast majority of infected people will recover;
2.   Begin now to adopt and rigorously practice the most important preventive measures for COVID-19 by frequent hand washing and always covering your mouth and nose when sneezing or coughing;
3. Continually update yourself on COVID-19 and its signs and symptoms (i.e. fever and dry cough), because the strategies and response activities will constantly improve as new information on this disease is accumulating every day; and
4.   Be prepared to actively support a response to COVID-19 in a variety of ways, including the adoption of more stringent ‘social distancing’ practices and helping the high-risk elderly population. 23
For the international community
1.   Recognize that true solidarity and collaboration is essential between nations to tackle the common threat that COVID-19 represents and operationalize this principle;
2.    Rapidly share information as required under the International Health Regulations (IHR) including detailed information about imported cases to facilitate contact tracing and inform containment measures that span countries;
3.    Recognize the rapidly changing risk profile of COVID-19 affected countries and continually monitor outbreak trends and control capacities to reassess any ‘additional health measures’ that significantly interfere with international travel and trade.

KEGIATAN PEMBELAJARAN :
1.     Terjemahkanlah, cermati dan pahami  artikel berjudul INTERNATIONAL PROTOCOL TO RESPONSE COVID-19 untuk memahami virus Corona.
2.    Carilah berbagai sumber belajar tentang Virus Corona, dapat bersumber dari guru atau hasil browsing oleh siswa sendiri.
3.    Virus memiliki beberapa jenis, secara umum memiliki  karakteristik, klasifikasi dan penyakit-penyakit yang dapat disebabkannya  yang khas . Analisislah karakteristik virus berdasarkan  :
a.          Ciri-ciri virus
………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………….
…………………………………………………………………………………………
b.          Bentuk virus
………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………….
…………………………………………………………………………………………

c.           Struktur virus
………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………….
…………………………………………………………………………………………
d.          Cara hidup virus
………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………….
…………………………………………………………………………………………
e.          Perkembangbiakan virus
………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………….
…………………………………………………………………………………………
f.            Klasifikasi Virus
………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………….
…………………………………………………………………………………………
g.           Penyakit yang disebabkan virus
………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………….
…………………………………………………………………………………………

4.    Virus Corona merupakan satu jenis virus yang dapat menyebabkan penyakit dan sedang mewabah. Evaluasilah berdasarkan berbagai sumber belajar terkait dengan  :
a.    -Latar Belakang mewabahnya virus corona,
…………………………………………………………………………………………..
…………………………………………………………………………………………..
……………………………………………………………………………………….….
b.    gejala terinfeksi  virus corona,
………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………….………………………
c.     cara penyebaran Virus Corona,
………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………….
…………………………………………………………………………………………
d.    pencegahan terhadap terjangkitnya Virus Corona
………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………….
…………………………………………………………………………………………
e.    Cara penanganan
5.    Setelah memcermati dan mempelajari materi  “ Protokol Penanganan Virus Corona “ dari materi alternative atau sumber lain,
a.Rancanglah media informasi sederhana tentang tahapan  menerapkan protokol penanganan virus Corona dalam media tertulis. (Dikerjakan dalam lembar Terpisah).
b.  Bagaimana harus menanggapi secara bijak saat ada stigma di masyarakat tentang virus corona ?
…………………………………………………………………………………………………..
…………………………………………………………………………………………………..
……………………………………………………………………………………..……………
6.    Setelah mencermati dan mempelajari materi tentang Cara Hidup Sehat,  rancanglah media informasi sederhana tentang bagaimana  mengimplementasikan cara hidup sehat. (Dikerjakan dalam lembar terpisah). Materia media informasi memuat :
a.          Menjaga kebersihan diri
b.          Menjaga kebersihan lingkungan sekitar
c.           Cara menjaga kesehatan
d.          Olahraga yang aman dan sehat
7.    Setelah mencermati dan mempelajari tentang virus Corona dan merebaknya informasi di berbagai media yang belum tentu kejelasannya atau kebenarannya. Jika menjadi Agen Informasi Covid-19, Jelaskan bagaimana cara bersosialisasi yang bijak di masyarakat agar tindakan dan  informasi yang disampaikan saat bersosialisasi membantu pencegahan menyebarnya wabah penyakit yang disebabkan virus Corona ?
………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………….
…………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………….
…………………………………………………………………………………………


 untuk format Word download disini.



