Blog Kang One

Catatan Sederhana untuk Berbagi

TRITURA (Tiga Tuntutan Rakyat)

Tri Tuntutan Rakyat ( TRITURA ) 10 Januari 1966



Pasca pemberontakan G-30-S/PKI (Partai Komunis Indonesia) pada tanggal 30 September 1965 telah menimbulkan krisis kepemimpinan nasional yang berdampak buruk terhadap segala aspek kehidupan masyarakat Indonesia. Kondisi ini menjadi pemicu munculnya gelombang ketidakpercayaan masyarakat, terutama gerakan-gerakan mahasiswa terhadap kebijakan-kebijakan yang dilaksanakan Presiden Ir. Sukarno dalam menangani persoalan-persoalan politik, keamanan dan ekonomi pasca pemberontakan G-30-S/PKI (Partai Komunis Indonesia).




Menjelang akhir tahun 1965 pemerintah membuat kebijakan mendevaluasikan rupiah dan menaikkan harga minyak bumi. Kebijakan tersebut menyulut demontrasi besar-besaran dikalangan mahasiswa. Pada tanggal 10 Januari 1966 Mahasiswa melancarkan tuntutan yang dikenal dengan nama Tri Tuntutan Rakyat (Tritura) meliputi:

1.Pembubaran Partai Komunis Indonesia (PKI);
2.Retooling Kabinet/ Bersihkan kabinet dari unsur-unsur PKI/ Bubarkan kabinet 100 Menter;
3.Penurunan Harga/Perbaikan Ekonomi.

Tuntutan mahasiswa mendapat sambutan positif dari Team Pelaksana Musyawarah Exponen Angkatan ’45. Berita Antara 14 Januari 1966 memberitakan bahwa Team tersebut telah mengemukakan pandangannya, bahwa tuntutan para mahasiswa akhir-akhir ini melalui demonstrasi-demonstrasi perlu mendapat sambutan baik atas dasar factor-faktor obyektif serta situasi kongrit dewasa ini. Tuntutan mahasiswa yang tercermin dalam demonstrasi terus-menerus setiap hari dan dipimpin oleh Kesatuan Aksi Mahsiswa Indonesia (KAMI) berpokok pada soal pembubaran PKI dan ormas-ormasnya, retooling Kabinet Dwikora dan penurunan kenaikan tarif-harga.


Mengenai tuntutan melakukan retooling cabinet yang sekarang ini, Musyawarah Exponen Angkatan ’45 dalam pernyataan tersebut yang telah diedarkan menyatakan dukungannya. Musyawarah Exponen Angkatan ’45 juga menandaskan hendak membantu Wakil Perdana Menteri III, Chaerul Saleh, salah seorang tokoh angkatan ’45, untuk mengadakan konsultasi atas dasar musjawarah dan mufakat dengan segenap pihak yang bersangkutan. Oleh karena itu, perlu diingatkan pentingnya mempertahankan gotong royong dan persatuan progresif revolusioner guna mengatasi situasi tanah air dari ancaman G-30-S/PKI, terutama di bidang ekonomi.

Dalam menunjukkan keinginan membantu Wakil Perdana Menteri III untuk mengadakan konsultasi dengan segenap pihak yang bersangkutan, Musyawarah Exponen Angkatan ’45 menyarankan agar kebijakan ekonomi menekankan pada pendekatan produksi dalam rangka memberantas inflasi. Gaji pegawai, buruh dan prajurit setiap bulan minimal harus berada di atas kebutuhan fisik minimum keluarga mereka. Dikemukakan selanjutnya bahwa sementara menunggu perkembangan produksi sebagai alat satu-satunya mencegah inflasi, maka kebutuhan barang-barang pokok harus dicukupi jumlahnya dengan cara apa pun. Segenap alat distribusi harus diawasi secara ketat hingga seluruhnya dikuasai oleh pemerintah sambil melaksanakan Keputusan MPRS tentang pelaksanaan alat-alat distribusi yang dipegang oleh koperasi rakyat. Pernyataan dari Musyawarah Exponen Angkatan ’45 ditandatangani oleh Mayor Jenderal Djamin Gintings, Brigadir Jenderal Djuhartono, Brigadir Jenderal Pol. Sujono, SH, Letnan Kolonel Chandra Hasan, Letnan Kolonel Dominggus Nanlohy, Drosek Zakaria Raib, Alizar Thaib, Ishak Djanggawirana, Armansyah, Herman Wanggamihardja, Ismael Agung Witono dan Soekandja.

