Blog Kang One

Catatan Sederhana untuk Berbagi

Materi PPKn : Bab 7 Wawasan Nusantara dalam Konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia

Wawasan Nusantara dalam Konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia



A. Wawasan Nusantara

1. Pengertian Wawasan Nusantara

Berdasarkan teori-teori tentang wawasan, latar belakang, falsafah Pancasila, latar belakang pemikiran aspek wilayah, aspek sosial budaya, dan aspek kesejarahan, terbentuklah satu wawasan nasional Indonesia yang disebut Wawasan Nusantara dengan rumusan pengertian yang sampai saat ini terus berkembang. Banyak pengertian tentang Wawasan Nusantara, tetapi ada satu pendapat pengertian Wawasan Nusantara yang diusulkan menjadi Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat dan dibuat di Lemhanas Tahun 1999 sebagai berikut.
“Cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya yang serba beragam dan bernilai strategis dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa serta kesatuan wilayah dalam menyelenggarakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara untuk mencapai tujuan nasional”.

Secara etimologis, Wawasan Nusantara berasal dari kata “wawasan” dan “Nusantara”. Wawasan berasal dari kata “wawas” (bahasa jawa) yang berarti pandangan, tinjauan dan penglihatan indrawi. Jadi, wawasan adalah pandangan, tinjauan, penglihatan, tanggap indrawi. Wawasan berarti pula cara pandang dan cara melihat. Nusantara berasal dari kata “nusa” dan “antara”. “Nusa” artinya pulau atau kesatuan kepulauan. “Antara” artinya menunjukkan letak antara dua unsur. Jadi, Nusantara adalah kesatuan kepulauan yang terletak antara dua benua, yaitu benua Asia dan Australia, dan dua samudra, yaitu samudra Hindia dan Pasifik. Berdasarkan pengertian modern, kata “Nusantara” digunakan sebagai pengganti nama Indonesia.

Sedangkan terminologis, wawasan menurut beberapa pendapat sebagai berikut.
a. Menurut Prof. Wan Usman, “Wawasan Nusantara adalah cara pandang bangsa Indonesia mengenai diri dan tanah airnya sebagai Negara kepulauan dengan semua aspek kehidupan yang beragam.”
b. Menurut GBHN 1998, Wawasan Nusantara adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya, dengan dalam penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
c. Menurut kelompok kerja Wawasan Nusantara untuk diusulkan menjadi Tap. MPR, yang dibuat Lemhannas tahun 1999, yaitu “cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya yang serba beragam dan bernilai strategis dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa serta kesatuan wilayah dalam penyelenggaraan kehipan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara untuk mencapai tujuan nasional.”

2. Hakikat Wawasan Nusantara
  Hakikat Wawasan Nusantara adalah keutuhan nusantara dalam pengertian cara pandang yang selalu utuh menyeluruh dalam lingkup nusantara demi kepentingan nasional. Hal tersebut berarti bahwa setiap warga masyarakat dan aparatur negara harus berpikir, bersikap, dan bertindak secara utuh menyeluruh demi kepentingan bangsa dan negara Indonesia.

   Dengan kata lain, hakikat Wawasan Nusantara adalah “persatuan bangsa dan kesatuan wilayah. Dalam GBHN disebutkan bahwa hakikat Wawasan Nusantara diwujudkan dengan menyatakan kepulauan nusantara sebagai satu kesatuan politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan.

3. Asas Wawasan Nusantara
Asas Wawasan Nusantara merupakan ketentuan atau kaidah dasar yang harus dipatuhi, ditaati, dipelihara, dan diciptakan demi tetap taat dan setianya komponen pembentuk bangsa Indonesia terhadap kesepakatan bersama. Jika asas Wawasan Nusantara diabaikan, komponen pembentuk kesepakatan bersama akan melanggar kesepakatan bersama tersebut yang berarti tercerai berainya bangsa dan negara Indonesia. Adapun asas Wawasan Nusantara tersebut adalah sebagai berikut.

a. Kepentingan yang sama. Ketika menegakkan dan merebut kemerdekaan, kepentingan bersama bangsa Indonesia adalah menghadapi penjajah secara fisik dari bangsa lain. Sekarang, bangsa Indonesia harus meng-hadapi penjajahan yang berbeda. Misalnya, dengan cara “adu domba” dan “memecah belah” bangsa dengan menggunakan dalih HAM, demokrasi, dan lingkungan hidup. Padahal, tujuan kepentingannya sama yaitu tercapainya kesejahteraan dan rasa aman yang lebih baik daripada sebelumnya.

b. Keadilan. Kesesuaian pembagian hasil dengan adil, jerih payah, dan kegiatan baik perorangan, golongan, kelompok maupun daerah.

c. Kejujuran. Keberanian berpikir, berkata, dan bertindak sesuai realita serta ketentuan yang benar biarpun realita atau ketentuan itu pahit dan kurang enak didengarnya. Demi kebenaran dan kemajuan bangsa dan negara, hal itu harus dilakukan.

d. Solidaritas. Diperlukan kerja sama, mau memberi, dan berkorban bagi orang lain tanpa meninggalkan ciri dan karakter budaya masing-masing.

e. Kerja sama. Adanya koordinasi, saling pengertian yang didasarkan atas kesetaraan sehingga kerja kelompok, baik kelompok kecil maupun besar dapat mencapai sinergi yang lebih baik.

f. Kesetiaan terhadap kesepakatan bersama untuk menjadi bangsa dan mendirikan negara Indonesia yang dimulai, dicetuskan, dan dirintis oleh Boedi Oetomo Tahun 1908, Sumpah Pemuda Tahun 1928, dan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Kesetiaan terhadap kesepakatan ini sangat penting dan menjadi tonggak utama terciptanya persatuan dan kesatuan dalam kebhinnekaan. Jika kesetiaan ini goyah, dapat dipastikan persatuan dan kesatuan akan hancur berantakan.

B. Kedudukan, Fungsi dan Tujuan Wawasan Nusantara
Wawasan Nusantara berkedudukan sebagai visi bangsa. Wawasan nasional merupakan visi bangsa yang bersangkutan dalam menuju masa depan. Visi bangsa Indonesia sesuai dengan konsep Wawasan Nusantara adalah menjadi bangsa yang satu dengan wilayah yang satu dan utuh pula. Kedudukan Wawasan Nusantara sebagai salah satu konsepsi ketatanegaran Republik Indonesia.

1) Kedudukan
Wawasan Nusantara sebagai wawasan nasional bangsa Indonesia merupakan ajaran yang diyakini kebenarannya oleh seluruh rakyat Indonesia agar tidak terjadi penyesatan atau penyimpangan dalam upaya mewujudkan cita-cita dan tujuan nasional. Dengan demikian, Wawasan Nusantara menjadi landasan visional dalam menyelenggarakan kehidupan nasional.

2) Fungsi
    Wawasan Nusantara berfungsi sebagai pedoman, motivasi, dorongan, serta rambu-rambu dalam menentukan segala kebijaksanaan, keputusan, tindakan, dan perbuatan bagi penyelenggaraan negara di tingkat pusat dan daerah maupun bagi seluruh rakyat Indonesia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

3) Tujuan
   Wawasan Nusantara bertujuan mewujudkan nasionalisme yang tinggi di segala aspek kehidupan rakyat Indonesia yang lebih mengutamakan kepentingan nasional daripada kepentingan individu, kelompok golongan, suku bangsa atau daerah. Kepentingan-kepentingan tersebut tetap dihormati, diakui, dan dipenuhi selama tidak bertentangan dengan kepentingan nasional atau kepentingan masyarakat. Nasionalisme yang tinggi di segala bidang demi tercapainya tujuan nasional tersebut merupakan pancaran dari makin meningkatnya rasa, paham, dan semangat kebangsaan dalam jiwa bangsa Indonesia sebagai hasil pemahaman dan penghayatan Wawasan Nusantara.

C. Aspek Trigatra dan Pancagatra dalam Wawasan Nusantara
    Konsepsi wawasan nusantara merupakan suatu konsep di dalam cara pandang dan pengaturan yang mencakup segenap kehidupan bangsa yang dinamakan astagatra, yang meliputi aspek alamiah (trigatra) dan aspek sosial (pancagatra). Trigatra meliputi posisi dan lokasi geografis negara, keadaan dan kekayaan alam, dan keadaan dan kemampuan penduduk. Pancagatra merupakan aspek sosial kemasyarakatan terdiri dari ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan (Ipoleksosbudhankam). Antara gatra yang satu dengan yang lain terdapat hubungan yang bersifat timbal balik dengan hubungan yang erat yang saling interdependensi, demikian juga antara trigatra dan pancagatra.

1. Aspek – Aspek Trigatra
a. Letak dan Bentuk Geografis

Jikalau kita melihat letak geografis wilayah Indonesia dalam peta dunia, maka akan nampak jelas bahwa wilayah negara tersebut merupakan suatu kepulauan, yang menurut wujud ke dalam, terdiri dari daerah air dengan ribuan pulau-pulau di dalamnya. Dalam bahasa asing bisa disebut sebagai suatu archipelago kelvar, kepulauan itu merupakan suatu archipelago yang terletak antara Benua Asia di sebelah utara dan Benua Australia di sebelah selatan serta Samudra Indonesia di sebelah barat dan Samudra Pasifik di sebelah timur. Letak geografis antara dua benua dan samudra yang penting itu, maka dikatakan bahwa Indonesia mempunyai suatu kedudukan geografis di tengah-tengah jalan lalu lintas silang dunia. Karena kedudukannya yang strategis itu, dipandang dari tiga segi kesejahteraan di bidang politik, ekonomi dan sosial budaya, Indonesia telah banyak mengalami pertemuan dengan pengaruh pihak asing (akulturasi).

