HUKUM ZAKAT FITRAH DENGAN MENGGUNAKAN UANG
1. Mazhab Syafi’i (Qaul Mu’tamad) dan Jumhur Ulama ; Tidak Membolehkan dan tidak mengesahkan Zakat Fitrah dengan menggunakan uang (Qimah), tetapi hanya dengan beras dengan kadar 1 sha’ atau sebesar 2,75 kg / 2,5 kg atau 3,5 liter.
#Solusi alternatif bagi muzakki yang akan menunaikan zakat fitrah dengan uang, adalah panitia/amil menyediakan beras untuk dibeli oleh Muzakki terlebih dahulu, kemudian setelah dibeli, mereka menyerahkannya kepada amil/panitia zakat
#Dan perlu diperhatikan baik-baik, bahwa beras yang di jual adalah beras murni persediaan panitia, bukan beras yang telah diterima panitia dari hasil zakat beras orang lain yang terlebih dahulu datang kemudian beras zakat itu dijual kembali kepada muzakki lain yang datang kemudian. Menjual beras zakat seperti ini tidak diperbolehkan
2. Mazhab Hanafi ; boleh zakat fitrah menggunakan uang (Qimah). Maka bagi yang berzakat firah dengan menggunakan uang, bertaklid ke mazhab Hanafi, dan dengan konsisten mengikuti mazhab Hanafi secara total (aturan dan ketentuannya -- yakni senilai harga kurma, anggur, gandum sebagai patokannya sebesar : 3, 8 kg).
Termasuk dalam kelompok ini, Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi DKI Jakarta tentang Hukum dan Pedoman Pelaksanaan Zakat Fitrah dengan Uang, tanggal 9 Juni 2018, dan Surat Edaran Bersama Lembaga Bahtsul Masail (LBM) PWNU Jawa Timur dan Surat Edaran Lazisnu Jawa Timur tanggal 13 Mei 2020, tentang Pedoman dan Kadar Zakat Fitrah.
Menurut MUI Jakarta, perhitungan zakat dalam bentuk uang harus mengikuti Hanafiyah, yaitu 1/2 shâ‘ gandum (burr/hinthah) termasuk tepungnya (sawiq), dan kismis (dzabîb) atau 1 shâ‘ kurma (tamr), jelai (sya‘îr)dan keju, senilai 3,2615 kg (3,3 kg).
Dalam Surat Edaran Bersama LBMNU Jawa Timur disebutkan lebih rinci ketentuan tata cara pembayaran menggunakan uang, harus mengikuti mazhab Hanafi secara total, dengan uang senilai 3,8 kg kurma yang berkualitas, bahkan diperinci kadarnya satu sha’ 3,8 kg sesuai salah satu pilihan takaran harga.
Berikut kutifan kadar Zakat Fitrah Lembaga Bahtsul Masail (LBM) PWNU Jawa Timur (Mei 2020) :
KURMA
- Kurma Ajwa =
Rp 1.140.000 (setiap jiwa)
- Kurma Sukari/Sejenisnya =
Rp 342.000 setiap Jiwa)
- Kurma Kholas =
Rp 171.000 (setiap jiwa)
ANGGUR KERING / KISMIS
- Kismis Jumbo =
Rp 570.000 (setiap jiwa)
- Kismis Kecil =
Rp 380.000 (setiap jiwa)
GANDUM
- 1 sha' =
Rp 126.000 (setiap jiwa)
- 1/2 sha' =
Rp. 63.000 (setiap jiwa)
3. Imam ar-Ruyani (415 H) ulama mazhab Syafiiyah (Qaul Dhoif) ; boleh zakat fitrah menggunakan uang.
Pendapat ini juga dijadikan dasar oleh Keputusan BM LBM PWNU Provinsi Banten tentang Sahnya Zakat Fitrah dengan Uang dalam mazhab Syafi’i, tanggal 18 Mei 2020, dengan berpijak pada kitab Thabaqât al-Fuqahâ’ al-Syâfi‘iyîn karya ‘Imâd ad-Dîn Ibn Katsîr, Dâr al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1971, Juz II, hlm. 24.
Pendapat Imam ar-Ruyani meskipun lemah, dipandang lebih baik daripada berpindah mazhab atau mengikuti mazhab lainnya (intiqâl al-mazhab/talfîq), dengan zakatnya 2,5 kg / 2,75 kg atau 3,5 liter beras.
4. Hasil bahtsul masail LBM PBNU tentang Pembayaran Zakat Fitrah dengan Uang, tertanggal 18 Mei 2020, dengan mengunakan model intiqâl al-mazhab fî ba‘dh al-masâ’il (berpindah mazhab dalam sebagian masalah/tidak secara utuh) ; Boleh zakat fitrah dengan menggunakan uang mengikuti pendapat Hanafiyah dan Syekh Ibn Qasim, seorang ulama Malikiyah, dengan mengikuti mazhab Syafiiyah dalam menggunakan nominal harga beras sesuai kualitas layak konsumsi masyarakat sebesar 2,5 kg / 2,75 kg atau 3,5 liter beras.
Tentang besaran zakatnya tersebut mengikuti mazhab Syafiiyah, tidak mengikuti pendapat Hanafiyah, yang bila dibandingkan nominalnya justru lebih besar/berat daripada ukuran Syafiiyah, terlebih menggunakan nominal selain beras (apalagi kurma).
Pandangan ini merujuk pada keterangan dalam kitab Syekh Nawawi al-Bantani, al-Tsimâr al-Yâni‘ah Syarh Riyâdh al-Badî‘ah (Mesir: Dâr Ihyâ’ al-Turâts, t.t., hlm. 13), tentang model intiqâl (merangkai pelaksanaan suatu perbuatan hukum dengan cara melompat dari satu pendapat ke pendapat lain) ada tiga pendapat: dilarang mutlak; dibolehkan mutlak; dan tafshîl (diperinci), boleh bila tidak tidak menyalahi ijma’, tetapi tidak boleh bila menyalahi ijma’, seperti nikah tanpa mahar, tanpa wali dan sekaligus tanpa saksi, karena ini tidak ada ulama yang membolehkan.
Dirangkum & disusun oleh :
Al Faqir Ubaidillah
13 Sya'ban 1442 H/27 Maret 2021