Masih terkait dengan Tri Tuntutan Rakyat (Tritura), di Bandung hari kamis tanggal 13 Januari 1966 terjadi demonstrasi yang diikuti kurang lebih 2.000 mahasiswa dan pelajar untuk menuntut penurunan harga dan pembubaran PKI. Awalnya demonstrasi tersebut nyaris tidak terkendali, akhirnya pihak keamanan dapat membubarkan demonstrasi mahasiswa dan pelajar itu. Dalam demonstrasi tersebut mahasiswa dan pelajar meneriakan yel-yel “turunkan harga”, “kita tidak perlu monumen-monumen lagi”, “kita perlu industri”, “hancurkan gestapu”, “bubarkan PKI”.

Dalam kesempatan itu, Walikota Priatnakusumah tidak bisa menyampaikan pendiriannya sewaktu menghadapi demonstrasi tersebut, karena setiap ia akan berbicara, teriakan “kita bosan dengan pidato” menyebabkan pidato Walikota Priatnakusumah tidak terdengar sampai jauh, karena kabel pengeras suara yang digunakan Walikota berbicara, diputuskan orang.

Kurang lebih tiga jam mahasiswa-mahasiswa dan pelajar-pelajar Bandung berdemonstrasi di halaman kotapraja. Mereka dikoordinasi oleh KAMI, dan dalam kesempatan itu seorang pimpinannya membacakan petisi dan resolusi yang akan mereka sampaikan pula kepada Presiden/Pemimpin Besar Revolusi Bung Karno. Dijelaskan dalam petisi dan resolusi tersebut bahwa tuntutan para mahasiswa dan pelajar Bandung ini adalah mengingat penderitaan rakyat dewasa ini. Disebutkan pula bahwa mahasiswa dan pelajar Bandung solider dengan aksi yang telah dilaksanakan mahasiswa-mahasiswa Ibukota baru-baru ini di Jakarta dalam membela kepentingan rakyat.

Menindaklanjuti demonstrasi mahasiswa yang semakin gencar di berbagai daerah Presidium Pusat KAMI telah menginstruksikan mahasiswa Indonesia khususnya yang berada di Jakarta dan yang bernaung di bawah panji KAMI untuk mempertinggi kewaspadaan dan jangan bertindak sendiri-sendiri. Instruksi itu diberikan berhubung dengan terjadinya insiden antara unsur-unsur Front Marhaenis (Ali-Surachman) dengan mahasiswa-mahasiswa dari kalangan KAMI ketika mereka sedang mendengar amanat Presiden/ Pemimpin Besar Revolusi Bung Karno di Istana Merdeka. Insiden Istana Merdeka ini telah membawa korban, beberapa orang mahasiswi terpaksa diangkut ke rumah sakit karena terluka.

Kepada pimpinan organisasi-organisasi mahasiswa seperti PMII, PMKRI, GMKI, GMNI, IMADA, HMI, SEMMI, GERMAHII, MAPANTJAS, PELMASI, GMD, IMABA, CSB, GMS, GMRI, KAMI Universitas-Universitas, KAMI Akademi-Akademi, Dewan-Dewan Mahasiswa dan seluruh rakyat Indonesia diserukan oleh Presidium Pusat KAMI agar tetap siaga menghadapi kemungkinan terjadinya tindakan-tindakan kasar seperti yang terjadi pada demonstrasi mahasiswa sebelumnya. Diserukan agar mahasiswa itu merapatkan barisan dan menyelamatkan revolusi Indonesia di bawah komando Presiden Sukarno dari rongrongan “nekolim” dan antek-antek “gestapu”/PKI.