Indonesia terletak pada 6O LU–11O LS, 95O BT–141O BT, yang di tengah-tengahnya terbentang garis equator sehingga Indonesia mempunyai 2 musim, yaitu musim hujan dan kemarau.

b. Keadaan dan Kemampuan Penduduk
Penduduk adalah sekelompok manusia yang mendiami suatu tempat atau wilayah. Adapun faktor penduduk yang mempengaruhi ketahanan nasional adalah sebagai berikut.

1. Faktor yang Mempengaruhi Jumlah Penduduk
  Jumlah penduduk berubah karena kematian, kelahiran, pendatang baru, dan orang yang meninggalkan wilayahnya. Segi positif dari pertambahan penduduk ialah pertambahan angkatan kerja (man power) dan pertambahan tenaga kerja (labour force). Segi negatifnya, apabila pertumbuhan penduduk tidak seimbang dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang tidak diikuti dengan usaha peningkatan kualitas penduduk.

2. Faktor yang Mempengaruhi Komposisi Penduduk
  Komposisi adalah susunan penduduk menurut umur, kelamin, agama, suku bangsa, tingkat pendidikan, dan sebagainya. Susunan penduduk itu dipengaruhi oleh mortalitas, fertilitas, dan migrasi. Fertilitas sangat berpengaruh besar terhadap umur dan jenis penduduk golongan muda yang dapat menimbulkan persoalan penyediaan fasilitas pendidikan, perluasan lapangan kerja, dan sebagainya.

3. Faktor yang Mempengaruhi Distribusi Penduduk
 Distribusi penduduk yang ideal adalah distribusi yang dapat memenuhi persyaratan kesejahteraan dan keamanan yaitu penyebaran merata. Oleh karena itu, pemerintah perlu memberikan kebijakan yang mengatur penyebaran penduduk, misalnyadengan cara transmigrasi, mendirikan pusat-pusat pengembangan (growth centers), pusat-pusat industri, dan sebagainya. Kemampuan penduduk yang tidak seimbang dengan pertumbuhan penduduk dapat menimbulkan ancaman-ancaman terhadap pertahanan nasional.


c. Keadaan dan kekayaan alam
Kekayaan sumber-sumber alam sebenarnya terdapat di atmosfir, di permukaan bumi, di laut, di perairan, dan di dalam bumi. Sumber-sumber alam sesungguhnya mempunyai arti yang sangat luas di mana Indonesia terkenal sebagai negara yang mempunyai sumber-sumber alam yang berlimpah ruah. Sebagai gambaran umum, sumber-sumber alam termasuk sumber-sumber pelican atau mineral, sumber-sumber nabati atau flora, dan sumber-sumber hewani atau fauna. Untuk memulai dengan sumber-sumber pelican atau mineral dapat diutarakan, bahwa negara Indonesia mempunyai sumber-sumber mineral yang meliputi bahan-bahan galian, biji-bijian maupun bahan-bahan galian industri di samping sumber-sumber tenaga lain. Sifat unik kekayaan alam yaitu jumlahnya yang terbatas dan penyebarannya tidak merata. Sehingga menimbulkan ketergantungan dari dan oleh negara dan bangsa lain. Bentuk sumber daya alam ada 2 (dua) , yaitu sumber daya alam yang dapat diperbarui dan tidak dapat diperbarui.

Sumber daya alam harus diolah atau dimanfaatkan dengan berprinsip atau asas maksimal, lestari, dan berdaya saing.

1) Asas maksimal
Artinya sumber daya alam yang dikelola atau dimanfaatkan harus benar-benar menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.

2) Asas lestari
Artinya pengolahan sumber daya alam tidak boleh menimbulkan kerusakan lingkungan, menjaga keseimbangan alam.

3) Asas berdaya saing
Artinya bahwa hasil-hasil sumber daya alam harus bisa bersaing dengan sumber daya alam negara lain.

           2. Aspek–Aspek Pancagatra
Pancagatra adalah aspek-aspek kehidupan nasional yang menyangkut kehidupan dan pergaulan hidup manusia dalam bermasyarakat dan bernegara dengan ikatan-ikatan, aturan-aturan dan norma-norma tertentu. Hal-hal yang termasuk aspek pancagatra adalah sebagai berikut.

a. Ideologi
   Ideologi suatu negara diartikan sebagai guiding of principles atau prinsip yang dijadikan dasar suatu bangsa. Ideologi adalah pengetahuan dasar atau cita-cita. Ideologi merupakan konsep yang mendalam mengenai kehidupan yang dicita-citakan serta yang ingin diiperjuangkan dalam kehidupan nyata.

   b. Politik
      Politik diartikan sebagai asas, haluan, atau kebijaksanaan yang diguna-kan untuk mencapai tujuan dan kekuasaan. Kehidupan politik dapat dibagi kedalam dua sektor yaitu sektor masyarakat yang memberikan input (masukan) dan sektor pemerintah yang berfungsi sebagai output (keluaran).

c. Ekonomi
     Kegiatan ekonomi adalah seluruh kegiatan pemerintah dan masyarakat dalam mengelola faktor produksi dan distribusi barang dan jasa untuk kesejahteraan rakyat. Upaya meningkatkan ketahanan ekonomi adalah upaya meningkatkan kapasitas produksi dan kelancaran barang dan jasa secara merata ke seluruh wilayah negara. Upaya untuk menciptakan ketahanan ekonomi adalah melalui sistem ekonomi yang diarahkan untuk kemakmuran rakyat.

d. Sosial Budaya
   Sosial budaya dapat diartikan sebagai kondisi dinamika budaya bangsa yang berisi keuletan untuk mengembangkan kekuatan nasional dalam menghadapi dan mengatasi ancaman, tantangan, halangan, dan gangguan (ATHG). Gangguan dapat datang dari dalam maupun dari luar, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang membahayakan kelangsungan hidup sosial NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Esensi ketahanan budaya adalah pengaturan dan penyelenggaraan kehidupan sosial budaya. Ketahanan budaya merupakan pengembangan sosial budaya dimana setiap warga masyarakat dapat mengembangkan kemampuan pribadi dengan segenap potensinya berdasarkan nilai-nilai Pancasila.

e. Pertahanan dan Keamanan
   Pertahanan dan keamanan diartikan sebagai kondisi dinamika dalam kehidupan pertahanan dan keamanan bangsa Indonesia yang berisi keuletan dan ketangguhan yang mengandung kemampuan me-ngembangkan kekuatan nasional dalam menghadapi dan mengatasi ATHG yang membahayakan identitas, integritas, dan kelangsungan hidup bangsa berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Prinsip-prinsip Sistem Ketahanan Nasional antara lain adalah sebagai berikut.
1) Bangsa Indonesia cinta damai tetapi lebih cinta kemerdekaan.
2) Pertahanan keamanan berlandasan pada landasan ideal Pancasila, landasan konstitusional UUD 1945, dan landasan visional wawasan nusantara.
3) Pertahanan keamanan negara merupakan upaya terpadu yang melibatkan segenap potensi dan kekuatan nasional.
4) Pertahanan dan keamanan diselenggarakan dengan sistem pertahanan dan keamanan nasional (Sishankamnas) dan sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta (Sishankamrata).

          3. Hubungan Antargatra
Antara trigatra dan pancagatra serta antargatra itu sendiri terdapat hubungan timbal balik yang erat yang dinamakan korelasi dan interdependensi yang artinya adalah sebagai berikut.
a. Ketahanan nasional pada hakikatnya bergantung kepada kemampuan bangsa dan negara di dalam mendayagunakan secara optimal gatra alamiah (trigatra) sebagai modal dasar untuk penciptaan kondisi dinamis yang merupakan kekuatan dalam penyelenggaraan kehidupan nasional (pancagatra).
b. Ketahanan nasional adalah suatu pengertian holistik, yaitu suatu tatanan yang utuh, menyeluruh dan terpadu, di mana terdapat saling hubungan antar gatra di dalam keseluruhan kehidupan nasional (astagatra).
c. Kelemahan di salah satu gatra dapat mengakibatkan kelemahan di gatra lain dan mempengaruhi kondisi secara keseluruhan sebaliknya kekuatan dari salah satu atau beberapa gatra dapat didayagunakan untuk memperkuat gatra lainnya yang lemah, dan mempengaruhi kondisi secara keseluruhan.
d. Ketahanan nasional Indonesia bukan merupakan suatu penjumlahan ketahanan segenap gatranya, melainkan suatu resultante keterkaitan yang integratif dari kondisi-kondisi dinamik kehidupan bangsa di bidang-bidang ideologi, politik, ekonomi, social budaya, pertahanan dan keamanan.

D. Peran Serta Warga Negara Mendukung Implementasi Wawasan Kebangsaan
Implementasi atau penerapan Wawasan Nusantara harus tercermin pada pola pikir, pola sikap, dan pola tindak yang senantiasa mendahulukan kepentingan bangsa daripada kepentingan pribadi atau golongan. Dengan kata lain, Wawasan Nusantara menjadi pola yang mendasari cara berpikir, bersikap, dan bertindak dalam rangka menghadapi, menyikapi, atau menangani berbagai masalah menyangkut kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Implementasi Wawasan Nusantara senantiasa berorientasi pada kepentingan rakyat dan wilayah tanah air secara utuh dan menyeluruh sebagai berikut.

1) Implementasi Wawasan Nusantara dalam kehidupan politik akan menciptakan iklim penyelenggaraan negara yang sehat dan dinamis. Hal tersebut nampak dalam wujud pemerintahan yang kuat, aspiratif, dan terpercaya yang dibangun sebagai penjelmaan kedaulatan rakyat.