Social Distancing apaka itu


SOCIAL DISTANCING



Social distancing adalah istilah yang diterapkan untuk serangkaian tindakan pengendalian infeksi nonfarmasi yang dimaksudkan untuk menghentikan atau memperlambat penyebaran penyakit menular. Tujuan dari jarak sosial adalah untuk mengurangi kemungkinan kontak antara orang yang membawa infeksi, dan orang lain yang tidak terinfeksi, sehingga dapat meminimalkan penularan penyakit, morbiditas dan pada akhirnya, kematian. [1] [2]

Social Distancing paling efektif ketika infeksi dapat ditularkan melalui kontak droplet/tetesan (batuk atau bersin); kontak fisik langsung, termasuk kontak seksual; kontak fisik tidak langsung (misal dengan menyentuh permukaan yang terkontaminasi seperti fomite); atau transmisi melalui udara (jika mikroorganisme dapat bertahan hidup di udara untuk waktu yang lama). [3]

Social distancing mungkin kurang efektif dalam kasus di mana infeksi ditularkan terutama melalui air atau makanan yang terkontaminasi atau oleh vektor seperti nyamuk atau serangga lain, dan lebih jarang dari orang ke orang. [4]

Kelemahan dari Social distancing dapat berupa kesepian, berkurangnya produktivitas, dan hilangnya manfaat lain yang terkait dengan interaksi manusia.

Beberapa contoh Social Distancing yang digunakan untuk mengendalikan penyebaran penyakit menular meliputi: [7] [8] [rujukan medis]
·         penutupan sekolah (proaktif atau reaktif) [9]
·         penutupan tempat kerja, [10] termasuk penutupan terkait bisnis dan layanan sosial yang tidak mempertahankan fungsi utama dalam masyarakat
·         isolasi
·         karantina
·         cordon sanitaire
·         sekuestrasi pelindung
·         pembatalan pertemuan massal seperti acara olahraga, film, atau pertunjukan musik [12]
·         mematikan atau membatasi angkutan massal
·         penutupan fasilitas rekreasi (kolam renang komunitas, klub pemuda, gimnasium) [13]
·         Tindakan "melindungi diri" untuk individu termasuk membatasi kontak tatap muka, melakukan bisnis melalui telepon atau online, menghindari tempat-tempat umum dan mengurangi perjalanan yang tidak perlu [14] [15]
·         "Siku benjolan" (dan bukannya jabat tangan untuk salam) dan "Dracula bersin" [16]

Apa langkah-langkah untuk Social Distancing?
Langkah-langkah jarak sosial diambil untuk membatasi kapan dan di mana orang dapat berkumpul untuk menghentikan atau memperlambat penyebaran penyakit menular. Langkah-langkah jarak sosial meliputi membatasi sekelompok besar orang yang datang bersama, menutup bangunan dan membatalkan acara.
Mengapa langkah-langkah Social Distancing digunakan?
Saat ini, langkah-langkah social distancing disarankan sebagai cara untuk memperlambat penyebaran pandemic influensa. Para ahli kesehatan telah melihat pandemi sebelumnya dan menemukan bahwa selama pandemi 1957-58, itu penyebaran penyakit ini melalui pertemuan publik seperti konferensi dan festival. Dan selama pandemi ini, tingkat serangan tertinggi terlihat pada anak-anak sekolah, karena kontak dekat mereka dalam lingkungan yang ramai. Pakar kesehatan percaya bahwa menghindari kerumunan orang akan menjadi penting dalam memperlambat penyebaran influenza pandemi.
Karena pandemi tidak bisa dihentikan begitu pandemi terjadi dimulai, dan karena ahli kesehatan tidak tahu caranya banyak peringatan akan ada, setelah pandemi influenza ditemukan di daerah kami, langkah-langkah social distancing akan diterapkan sejak dini untuk memperlambat penyebaran penyakit. Beberapa contoh langkah social distancing itu akan dilakukan selama pandemi meliputi:
·         perguruan tinggi negeri dan swasta menangguhkan kelas, dengan beralih ke pembelajaran berbasis daring, begitu pula dengan semua rapat dan pertemuan-pertemuan yang melibatkan masa banyak.
·         Perpustakaan umum dan pribadi memodifikasi pengoperasiannya dan membatasi orang dari berkumpul.
·         Bisnis mengubah praktik perusahaan, pengaturan rencana shift yang fleksibel, memiliki karyawan telecommute dan membatalkan semua rapat besar atau konferensi.
·         Langkah-langkah social distancing lainnya yang akan digunakan selama pandemi termasuk penutupan semua publik dan sekolah dan fasilitas K-12 swasta, menutup semua penitipan anak pusat, pusat komunitas, mal dan teater, seperti serta menangguhkan layanan di semua rumah ibadah.
·         Selain itu, selama pandemi semua indoor dan acara di luar ruangan yang menarik banyak orang akan dibatalkan. Acara ini termasuk acara olahraga, konser, parade, dan festival. Sistem angkutan massal juga dapat ditutup sementara atau hanya digunakan untuk perjalanan penting.