Ketua Umum Presidium Pusat KAMI, Cosmas Batubara, dalam penjelasannya mengenai insiden di Istana Merdeka menerangkan antara lain bahwa beberapa rombongan mahasiswa yang tergabung dalam KAMI ketika sedang khidmatnya mendengarkan amanat Presiden Sukarno “telah dicegat dan dan diprovokasi dan akhirnya dikeroyok oleh segerombolan orang-orang yang bertindak liar dan mata gelap”. Terjadinya insiden tertsebut yang menurut Cosmas Batubara telah ditimbulkan oleh golongan Front Marhaenis yang menurut keyakinannya disusupi oleh anasir-anasir CGMI, telah dilaporkan kepada pihak yang berwajib. Menurut pendapat anggota pimpinan KAMI tersebut, tindakan liar yang mengakibatkan terjadinya insiden tersebut telah menodai barisan Sukarno yang dikomandokan oleh Pemimpin Besar Revolusi untuk mempersatukan segenap kekuatan rakyat yang progresif revolusioner dalam menghancurkan nekolim dan “Gestapu”/PKI.

Dalam hubungan ini, pada tanggal 21 Januari 1966 ketua KAMI Pusat tersebut menginstruksikan kepada segenap mahasiswa yang tergabung dalam KAMI Pusat di seluruh kota-kota Universitas dan perguruan tinggi di Indonesia harus bersikap sebagai berikut:

  1. Tetap merapatkan barisan perjuangan mahasiswa, tetap berdiri di belakang Pemimpin Besar Revolusi Bung Karno;
  2. Menggalang kekompakan kesatuan segenap potensi mahasiswa dengan semangat rela berkorban, berdisiplin, serta ikhlas mengabdi menjadi satu front yang bisa diuji kemampuannya oleh Pemimpin Besar Revolusi Bung Karno;
  3. Terus meningkatkan penghayatan tritunggal Bung Karno-Rakyat-ABRI dalam satu front demi kepentingan rakyat, nusa dan bangsa menghadapi rongrongan nekolim dan unsur-unsur Gestapu/PKI;
  4. Mendaftarkan dengan segera pada barisan pendukung Bung Karno pada Gabungan V KOTI untuk tingkat pusat dan Pepelrada setempat untuk tingkat daerah;
  5. Tetap waspada akan usaha pecah belah, intrik, adu-domba serta pancingan-pancingan dari pihak nekolim ataupun antek-antek Gestapu/PKI.


Pada tanggal 21 Februari 1966 Presiden Sukarno mengumumkan reshuffle cabinet. Dalam kabinet itu duduk para simpatisan PKI. Kenyataan ini menyulut kembali mahasiswa meningkatkan aksi demonstrasinya. Tanggal 24 Februari 1966 mahasiswa memboikot pelantikan menteri-menteri baru. Dalam insiden yang terjadi dengan Resimen Cakrabirawa, Pasukan Pengawal Presiden Sukarno, seorang mahasiswa Arief Rahman Hakim Gugur. Pada tanggal 25 Februari 1966 KAMI dibubarkan, namun hal itu tidak mengurangi gerakan-gerakan mahasiswa untuk melanjutkan Tri Tuntutan Rakyat (Tritura).

Akhirnya, Tujuan dari Tri Tuntutan Rakyat dapat terwujud dengan keluarnya Surat Perintah 11 Maret 1966 (Supersemar) yang memerintahkan kepada Mayor Jenderal Suharto untuk membubarkan Partai Komunis Indonesia dan ormas-ormasnya. Selain itu, Supersemar juga mengamanatkan agar meningkatkan perekonomian Indonesia sehingga dapat terwujud kesejahteraan sosial dan ekonomi bagi seluruh rakyat Indonesia.


Sumber dari ANRI
Labels: sejarah, TRITURA

Thanks for reading TRITURA (Tiga Tuntutan Rakyat). Please share...!

Back To Top