2) Implementasi Wawasan Nusantara dalam kehidupan ekonomi akan menciptakan tatanan ekonomi yang benar-benar menjamin pemenuhan dan peningkatan kesejahteraan serta kemakmuran rakyat secara merata dan adil.

3) Implementasi Wawasan Nusantara dalam kehidupan sosial budaya akan menciptakan sikap batiniah dan lahiriah yang mengakui, menerima, dan menghormati segala bentuk perbedaan atau kebhinekaan sebagai kenyataan hidup sekaligus karunia sang Pencipta.

4) Implementasi Wawasan Nusantara dalam kehidupan pertahanan dan keamanan akan menumbuhkembangkan kesadaran cinta tanah air dan bangsa, yang lebih lanjut akan membentuk sikap bela negara pada setiap warga negara Indonesia.

5) Dalam pembinaan seluruh aspek kehidupan nasional sebagaimana dijelaskan di atas, implementasi wawasan nusantara harus menjadi nilai yang menjiwai segenap peraturan perundang-undangan yang berlaku pada setiap strata di seluruh Indonesia. Di samping itu, wawasan nusantara dapat diimplementasikan ke dalam segenap pranata sosial yang berlaku di masyarakat dalam nuansa kebhinnekaan sehingga menciptakan kehidupan yang toleran, akrab, peduli, hormat, dan taat hukum. Semua itu menggambarkan sikap, paham, dan semangat kebangsaan atau nasionalisme yang tinggi sebagai identitas atau jati diri bangsa Indonesia.

Adapun peran serta dalam penerapan asas-asas Wawasan Nusantara dalam tata kehidupan nasional memerlukan kesamaan pola pikir, pola sikap, dan pola tindak dalam seluruh proses penyelenggaraan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dalam mengisi pembangunan. Peranan siswa dalam mendukung implementasi Wawasan Nusantara adalah sebagai berikut.

1. Mendukung persatuan bangsa.
2. Berkemanusiaan yang adil dan beradab.
3. Mendukung kerakyatan yang mengutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan individu atau golongan.
4. Mendukung upaya untuk mewujudkan suatu keadilan sosial dalam masyarakat.
5. Mempunyai kemampuan berfikir, bersikap rasional, dan dinamis, berpandangan luas sebagai intelektual.
6. Mempunyai wawasan kesadaran berbangsa dan bernegara untuk membela negara yang dilandasi oleh rasa cinta tanah air.
7. Berbudi pekerti luhur, berdisiplin dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
8. Memanfaatkan secara aktif ilmu pengetahuan, teknologi dan seni untuk kepentingan kemanusiaan, berbangsa dan bernegara.
9. Mewujudkan kepentingan nasional.
10. Memelihara dan memperbaiki demokrasi

nantikan soal ulangannya dalam UAS, tidak ada kisi-kisi karena semuanya materi ada di soal

Materi PPKn Bab 6 Ancaman Terhadap NKRI


Bab 6 : Ancaman Terhadap Negara dalam Bingkai Bhinneka Tunggal Ika




A. Ancaman Terhadap Integrasi Nasional

Keanekaragaman atau kebhinekaan merupakan sebuah hal yang tidak bisa dihindari dalam kehidupan bangsa Indonesia yang meliputi kebhinekaan suku bangsa, bahasa, adat istiadat dan sebagainya.
   Kebhinekaan dikatakan sebagai sebuah potensi, karena hal tersebut akan membuat bangsa kita menjadi bangsa yang besar dan memiliki kekayaan alam dan budaya yang melimpah yang dapat menarik minat para wisatawan asing untuk mengunjungi Indonesia.
      Kebhinekaan bangsa Indonesia juga merupakan sebuah tantangan bahkan ancaman, karena dengan adanya kebhinekaan tersebut mudah membuat penduduk Indonesia berbeda pendapat yang lepas kendali, mudah tumbuhnya perasaan kedaerah yang amat sempit yang sewaktu bisa menjadi ledakan yang akan mengancam integrasi nasional atau persatuan dan kesatuan bangsa.
Oleh karena segenap warga negara mesti mewaspadai segala bentuk ancaman yang dapat memecah belah bangsa Indonesia dengan senantiasa mendukung segala upaya atau strategi pemerintah dalam mengatasi berbagai acaman tersebut.

Dampak posisi silang negara Indonesia pada aspek-apek kehidupan sosial, antara lain:
1)       Penduduk Indonesia berada diantara daerah berpenduduk padat di utara dan daerah berpenduduk jarang di selatan.
2)       Ideologi Indonesia terletak antara komunisme di utara dan liberalisme di selatan.
3)       Demokrasi Pancasila berada diantara demokrasi rakyat di utara (Asia daratan bagian utara) dan demokrasi liberal di selatan.
4)       Ekonomi Indonesia berada diantara sistem ekonomi sosialis di utara dan sistem ekonomi kapitalis di selatan.
5)       Masyarakat Indonesia berada diantara masyarakat sosialis di utara dan masyarakat individualis di selatan.
6)       Kebudayaan Indonesia dinatara kebuadayaan timur di utara dan kebudayaan barat di selatan.
7)       Sistem pertahanan dan keamanan Indonesia berada diantara sistem pertahanan continental di utara dan sistem pertahanan maritim di barat, selatan dan timur.

Dampak positif  dari keadaan tersebut:
           Berperan dalam  kemajuan bangsa Indonesia.
           Memperkokoh keberadaan Indonesia sebagai negara yang tidak dapat disepelekan perannya dalam menunjang kemajuan serta terciptanya perdamaian dunia.
           Dampak positif  dari keadaan tersebut :
           Mejadikan Indonesia sebagai negara yang tidak terbebas dari ancaman yang dapat memecah belah bangsa.

Ancaman bagi integrasi nasional bisa datang dari luar maupun dari dalam negeri. Ancaman tersebut biasanya berupa ancaman militer dan non-militer.

1. Ancaman Militer
   Adalah ancaman yang menggunakan kekuatan bersenjata dan terorganisasi yang dinilai mempunyai kemampuan membahayakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap bangsa.
   Dapat berupa :agresi/invasi, pelanggaran wilayah, pemberontakan bersenjata, sabotase, spionase, aksi teror bersenjata, dan ancaman keamanan laut dan udara.
    Invasi merupakan bentuk agresi yang berskala paling besar dengan menggunakan kekuatan militer bersenjata yang dikerahkan untuk menyerang dan menduduki wilayah suatu negara.
        Bangsa Indonesia pernah merasakan pahitnya diinvasi atau diserang oleh Belanda yang ingin kembali menjajah Indonesia sebanyak dua kali, yaitu 21 Juli 1947 dan 19 Desember 1948.
   Bentuk lain dari ancaman militer yang peluang terjadinya cukup tinggi adalah tindakan pelanggaran wilayah (wilayah laut, ruang udara dan daratan) Indonesia oleh negara lain.
   Ancaman militer dapat pula terjadi dalam bentuk pemberontakan bersenjata. Hal ini dapat timbul dan dilakukan baik oleh pihak-pihak tertentu di dalam negerimaupun  oleh kekuatan asing, baik secara terbuka maupun secara tertutup.
        Bangsa Indonesia pernah mengalami sejumlah aksi pemberontakan bersenjata yang dilakukan oleh gerakan radikal, seperti DI/TII, PRRI, Permesta, Pemberontakan PKI Madiun, serta G-30-S/PKI. Kegiatan tersebut mengancam pemerintahan yang sah serta mengancam  tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia.
      Indonesia memiliki sejumlah objek vital nasional dan instalasi strategis yang rawan terhadap aksi sabotase, sehingga harus dilindungi. Dilakukan dengan mempertinggi kewaspadaan yang didukung oleh teknologi yang mampu mendeteksi dan mencegah secara dini.
   Kegiatan spionase dilakukan secara tertutup  oleh agen-agen rahasia dalam  mencari dan mendapatkan rahasia pertahanan negara dari negara lain.
   Aksi teror bersenjata merupakan bentuk kegiatan terorisme yang mengancam keselamatan bangsa dengan menebarkan rasa ketakutan yang mendalam serta menimbulkan korban tanpa mengenal rasa perikemanusiaan.
     Wilayah perairan serta wilayah udara Indonesia yang terbentang pada pelintasan transportasi dunia yang padat, baik transportasi maritim maupun dirgantara, berimplikasi terhadap tingginya potensi gangguan ancaman keamanan laut dan udara.
  Bentuk-bentuk gangguan keamanan di laut dan udara dapat meliputi pembajakan atau perompakan, penyelundupan senjata, amunisi dan bahan peledak atau bahan lain yang dapat membahayakan keselamatan bangsa, penangkapan ikan secara ilegal, atau pencurian kekayaan di laut, termasuk pencemaran lingkungan.

2. Ancaman Non-Militer
Ancaman non-militer pada hakikatnya ancaman yang menggunakan faktor-faktor non-militer dinilai mempunyai kemampuan yang membahayakan kedaulatan negara, kepribadian bangsa, keutuhan wilayah negara, dan keselamatan segenap bangsa. Ancaman ini salah satunya disebabkan oleh pengaruh negatif dari globalisasi.

a. Ancaman di Bidang Ideologi
Liberalisme yang disokong oleh Amerika Serikat tidak hanya mempengaruhi hampir semua negara di dunia, termasuk indonesia.  Hal ini sebagai akibat dari era globalisasi. Globalisasi ternyata mampu meyakinkan kepada masyarakat Indonesia bahwa liberalisme dapat membawa manusia ke arah kemajuan dan kemakmuran. Akan tetapi, pada umumnya pengaruh yang diambil justru yang bernilai negatif, misalnya dalam gaya hidup yang diliputi kemewahan, pergaulan bebas yang cenderung mengaruh pada dilakukannya perilaku seks bebas dan sebagainya. Hal tesebut tentu saja apabila tidak diatasi akan menjadi ancaman bagi kepribadian bangsa Indonesia yang sesungguhnya.

b. Ancaman di Bidang Politik
Ancaman di bidang politik dapat bersumber dari luar negeri maupun dalam negeri. Dari luar negeri, ancaman di bidang politik dilakukan oleh suatu negara dengan melakukan tekanan politik terhadap Indonesia. Intimidasi, provokasi, atau blokade politik merupakan bentuk ancaman non-militer berdimensi politik yang sering kali digunakan oleh pihak-pihak lain untuk menekan negara lain.