Apa tindakan kesehatan masyarakat lainnya untuk membantu membatasi penyebaran penyakit?
Tindakan kesehatan masyarakat lain yang digunakan untuk membatasi penyebaran penyakit menular termasuk isolasi dan karantina. Isolasi digunakan ketika seseorang sakit dan memiliki infeksi menular. Orang yang sakit itu dipisahkan dari orang yang tidak sakit. Orang yang terisolasi mungkin dirawat di rumah sakit, lainnya fasilitas kesehatan dan di rumah mereka sendiri. Di sebagian besar kasus isolasi bersifat sukarela, tetapi federal, negara bagian dan local pejabat kesehatan memiliki kekuatan untuk meminta isolasi orang sakit untuk melindungi kesehatan masyarakat umum.
Ketika seseorang ditempatkan di karantina, mereka juga terpisah dari yang lain. Meskipun orang itu tidak sakit pada saat ini, mereka terkena menular penyakit, mungkin masih menjadi infeksi dan kemudian menyebar penyakit kepada orang lain. Tindakan karantina lainnya termasuknmembatasi perjalanan mereka yang telah terpapar penyakit menular, dan pembatasan pada orang yang dating atau pergi ke area tertentu. Negara memiliki kekuatan untuk menegakkan karantina di dalam perbatasan mereka.
Baik isolasi dan karantina dapat digunakan oleh kesehatan pejabat selama pandemi influenza untuk membantu memperlambat penyebaran penyakit.


Apa yang dapat saya lakukan?
Meskipun mungkin terlihat sederhana, berlatihlah yang baik kebiasaan kebersihan seperti mencuci tangan dan menutupi batuk Anda akan membantu menghentikan atau memperlambatnya penyebaran banyak penyakit. 
Selama pandemi, penting untuk dipahami apa yang mungkin diminta atau diminta untuk dilakukan. Boleh jadi penting untuk mengikuti setiap jarak sosial Kesehatan Masyarakat instruksi atau instruksi lain atau perintah itu dapat diberikan. Jadi tolong tetap terinformasi dan rencanakan ke depan.
Situs Web yang tercantum di bawah ini dapat membantu Anda mempersiapkan diri keadaan darurat kesehatan masyarakat, termasuk kemungkinannya pandemi influenza.

1.     Johnson, Carolyn Y.; Sun, Lena; Freedman, Andrew (2020-03-10). "Social distancing could buy U.S. valuable time against coronavirus". Washington Post. Retrieved 2020-03-11.
4.    "Interim Pre-Pandemic Planning Guidance: Community Strategy for Pandemic Influenza Mitigation in the United States—Early, Targeted, Layered Use of Nonpharmaceutical Interventions," CDC, Feb 2007
5.   
8.     ^ Pueyo, Tomas (2020-03-12). "Coronavirus: Why You Must Act Now". Medium. Retrieved 2020-03-12.
9.     ^ Cauchemez S, Ferguson NM, Wachtel C, Tegnell A, Saour G, Duncan B, Nicoll A (2009). "Closure of schools during an influenza pandemic". The Lancet Infectious Diseases. 9 (8): 473–481. doi:10.1016/s1473-3099(09)70176-8PMID 19628172.
10.  ^ Kumar S, Crouse Quinn S, Kim KH, Daniel LH, Freimuth VS (2012). "The Impact of Workplace Policies and Other Social Factors on Self-Reported Influenza-Like Illness Incidence During the 2009 H1N1 Pandemic". American Journal of Public Health. 102 (1): 134–140. doi:10.2105/AJPH.2011.300307PMC 3490553PMID 22095353.
17.  
1   8.   Santa Clara County (Situs Web Departemen Kesehatan Umum (www.sccphd.org)




Back To Top