Ancaman yang berdimensi politik yang bersumber dari dalam negeri dapat berupa penggunaan kekuatan berupa pengerahan massa untuk menumbangkan suatu pemerintahan yang berkuasa, atau menggalang kekuatan politik untuk melemahkan kekuasaan pemerintah. Selain itu, ancaman separatisme merupakan bentuk lain dari ancaman politik yang timbul di dalam negeri. Sebagai bentuk ancaman politik, separatisme dapat menempuh pola perjuangan politik tanpa ini membuktikan bahwa ancaman di bidang politik memiliki tingkat resiko yang besar yang mengancam kedaulatan, keutuhan, dan keselamatan bangsa.

c. Ancaman di Bidang Ekonomi
Pada saat ini ekonomi suatu negara tidak bisa berdiri sendiri. Hal tersebut merupakan bukti nyata dari pengaruh globalisasi. Globalisasi perekonomian merupakan suatu proses kegiatan ekonomi dan perdagangan dimana negara-negara di seluruh dunia menjadi satu kekuatan pasar yang semakin terintegrasi dengan tanpa rintangan batas teritorial negara.

Adapun pengaruh negatif globalisasi ekonomi yang dapat menjadi ancaman kedaulatan Indonesia khususnya dalam bidang ekonomi diantaranya :
      Indonesia akan dibanjiri oleh barang-barang dari luar, sehingga barang-barang  lokal semakin terdesak karena kalah bersaing.
      Seiring dengan semakin mudahnya orang asing menanamkan modalnya di Indonesia, yang pada akhirnya mereka dapat mendikte atau menekan pemerintah atau bangsa kita.
      Timbulnya kesenjangan sosial yang tajam sebagai akibat dari adanya persaingan bebas. Pihak yang menang akan dengan leluasa memonopoli pasar, sedangkan yang kalah akan menjadi penonton yang senantiasa tertindas.
      Sektor-sektor ekonomi rakyat yang diberikan subsidi semakin berkurang, koperasi semakin sulit berkembang dan penyerapan tenaga kerja dengan pola padat karya semakin ditinggalkan, sehingga angka pengangguran dan kemiskinan susah dikendalikan.
      Memperburuk prospek pertumbuhan ekonomi jangka panjang.pertumbuhan ekonominya menjadi tidak stabil. Pendapatan nasional dan kesempatan kerja akan semakin lambat pertumbuhannya dan masalah pengangguran tidak dapat diatasi atau malah semakin memburuk. distribusi pendapatan menjadi semakin tidak adil dan masalah sosial ekonomi masyarakat semakin bertambah buruk.

d. Ancaman di Bidang Sosial Budaya
      Dibedakan atas ancaman dari dalam, dan ancaman dari luar.
      Ancaman dari dalam didorong oleh isu-isu kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan, dan ketidakadilan. Isu tersebut menjadi titik pangkal timbulnya permasalahan, seperti separatisme, terorisme, kekerasan, dan bencana akibat perbuatan manusia.

Ancaman dari luar timbul sebagai akibat dari pengaruh negatif globalisasi, diantaranya adalah :
      Munculnya gaya hidup konsumtif dan selalu mengkonsumsi barang-barang dari luar negeri.
      Munculnya sifat hedonisme, yaitu kenikmatan pribadi dianggap sebagai suatu nilai hidup tertinggi. hal ini membuat manusia suka memaksakan diri dan berani melanggar norma-norma.
      Adanya sikap individualisme yang dapat menimbulkan ketidakpedulian terhadap orang lain.
      Munculnya gejala westernisasi, yaitu gaya hidup yang selalu berorientasi kepada budaya barat tanpa diseleksi terlebih dahulu sehingga bertentangan dengan nilai dan norma-norma yang berlaku.
      Semakin memudarnya semangat gotong royong, solidaritas, kepedulian dan kesetiakawanan sosial.
      Semakin lunturnya nilai-nilai keagamaan dalam kehidupan bermasyarakat.

e. Ancaman di Bidang Pertahanan dan Keamanan
Seiring dengan berjalannya waktu, proses penegakan pertahanan dan keamanan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak semudah yang dibayangkan atau semudah dalam pembicaraan yang bersifat teoritis semata. Masih adanya masalah teror dan konflik SARA yang terjadi pada suatu wilayah memiliki tujuan yang sama yaitu tidak ingin bangsa Indonesia hidup damai dan tentram. Oleh karena itu, lemahnya penerapan dan penegakan hukum dan keadilan harus terus ditingkatkan. Semakin bermunculan masalah di suatu wilayah mengakibatkan hilangnya tingkat kewibawaan hukum dan kemerosotan wibawa para penegaknya. Dengan demikian,kita harus mengantisipasi ancaman sedini mungkin di bidang pertahanan dan keamanan, baik secara militer maupun non-militer.

B. Strategi dalam Mengatasi Berbagai Ancaman Dalam Membangun Integrasi Nasional

1.     Strategi dalam Mengatasi Ancaman Militer
Strategi pertahanan dan keamanan bangsa Indonesia dalam mengatasi ancaman militer telah diatur  dalam Pasal 30 ayat 1 sampai 5 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa:
1)      Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.
2)       Usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Indonesia Republik Indonesia, sebagai kekuatan utama, dan rakyat, sebagai kekuatan pendukung.
3)       Tentara Nasional Indonesia terdiri atas Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara sebagai alat negara bertugas mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara.
4)       Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara yang menjaga kemanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hukum.
5)      Susunan dan kedudukan Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, hubungan kewenangan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia di dalam menjalankan tugasnya, syarat-syarat keikutsertaan warga negara dalam usaha pertahanan dan keamanan diatur dengan undang-undang.

Dari keterangan diatas dapat diketahui bahwa strategi pertahanan dan kemanan negara untuk mengatasi berbagai macam ancaman militer dilaksanakan dengan menggunakan sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta (Sishankamrata). Sistem pertahanan dan kemanan rakyat semesta pada hakikatnya merupakan segala upaya menjaga pertahanan dan keamanan negara yang seluruh rakyat dan segenap sumber daya nasional, sarana dan prasarana nasional, serta seluruh wilayah negara sebagai satu kesatuan pertahanan yang utuh dan menyeluruh.

Sistem pertahanan dan keamanan negara yang bersifat semesta bercirikan:
           Kerakyatan, yaitu orientasi pertahanan dan kemanan negara diabdikan oleh dan untuk kepentingan seluruh rakyat.
           Kesemestaan, yaitu seluruh sumber daya nasional didayagunakan bagi upaya pertahanan.
           Kewilayahan, yaitu gelar kekuatan pertahanan dilaksanakan secara menyebar di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, sesuai dengan kondisi geografis sebagai negara kepulauan.

Agar pengerahan dan penggunaan kekuatan pertahanan dapat terlaksana secara efektif dan efisien, diupayakan keterpaduan yang sinergis antara unsur militer dengan unsur militer lainnya, maupun antara kekuatan militer dengan kekuatan non militer.
           Keterpaduan antara unsur militer diwujudkan dalam keterpaduan tiga kekuatan militer Republik Indonesia, yaitu keterpaduan antar kekuatan darat, kekuatan laut, dan kekuatan udara.
           Keterpaduan antara kekuatan militer dan kekuatan non-militer diwujudkan dalam keterpaduan antar komponen utama, komponen cadangan, dan komponen pendukung.

Ancaman Tradisional
           Merupakan ancaman militer dari negara lain.
           contohnya berupa invasi dan  konflik terbatas yang berkaitan dengan pelanggaran wilayah dan atau menyangkut masalah perbatasan.
           Komponen Utama disiapkan untuk melaksanakan Operasi Militer untuk Perang (OMP).
           Penggunaan kekuatan pertahanan untuk tujuan perang hanya dilaksanakan sebagai jalan terakhir apabila cara-cara damai tidak berhasil.
           Ancaman Non-Tradisional
           Adalah ancaman yang dilakukan oleh aktor non-negara terhadap keutuhan wilayah, kedaulatan negara, dan keselamatan bangsa Indonesia.
           Contohnya dapat berbentuk gerakan separatis bersenjata, terorisme internasional maupun domestik, aksi radikal, pencurian sumber daya alam, penyelundupan, kejahatan lintas negara, dan berbagai bentuk aksi ilegal lain yang berskala besar.
           Dalam hal ini kekuatan pertahanan, terutama TNI, juga disiapkan untuk melaksanakan Operasi Militer Selain Perang (OMSP).

2. Strategi dalam Mengatasi Ancaman Non-Militer
Strategi pertahanan non-militer merupakan segala usaha untuk mempertahankan kedaulatan negara, keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan keselamatan segenap bangsa dari ancaman aspek ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, keamanan, teknologi, informasi, komunikasi, keselamatan umum, dan hukum.

a. Strategi Mengatasi Ancaman di Bidang Ideologi dan Politik
Ada empat hal yang selalu dikedepankan oleh globalisasi dalam bidang ideologi dan politik, yaitu demokratisasi, kebebasan, keterbukaan danhak asasi manusia. Keempat hal tersebut oleh negara-negara adidaya (Amerika Serikat dan sekutunya) dijadikan standar atau acuan bagi negara-negara lainnya yang tergolong sebagai negara berkembang. Tidak jarang jika suatu negara tidak mengedepankan empat hal tersebut dalam kehidupan politik di negaranya, maka negara tersebut akan dianggap sebagai musuh bersama.  Sebagai contoh Indonesia pernah diembargo dalam bidang ekonomi oleh Amerika Serikat, yaitu tidak memberikan suku cadang pesawat F-16 dan bantuan militer lainnya, karena pada waktu itu Indonesia dituduh tidak demokratis dan melanggar hak asasi manusia.  sementara sekutunya tetap dibiarkan meskipun melakukan pelanggaran. Misalnya Israel yang banyak membunuh rakyat Palestina dan meyerang Libanon tetap direstui tindakannya tersebut oleh Amerika Serikat.

Berkaitan dengan hal tersebut, Indonesia sebagai negara yang menganut paham demokrasi Pancasila harus mampu menumbuhkan pemerintahan yang kuat,mandiri dan tahan uji serta mampu mengelola konflik kepentingan yang dapat menghancurkan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia yang pluralistik, dengan tetap memperteguh wawasan kebangsaan yang berlandaskan Bhinneka Tunggal Ika.

Untuk mencapai hal tersebut, bangsa Indonesia harus segera mewujudkan hal-hal sebagai berikut:
      Mengembangkan demokrasi politik.
      Mengaktifkan masyarakat sipil dalam arena politik.
      Mengadakan reformasi lembaga-lembaga politik agar menjalankan fungsi dan peranannya secara baik dan benar.
      Memperkuat kepercayaan rakyat dengan cara menegakkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa.
      Menegakkan supremasi hukum.
      Memperkuat posisi Indonesia dalam kancah politik internasional.

b. Strategi Mengatasi Ancaman di Bidang Ekonomi
  Globalisasi ekonomi lebih dikendalikan oleh negara-negara maju. Sementara negara-negara berkembang kurang diberi ruang dan kesempatan untuk memperkuat perekonomiannya.
     Hal tersebut dikarenakan lembaga-lembaga ekonomi dunia seperti IMF (International Monetary Fund), Bank Dunia (World Bank) dan WTO (World Trade Organization) belum sepenuhnya memihak kepentingan negara-negara berkembang. Dan selalu berada di bawah pengawasan pemerintahan negara-negara maju, sehingga semua kebijakannya selalu memihak kepentingan-kepentingan negara maju.
      Untuk melumpuhkan ancaman di bidang ekonomi dan memperkuat kemandirian bangsa perlu kiranya segera diwujudkan hal-hal di bawah ini :
-       Sistem ekonomi dikembangkan untuk memperkuat produksi domestik untuk pasar dalam negeri, sehingga memperkuat perekonomian rakyat.
-       Pertanian dijadikan prioritas utama, karena mayoritas penduduk Indonesia bermatapencaharian sebagai petani. Industri-industri haruslah menggunakan bahan baku dari dalam negeri, sehingga tidak tergantung impor dari luar negeri.
-       Diadakan perekonomian yang berorientasi pada kesejahteraan rakyat. Artinya segala sesuatu yang menguasai hajat hidup orang banyak, haruslah bersifat murah dan terjangkau.
-       Tidak bergantung pada badan-badan multilateral seperti pada IMF, Bank Dunia dan WTO.
-       Mempererat kerjasama dengan sesama negara berkembang untuk bersama-sama mengahadapi kepentingan negara-negara maju.

Banyak faktor yang mungkin menimbulkan perubahan sosial, diantaranya yang memegang peranan penting, ialah faktor teknologi dan kebudayaan. Faktor–faktor itu berasal dari dalam maupun dari luar.Dalam menghadapi pengaruh dari luar yang dapat membahayakan kelangsungan hidup sosial budaya, bangsa Indonesia berusaha memelihara keseimbangan dan keselarasan fundamental, yaitu keseimbangan antara manusia dengan alam semesta, manusia dengan masyarakat, manusia dengan Tuhan, keseimbangan kemajuan lahir dan kesejahteraan batin. Kesadaran akan perlunya keseimbangan dan keserasian melahirkan toleransi yang tinggi, sehingga menjadi bangsa yang berbhinneka dan bertekad untuk selalu hidup bersatu.

C. Peran Serta Masyarakat untuk Mengatasi Berbagai Ancaman dalam Membangun Integrasi Nasional

Peran serta akan timbul jika kita memiliki kesadaran. Kesadaran adalah sikap yang tumbuh dari kemauan diri yang dilandasi hati ikhlas tanpa ada tekanan dari luar. Konsep atau makna kesadaran dapat diartikan sebagai sikap perilaku diri yang tumbuh dari kemauan diri dengan dilandasi suasana hati yang ikhlas/ rela tanpa tekanan dari luar untuk bertindak yang umumnya dalam upaya mewujudkan kebaikan yang berguna untuk diri sendiri dan lingkungannya.

Membangun kesadaran berbangsa dan bernegara kepada generasi muda merupakan hal penting karena generasi muda merupakan penerus bangsa yang tidak dapat dipisahkan dari perjalan panjang bangsa ini. Kesadaran berbangsa dan bernegara ini tidak hanya berlaku pada pemerintah saja, tetapi lebih luas menerapkan arti sadar berbangsa dan bernegara ini dalam kehidupan bermasyarakat.

Banyak tantangan di era globalisasi ini bagi negeri kita untuk menumbuhkan peran serta dan kesadaran berbangsa dan bernegara. Pemerintah ikut bertanggung jawab mengemban amanat untuk memberikan kesadaran besar bagi kehidupan berbangsa dan bernegara, yang mengakibatkan bangsa ini akan jatuh ke dalam kondisi yang sangat parah bahkan jauh terpuruk dari bangsa-bangsa yang lain yang telah mempersiapkan diri dari gangguan bangsa lain. Akibatnya, Integrasi nasional akan terganggu.

Peran serta dan kesadaran masyarakat mempunyai makna bahwa individu harus mempunyai sikap dan perilaku diri yang tumbuh dari kemauan diri yang dilandasasi keikhlasan/kerelaan bertindak demi kebaikan bangsa dan Negara Indonesia untuk mengatasi ancaman dalam membangun integrasi nasional. Peran serta masyarakat untuk mengatasi berbagai ancaman dalam membangun integrasi nasional di antaranya adalah sebagai berikut.
1)         Tidak membeda-bedakan keberagaman misalnya pada suku, budaya, daerah dan sebagainya
2)         Menjalankan ibadah sesuai dengan keyakinan dan agama yang dianutnya
3)         Membangun kesadaran akan pentingnya integrasi nasional
4)      Melakukan gotong royong dalam rangka peningkatan kesadaran bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
5)         Menggunakan segala fasilitas umum dengan baik
6)         Mau dan bersedia untuk berkerja sama dengan segenap lapisan atau golongan masyarakat
7)         Merawat dan memelihara lingkungan bersama-sama dengan baik
8)         Bersedia memperoleh berbagai macam pelayanan umum secara tertib.
9)         Menjaga kelestarian lingkungan dan mencegah terjadinya pencemaran lingkungan.
10)     Mengolah dan memanfaatkan kekayaan alam guna meningkatkan kesejahteraan rakyat.
11)   Menjaga keamanan wilayah negara dari ancaman yang datang dari luar maupun dari dalam negeri.
12)  Memberi kesempatan yang sama untuk merayakan hari besar keagamaan dengan aman dan nyaman
13)     Berpartisipasi dalam berbagai kegiatan yang dilakukan dalam masyarakat dan pemerintah
14)     Menjaga persatuan dan kesatuan bangsa
15)     Bersedia untuk menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

KERJAKAN QUIZ MATERI BAB 6, KLIK DISINI

kalau ada pertanyaan bisa lewat komen dibawah ini

Materi Sejarah 15 Masa Awal Reformasi (part-2)


Perkembangan Kehidupan Politik Dan Ekonomi Bangsa Indonesia Pada Masa Awal Reformasi



3. Masa Pemerintahan Presiden Megawati Soekarno Putri
Presiden Megawati Soekarno Putri mengawali tugasnya sebagai presiden kelima Republik Indonesia dengan membentuk Kabinet Gotong Royong. Kabinet ini memiliki lima agenda utama yakni membuktikan sikap tegas pemerintah dalam menghapus KKN, menyusun langkah untuk menyelamatkan rakyat dari krisis yang berkepanjangan, meneruskan pembangunan politik, mempertahankan supremasi hukum dan menciptakan situasi sosial kultural yang kondusif untuk memajukan kehidupan masyarakat sipil, menciptakan kesejahteraan dan rasa aman masyarakat dengan meningkatkan keamanan dan hak asasi manusia.

Tugas Presiden Megawati di awal pemerintahannya terutama upaya untuk memberantas KKN terbilang berat karena selain banyaknya kasus-kasus KKN masa Orde Baru yang belum tuntas, kasus KKN pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid menambah beban pemerintahan baru tersebut. Untuk menyelesaikan berbagai kasus KKN, pemerintahan Presiden Megawati membentuk Komisi Tindak Pidana Korupsi setelah keluarnya UU RI No. 28 tahun 1999 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas KKN.

Pembentukan komisi ini menuai kritik karena pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid telah dibentuk Komisi Pemeriksa Kekayaan Pejabat Negara (KPKPN). Dari sisi kemiripan tugas, keberadaan dua komisi tersebut tersebut terkesan tumpang tindih. Dalam perjalanan pemerintahan Megawati, kedua komisi tersebut tidak berjalan maksimal karena hingga akhir pemerintahan Presiden Megawati, berbagai kasus KKN yang ada belum dapat diselesaikan.

a. Reformasi Bidang Hukum dan Pemerintahan
Pada masa pemerintahan Presiden Megawati, MPR kembali melakukan amandemen terhadap UUD 1945 pada tanggal 10 November 2001. Amandemen tersebut meliputi penegasan Indonesia sebagai negara hukum dan kedaulatan berada di tangan rakyat. Salah satu perubahan penting terkait dengan pemilihan umum adalah perubahan tata cara pemilihan presiden dan wakil presiden yang dipilih langsung oleh rakyat dan mulai diterapkan pada pemilu tahun 2004. Dengan demikian rakyat akan berpartisipasi dalam pemilihan umum untuk memilih calon anggota legislatif, presiden dan kepala daerah secara terpisah.

Hal lain yang dilakukan terkait dengan reformasi di bidang hukum dan pemerintahan adalah pembatasan wewenang MPR, kesejajaran kedudukan antara presiden dan DPR yang secara langsung menguatkan posisi DPR, kedudukan Dewan Perwakilan Daerah (DPD), penetapan APBN yang diajukan oleh presiden dan penegasan wewenang BPK.

Salah satu bagian penting amandemen yang dilakukan MPR terkait upaya pemberantasan KKN adalah penegasan kekuasaan kehakiman sebagai kekuasaan independen untuk menyelenggarakan peradilan yang adil dan bersih guna menegakkan hukum dan keadilan yang dilakukan oleh Mahkamah Agung. Amandemen ini memberikan kekuatan bagi penegak hukum untuk menembus birokrasi yang selama ini disalahgunakan untuk mencegah penyelidikan terhadap tersangka kejahatan terlebih jika sebuah kasus menimpa pejabat pemerintah yang tengah berkuasa. Upaya lain untuk melanjutkan cita-cita reformasi di bidang hukum adalah pencanangan pembentukan Mahkamah Konstitusi selambat-lambatnya tanggal 17 Agustus 2003.

Selain beberapa amandemen terkait masalah hukum dan pemerintahan, pemerintahan Presiden Megawati juga berupaya melanjutkan upaya reformasi di bidang pers yang ditandai dengan dikeluarkannya Undang-undang Pers dan Undang-undang Penyiaran. Dilihat dari sisi kebebasan mengeluarkan pendapat, keberadaan kedua undang-undang tersebut berdampak positif namun di sisi lain berbagai media yang diterbitkan oleh partai-partai politik dan LSM seringkali melahirkan polemik dan sulit dikontrol oleh pemerintah.

b. Reformasi Bidang Ekonomi
Krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak 1998 belum dapat dilalui oleh dua presiden sebelum Megawati sehingga pemerintahannya mewarisi berbagai persoalan ekonomi yang harus dituntaskan. Masalah ekonomi yang kompleks dan saling berkaitan menuntut perhatian pemerintah untuk memulihkan situasi ekonomi guna memperbaiki kehidupan rakyat. Wakil Presiden Hamzah Haz menjelaskan bahwa pemerintah merancang paket kebijakan pemulihan ekonomi menyeluruh yang dapat menggerakkan sektor riil dan keuangan agar dapat menjadi stimulus pemulihan ekonomi. Selain upaya pemerintah untuk memperbaiki sektor ekonomi, MPR berhasil mengeluarkan keputusan yang menjadi pedoman bagi pelaksanaan pembangunan ekonomi di masa reformasi yaitu Tap MPR RI No. IV/MPR/1999 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara 1999-2004. Sesuai dengan amanat GBHN 1999-2004, arah kebijakan penyelenggaraan negara harus dituangkan dalam Program Pembangunan Nasional (Propenas) lima tahun yang ditetapkan oleh presiden bersama DPR.

Minimnya kontroversi selama masa pemerintahan Megawati berdampak positif pada sektor ekonomi. Hal ini membuat pemerintahan Megawati mencatat beberapa pencapaian di bidang ekonomi dan dianggap berhasil membangun kembali perekonomian bangsa yang sempat terpuruk sejak beralihnya pemerintahan dari pemerintahan Orde Baru ke pemerintahan pada era reformasi. Salah satu indikator keberhasilan pemerintahan Presiden Megawati adalah rendahnya tingkat inflasi dan stabilnya cadangan devisa negara. Nilai tukar rupiah relatif membaik dan berdampak pada stabilnya harga-harga barang. Kondisi ini juga meningkatkan kepercayaan investor terhadap perekonomian Indonesia yang dianggap menunjukkan perkembangan positif.

Kenaikan inflasi pada bulan Januari 2002 akibat kenaikan harga dan suku bunga serta berbagai bencana lainnya juga berhasil ditekan pada bulan Maret dan April 2002. Namun berbagai pencapaian di bidang ekonomi pemerintahan Presiden Megawati mulai menunjukkan penurunan pada paruh kedua pemerintahannya. Pada pertengahan tahun 2002-2003 nilai tukar rupiah yang sempat menguat hingga Rp. 8.500,- per dolar kemudian melemah seiring menurunnya kinerja pemerintah. Di sisi lain, berbagai pencapaian tersebut juga tidak berbanding lurus dengan jumlah penduduk yang ternyata masih banyak berada di bawah garis kemiskinan.

Popularitas pemerintah juga menurun akibat berbagai kebijakan yang tidak populis dan meningkatkan inflasi. Meningkatnya inflasi berdampak buruk terhadap tingkat inflasi riil. Diantara kebijakan tersebut adalah kebijakan pemerintah yang menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) dan tarif dasar listrik (TDL) serta pajak pendapatan negara. (Sarwanto, 2004: 50). Selain itu, persoalan hutang luar negeri juga menjadi persoalan pada masa pemerintahan Presiden Megawati karena pembayaran hutang luar negeri mengambil porsi APBN yang paling besar yakni mencapai 52% dari total penerimaan pajak yang dibayarkan oleh rakyat sebesar 219,4 triliun rupiah. Hal ini mengakibatkan pemerintah mengalami defisit anggaran dan kebutuhan pinjaman baru.

c. Masalah Disintegrasi dan Kedaulatan Wilayah
Pemerataan ekonomi di seluruh wilayah Indonesia merupakan salah satu pekerjaan rumah pemerintahan Presiden Megawati. Tidak meratanya pembangunan dan tidak adilnya pembagian hasil sumber daya alam antara pemerintah pusat dan daerah menjadi masalah yang berujung pada keinginan untuk melepaskan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia terutama beberapa provinsi yang kaya akan sumber daya alam tetapi hanya mendapatkan sedikit dari hasil sumber daya alam mereka. Dua provinsi yang rentan untuk melepaskan diri adalah provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan Papua. Kebijakan represif yang diterapkan pada masa pemerintahan Orde Baru di kedua provinsi tersebut menjadi alat propaganda efektif bagi kelompok-kelompok yang ingin memisahkan diri.

Untuk meredam keinginan melepaskan diri kedua provinsi tersebut, Presiden Megawati melakukan upaya-upaya untuk menyelesaikan permasalahan disintegrasi dan memperbaiki persentase pembagian hasil sumber daya alam antara pemerintah pusat dan daerah di kedua propinsi tersebut. Berdasarkan UU No. 1b/2001 dan UU No. 21/2001 baik propinsi NAD dan Papua akan menerima 70% dari hasil pertambangan minyak bumi dan gas alam. Upaya Presiden Megawati untuk memperbaiki hubungan pemerintah pusat dan rakyat propinsi NAD juga dilakukan dengan melakukan kunjungan kerja ke Banda Aceh pada tanggal 8 September 2001. Dalam kunjungan kerja tersebut, presiden melakukan dialog dengan sejumlah tokoh Aceh dan berpidato di halaman Masjid Raya Baiturrahman. Dalam kesempatan tersebut, presiden mensosialisasikan UU No. 18 tahun 2001 tentang otonomi khusus Provinsi NAD.

Presiden Megawati juga menandatangani prasasti perubahan status Universitas Malikussaleh Lhokseumawe menjadi universitas negeri.Upaya Presiden Megawati untuk menjaga keutuhan wilayah NKRI juga diuji saat pemerintah berusaha untuk menyelesaikan sengketa status Pulau Sipadan dan Ligitan dengan pemerintah Malaysia. Sengketa status kedua pulau tersebut tidak dapat diselesaikan melalui perundingan bilateral antara pemerintah Indonesia dan Malaysia. Kedua negara sepakat untuk membawa kasus ini ke Mahkamah Internasional di Den Haag. Pemerintah Indonesia sejak tahun 1997 telah memperjuangkan pengakuan internasional bahwa kedua pulau tersebut merupakan bagian dari wilayah Republik Indonesia. Namun Mahkamah Internasional pada akhirnya memutuskan bahwa kedua pulau tersebut merupakan bagian dari Malaysia. Dari 17 hakim yang terlibat dalam proses keputusan Mahkamah Internasional, satu-satunya hakim yang memberikan keputusan bahwa kedua pulau tersebut merupakan bagian dari wilayah Indonesia adalah Hakim Ad Hoc Thomas Franck yang ditunjuk oleh Indonesia.Terlepasnya Pulau Sipadan yang memiliki luas 10,4 hektar dan Pulau Ligitan yang memiliki luas 7,9 hektar merupakan pukulan bagi diplomasi luar negeri Indonesia setelah terlepasnya Timor Timur. Kasus ini juga menunjukkan lemahnya diplomasi luar negeri Indonesia saat berhadapan dengan negara lain terutama dalam sengketa perbatasan dengan negara-negara tetangga.

d. Desentralisasi Politik dan Keuangan
Terkait hubungan pemerintah pusat dan daerah, pemerintahan Presiden Megawati berupaya untuk melanjutkan kebijakan otonomi daerah yang telah dirintis sejak tahun 1999 seiring dengan dikeluarkannya UU No. 2 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan pusat-daerah. Upaya ini merupakan proses reformasi tingkat lokal terutama pada bidang politik, pengelolaan keuangan daerah dan pemanfaatan sumber-sumber daya alam daerah untuk kepentingan masyarakat setempat. Upaya desentralisasi politik dan keuangan ini sejalan dengan struktur pemerintahan di masa mendatang dimana masing-masing daerah akan diberi wewenang lebih besar untuk mengelola hasil-hasil sumber daya alam dan potensi ekonomi yang mereka miliki.Otonomi daerah merupakan isu penting sejak bergulirnya reformasi pada tahun 1998. Setelah berakhirnya pemerintahan Orde Baru, rakyat di beberapa daerah mulai menyuarakan ketidakpuasan mereka terhadap sistem sentralisasi kekuasaan dan wewenang pemerintah pusat yang sangat kuat. Kepala daerah yang bertugas di beberapa daerah mulai dari posisi gubernur hingga bupati seringkali bukan merupakan pilihan masyarakat setempat.

Proses pelaksanaan otonomi daerah berikut pengadaan perangkat hukumnya berkaitan erat dengan sistem pemilihan umum berikutnya yang akan diselenggarakan pada tahun 2004. Sejalan dengan rencana pelaksanaan otonomi daerah, pemerintah secara aktif mengeluarkan beberapa undang-undang yang mendukung pelaksanaan otonomi daerah sekaligus memberikan pedoman dalam penelitian, pengembangan, perencanaan dan pengawasan saat undang-undang tersebut diberlakukan. Terkait dengan itu, pemerintah mengeluarkan UU No. 12 tahun 2003 mengenai pemilihan umum anggota DPR, DPD dan DPRD. Penerbitan undang-undang ini diikuti dengan dikeluarkannya UU No. 22 tahun 2003 tentang susunan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD serta UU No. 23 tahun 2003 mengenai pemilihan presiden dan wakil presiden. Untuk melengkapi berbagai perangkat hukum mengenai otonomi daerah yang sudah ada, pemerintahan Presiden Megawati di tahun terakhir masa pemerintahnnya mengeluarkan UU No. 32 tahun 2004 mengenai pemerintahan daerah yang memuat antara lain kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah, konsep otonomi dan asas-asas penyelenggaraan pemerintahan.

Sistem pemilihan langsung terhadap wakil-wakil rakyat di daerah dan kepala daerah menjadikan pelaksanaan otonomi daerah semakin memberikan kesempatan bagi rakyat di daerah untuk berperan lebih besar dalam memajukan wilayah mereka. Terpilihnya wakil rakyat dan kepala daerah yang dipilih langsung oleh masyarakat setempat diharapkan lebih dapat mengakomodasi keinginan masyarakat karena memahami seluk beluk masalah dan potensi masyarakat dan sumber daya alam yang dimiliki oleh wilayah bersangkutan disamping lebih memahami karakter dan adat istiadat yang berlaku di wilayah tersebut.

e. Upaya Pemberantasan KKN
Kendati berhasil melakukan berbagai pencapaian di bidang ekonomi dan politik terutama dalam menghasilkan produk undang-undang mengenai pelaksanaan otonomi daerah, pemerintahan Presiden Megawati belum berhasil melakukan penegakkan hukum (law enforcement). Berbagai kasus KKN yang diharapkan dapat diselesaikan pada masa pemerintahannya menunjukkan masih belum maksimalnya upaya Presiden Megawati dalam penegakkan hukum terutama kasus-kasus KKN besar yang melibatkan pejabat negara. Belum maksimalnya penanganan kasus-kasus tersebut juga disebabkan karena kurangnya jumlah dan kualitas aparat penegak hukum sehingga proses hukum terhadap beberapa kasus berjalan sangat lambat dan berimbas pada belum adanya pembuktian dari kasus-kasus yang ditangani.

Namun keseriusan pemerintah untuk memerangi tindak pidana korupsi tercermin dari dikeluarkannya UU No. 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU No. 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Produk hukum tersebut merupakan produk hukum yang dikeluarkan khusus untuk memerangi korupsi.

Pengeluaran produk hukum tentang Tipikor diikuti dengan dikeluarkannya berbagai produk hukum lain seperti UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, UU No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, UU No. 22 Tahun 2002 tentang Grasi, UU No. 30 Tahun 2002 tentang Pembentukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), PP No, 41 Tahun 2002 tentang Kenaikan Jabatan dan Pangkat Hakim, Inpres No. 2 Tahun 2002 tentang Penambang Pasir Laut dan Inpres No. 8 Tahun 2002 tentang Pemberian Jaminan Kepastian Hukum Kepada Debitur yang Telah Menyelesaikan Kewajibannya atau Tindakan Hukum Kepada Debitur yang Tidak Menyelesaikan Kewajibannya Berdasarkan Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham.

f. Pelaksanaan Pemilu 2004
Pemilu tahun 2004 merupakan pemilu pertama dimana untuk pertama kalinya masyarakat pemilik hak suara dapat memilih wakil rakyat mereka di tingkat pusat dan daerah secara langsung. Pemilu untuk memilih anggota legislatif tersebut selanjutnya diikuti dengan pemihan umum untuk memilih presiden dan wakil presiden yang juga dipilih langsung oleh rakyat. Pemilihan anggota legislatif dan pemilu untuk memilih presiden dan wakil presiden memiliki keterkaitan erat karena setelah pemilu legislatif selesai, maka partai yang memiliki suara lebih besar atau sama dengan tiga persen dapat mencalonkan pasangan calon presiden dan wakil presidennya untuk maju ke pemilu presiden. Jika dalam pemilu presiden dan wakil presiden terdapat satu pasangan yang memperoleh suara lebih dari 50%, maka pasangan tersebut dinyatakan sebagai pasangan pemenang pemilu presiden.

Jika pada pemilu presiden tidak terdapat pasangan yang mendapatkan suara lebih dari 50%, maka pasangan yang mendapatkan suara tertinggi pertama dan kedua berhak mengikuti pemilu presiden putaran kedua.Pemilu legislatif 2004 yang diselenggarakan pada tanggal 5 April 2004 diikuti oleh 24 partai politik. Lima partai politik yang berhasil mendapatkan suara terbanyak adalah Partai Golkar (24.480.757 atau 21,58% suara), PDI-P (21.026.629 atau 18,53% suara), PKB (11.989.564 atau 10,57% suara), PPP (9.248.764 atau 8,15% suara) dan PAN (7.303.324 atau 6,44% suara).

Pemilu presiden yang diselenggarakan pada tanggal 5 Juli 2004 belum menghasilkan satu pasangan calon presiden dan calon wakil presiden yang mendapatkan suara lebih dari 50% sehingga pemilu presiden diselenggarakan dalam dua putaran. Dalam pemilu presiden putaran kedua yang diselenggarakan pada tanggal 20 September 2004, pasangan H. Susilo Bambang Yudhoyono dan Drs. Muhammad Jusuf Kalla mengungguli pasangan Hj. Megawati Soekarnoputri dan K.H. Ahmad Hasyim Muzadi. Pada pemilu putaran kedua tersebut, pasangan Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla memperoleh 62.266.350 suara atau 60,62% sementara pasangan Hj. Megawati Soekarnoputri dan K.H. Ahmad Hasyim Muzadi memperoleh 44.990.704 suara atau 39,38% . (Gonggong & Asy’arie, 2005: 239).

4. Masa Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
Susilo Bambang Yudhoyono adalah presiden pertama RI yang dipilih secara langsung oleh rakyat. Susilo Bambang Yudhoyono yang sering disapa SBY dan Jusuf Kalla dilantik oleh MPR sebagai presiden dan wakil presiden RI ke-6 pada tanggal 20 Oktober 2004.Terpilihnya pasangan Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla menjadi presiden dan wakil presiden diikuti dengan berbagai aksi protes mahasiswa, diantaranya aksi yang dilakukan oleh mahasiswa Universitas Udayana, Denpasar, Bali, yang meminta agar presiden terpilih segera merealisasikan janji-janji mereka selama kampanye presiden. Tidak lama setelah terpilih, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sendiri segera membentuk susunan kabinet pemerintahannya yang diberi nama Kabinet Indonesia Bersatu.

Salah satu program pengentasan kemiskinan yang dilakukan pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono adalah bantuan langsung tunai (BLT). Pada tahun 2006, BLT dianggarkan sebesar Rp. 18,8 triliun untuk 19,1 juta keluarga. Tahun 2007 dilakukan BLT bersyarat bagi 500 ribu rumah tangga miskin di 7 propinsi, 51 kabupaten, 348 kecamatan. Bantuan tersebut meliputi bantuan tetap, pendidikan, kesehatan dengan rata-rata bantuan per rumah tangga sebesar Rp. 1.390.000 (Suasta, 2013: 31-33).Selain memfokuskan pada manusia dan rumah tangganya, program pengentasan kemiskinan juga berupaya untuk memperbaiki fisik lingkungan dan prasarananya seperti gedung sekolah, fasilitas kesehatan, jalan, air bersih, dll.

a. Upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Sejak krisis yang dialami bangsa pada tahun 1998, kondisi perekonomian masyarakat Indonesia belum pulih. Upaya pengentasan kemiskinan yang juga pernah dicanangkan oleh presiden sebelumnya masih belum terlaksana sepenuhnya. Kondisi ini diperparah dengan terjadinya sejumlah bencana alam terutama tragedi tsunami di Aceh yang merenggut banyak korban dengan kerugian material yang sangat besar. Presiden SBY bersama Kabinet Indonesia Bersatu segera mengambil langkah-langkah penanggulangan pasca bencana. Salah satunya adalah dengan menetapkan Keputusan Presiden Nomor 30 Tahun 2005 mengenai Rencana Induk Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah dan Kehidupan Masyarakat Aceh dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatra Utara. Selain itu dibentuk pula Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah dan Kehidupan Masyarakat Aceh dan Nias (Yudhoyono, 2013).

Pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, upaya untuk pengentasan kemiskinan direalisasikan melalui peningkatan anggaran di sektor pertanian termasuk upaya untuk swasembada pangan. Anggaran untuk sektor ini yang semula hanya sebesar 3,6 triliun rupiah ditingkatkan menjadi 10,1 triliun rupiah. Untuk mendukung perbaikan di sektor pertanian, pemerintah menyediakan pupuk murah bagi petani. Selain berupaya memperkuat ketahanan pangan, pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga berupaya memperbaiki sektor pendidikan dengan cara meningkatkan anggaran pendidikan yang semula berjumlah 21,49 triliun pada tahun 2004 menjadi 50 triliun pada tahun 2007. Seiring dengan itu, program bantuan operasional sekolah atau BOS juga ditingkatkan. Perbaikan di sektor pendidikan ini berhasil menurunkan persentase tingkat putus sekolahdari 4,25% pada tahun 2005 menjadi 1,5% pada tahun 2006. Selain upaya untuk memperbaiki kelangsungan pendidikan para peserta didik, pemerintah juga meningkatkan tunjangan kesejahteraan tenaga pendidik.

Di bidang kesehatan, pemerintah memberikan bantuan kesehatan gratis untuk berobat ke puskesmas dan rumah sakit melalui pemberian Asuransi Kesehatan Masyarakat Miskin dan beberapa kali menurunkan harga obat generik. (Suasta, 2013: 33-36). Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga memberikan perhatian besar pada permasalahan kesejahteraan rakyat lainnya seperti sektor perumahan, pengembangan usaha kecil, peningkatan kesejahteraan PNS termasuk prajurit TNI dan Polri dan juga kesejahteraan buruh. Pelayanan dan fasilitas publik juga ditingkatan. Di bidang hukum, upaya pemerintah untuk melanjutkan program pemberantasan korupsi dan penegakkan supremasi hukum jugamendapat perhatian pemerintah.

b. Reformasi di Bidang Politik dan Upaya Menjaga Kesolidan Pemerintahan
Setgab merupakan format koalisi yang dianggap SBY sesuai dengan etika demokrasi dan dibentuk sebagai sarana komunikasi politik pada masa pemerintahan SBY (Suasta, 2013: 25).Sejalan dengan upaya menjaga kesolidan pemerintahan, pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga melanjutkan reformasi politik seperti yang telah dirintis oleh pemerintahan sebelumnya pada era reformasi. Upaya untuk penerapan otonomi daerah dengan cara mengurangi wewenang pemerintah pusat dan memperluas wewenang pemerintah daerah dilakukan secara proporsional dan seimbang. (Suasta, 2013: 259). Selain itu, pemerintah juga mengupayakan reformasi birokrasi yang mengedepankan aspek transparansi, partisipasi dan akuntabilitas demi menciptakan good governance. Reformasi birokrasi tersebut diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan rakyat terhadap pemerintah karena proses pengambilan keputusan dilakukan secara transparan dan dapat diakses oleh masyarakat terutama dalam pengambilan keputusan yang terkait langsung dengan hajat hidup orang banyak seperti masalah kenaikan BBM dan pengadilan terhadap para koruptor.
Untuk membangun komunikasi yang efektif dengan masyarakat, pemerintah memaksimalkan penggunaan media sosial seperti SMS online dan twitter, Melalui media tersebut, partisipasi masyarakat dalam perjalanan pemerintahan diharapkan meningkat. Di sisi lain pemerintah dapat dengan cepat mengetahui pendapat masyarakat terkait masalah-masalah tertentu termasuk opini masyarakat terhadap berbagai kebijakan pemerintah dalam kasus-kasus yang dianggap krusial.

c. Upaya untuk menyelesaikan konflik dalam negeri
Selain berupaya untuk menjaga kedaulatan wilayah dari ancaman luar, upaya internal yang dilakukan pemerintah untuk menjaga kedaulatan wilayah adalah mencegah terjadinya disintegrasi di wilayah konflik.

Konflik berkepanjangan di wilayah Aceh dan Papua yang belum juga berhasil diselesaikan pada masa pemerintahan presiden sebelumnya, mendapat perhatian serius dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Kendati telah dilakukan pendekatan baru melalui dialog pada masa pemerintahan Presiden B.J. Habibie termasuk dengan mencabut status DOM yang diterapkan oleh pemerintah Orde Baru, namun konflik di Aceh tidak kunjung selesai.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, pemerintah berupaya untuk lebih mengefektifkan forum-forum dialog mulai dari tingkat lokal Aceh hingga tingkat internasional. Di tingkat internasional, upaya tersebut menghasilkan Geneva Agreement(Kesepakatan Penghentian Permusuhan/Cessation of Hostilities Agreement(CoHA). Tujuan dari kesepakatan tersebut adalah menghentikan segala bentuk pertempuran sekaligus menjadi kerangka dasar dalam upaya negosiasi damai diantara semua pihak yang berseteru di Aceh. Namun pada kenyataannya, CoHA dan pembentukkan komite keamanan bersama belum mampu menciptakan perdamaian yang sesungguhnya. Belum dapat dilaksanakannya kesepakatan tersebut dikarenakan minimnya dukungan di tingkat domestik, baik dari kalangan DPR maupun militer selain tidak adanya pula dukungan dari pihak GAM (Gerakan Aceh Merdeka). (Yudhoyono, 2013).Selain berupaya menyelesaikan konflik Aceh melalui perundingan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga melakukan pendekatan langsung dengan masyarakat Aceh melalui kunjungan yang dilakukan ke Aceh pada tanggal 26 November 2004. Dalam kunjungan tersebut, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menekankan pentingnya penerapan otonomi khusus di Aceh sebagai sebuah otonomi yang luas. Presiden juga berupaya untuk membicarakan amnesti dengan DPR bagi anggota GAM seraya menekankan bahwa solusi militer tidak akan menyelesaikan masalah Aceh secara permanen.

Selain konflik di Aceh, konflik lain yang berpotensi menjadi konflik berskala luas adalah konflik bernuansa agama di Poso. Konflik yang dimulai pada tahun 1998 tersebut terus berlanjut hingga masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Salah satu kebijakan presiden untuk menyelesaikan konflik Poso adalah dengan mengeluarkan Intruksi Presiden No 14 Tahun 2005 tentang langkah-langkah komprehensif penanganan masalah Poso.

Melalui Inpres tersebut, Presiden menginstruksikan untuk:
1. Melaksanakan percepatan penanganan masalah Poso melalui langkah- langkah komprehensif, terpadu dan terkoordinasi.
2. Menindak secara tegas setiap kasus kriminal, korupsi dan teror serta mengungkap jaringannya.
3. Upaya penanganan masalah Poso dilakukan dengan tetap memperhatikan Deklarasi Malino 20 Desember 2001.

Selain konflik Aceh dan Poso, konflik lain yang mendapat perhatian serius pemerintah adalah konflik di Papua. Seperti halnya konflik di Aceh, upaya untuk menyelesaikan konflik di Papua juga mengedepankan aspek dialog dan upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kurangnya keadilan bagi masyarakat Papua menimbulkan adanya perlawanan dan keinginan sebagian masyarakat untuk memisahkan diri dari NKRI. Perhatian pemerintah sudah sewajarnya lebih diberikan untuk meningkatkan sisi ekonomi dan pemberdayaan sumber daya manusia masyarakat yang tinggal di wilayah ini melalui pemberian pelatihan untuk meningkatkan keterampilan mereka di bidang pertanian dan pemahaman birokrasi, terlebih propinsi Papua memiliki sumber daya alam besar terutama di sektor pertambangan. Terkait dengan itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga mengeluarkan kebijakan otonomi khusus bagi Papua. Otonomi khusus tersebut diharapkan dapat memberikan porsi keberpihakan, perlindungan dan pemberdayaan kepada orang asli Papua.

Kebijakan tersebut didukung oleh pemerintah melalui aliran dana yang cukup besar agar rakyat Papua dapat menikmati rasa aman dan tentram di tengah derap pembangunan (Suasta, 2013: 294).

d. Pelaksanaan Pemilu 2009
Berbagai pencapaian pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meningkatkan popularitas dan kepercayaan masyarakat kepadanya. Hal ini juga tidak terlepas dari gaya kepemimpinan yang berkorelasi dengan penerapan berbagai kebijakan pemerintah yang efektif di lapangan. Transparansi dan partisipasi masyarakat juga menjadi faktor penting yang berperan sebagai modal sosial dalam pembangunan termasuk adanya sinergi antara pemerintah dengan dunia usaha dan perguruan tinggi. Selain itu, situasi dalam negeri yang semakin kondusif termasuk meredanya beberapa konflik dalam negeri meningkatkan investor asing untuk menanamkan modal mereka di Indonesia sekaligus membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat Indonesia. Kondisi ini ikut mengurangi angka pengangguran yang di awal pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono masih sangat tinggi. keberhasilan beberapa program pembangunan juga tidak terlepas dari adanya stabilitas politik, keamanan, dan ketertiban serta harmoni sosial.

Berbagai pencapaian pada masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang dirasakan langsung oleh masyarakat menjadi modal bagi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk kembali maju sebagai calon presiden pada pemilu presiden tahun 2009. Berpasangan dengan seorang ahli ekonomi yakni Boediono, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berhasil mendapatkan kembali mandat dari rakyat untuk memimpin Indonesia untuk masa pemerintahan berikutnya. Pada pemilu presiden yang diselenggarakan pada tanggal 8 Juli 2009 pasangan Susilo Bambang Yudhoyono berhasil memenangkan pemilu hanya melalui satu putaran.


Back To Top