Blog Kang One

Catatan Sederhana untuk Berbagi

Materi 8 Terbentuknya NKRI

Menganalisis Terbentuknya NKRI


Gambar 5.17 Peta Negara Republik Indonesia.


Pada saat proklamasi dibacakan, negara Indonesia belum sepenuhnya terbentuk. Mengapa demikian? Karena syarat kelengkapan negara pada saat itu belum semua terpenuhi. Apa saja syarat berdirinya negara? Selain memiliki wilayah, negara harus memiliki struktur pemerintahan, diakui negara lain, dan memiliki kelengkapan lain seperti undang-undang atau peraturan hukum.
Di antara persyaratan tersebut, syarat utama yang belum terpenuhi adalah struktur pemerintahan dan pengakuan dari negara lain. Ingat, proklamasi kemerdekaan Indonesia tidak mengundang secara resmi berbagai duta besar negara lain, karena memang sebelum proklamasi pemerintahan yang ada adalah pemerintahan Jepang!

1. Pengesahan UUD 1945 dan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden
Kelengkapan-kelengkapan negara harus segera dipenuhi oleh Indonesia, yang baru saja merdeka. Salah satu hal terpenting yang harus dipenuhi adalah Undang-Undang Dasar (UUD). Pada tanggal 18 Agustus 1945, PPKI melakukan sidang yang menghasilkan persetujuan dan pengesahan UUD (Undang-Undang Dasar), yang kemudian dikenal sebagai UUD 1945.

Bagaimana proses persidangan tersebut?

Setelah proklamasi, PPKI melakukan rapat pertama di Pejambon (sekarang dikenal sebagai gedung Pancasila). Sekitar pukul 11.30, sidang pleno dibuka Sebelum konsep itu disahkan, atas prakarsa Moh. Hatta, berdasarkan pesan dari tokoh Kristen dari Indonesia bagian Timur, sila pertama dasar negara yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945 yang berbunyi “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya”, diubah menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Rumusan itu telah dikonsultasikan Hatta kepada pemuka Islam seperti, Ki Bagoes Hadikusumo, Wahid Hasyim, Kasman Singodimedjo, dan Tengku Moh. Hasan. Pertimbangan itu diambil karena suatu pernyataan pokok mengenai seluruh bangsa tidaklah tepat hanya menyangkut identitas sebagian dari rakyat Indonesia sekalipun merupakan bagian yang terbesar. Berdasarkan rumusan tersebut, maka Pancasila secara resmi ditetapkan sebagai dasar negara oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia, 18 Agustus 1945. Serta perubahan kecil pada istilah dan strukturnya.



Gambar 5.18 Sidang pengesahan UUD 1945

di bawah pimpinan Soekarno. Kemudian dilaksanakan acara pemandangan umum, yang dilanjutkan dengan pembahasan bab demi bab dan pasal demi pasal. Sidang dilanjutkan dengan pemilihan presiden dan wakil presiden. Sebagai dasar hukum pemilihan presiden dan wakil presiden tersebut, harus disahkan dulu pasal 3 dari Aturan Peralihan. Ini menandai untuk pertama kalinya presiden dan wakil presiden dipilih oleh PPKI. Kertas suara dibagikan, tetapi atas usul Otto Iskandardinata, maka secara aklamasi terpilih Ir. Soekarno sebagai Presiden RI, dan Drs. Moh. Hatta sebagai Wakil Presiden Rl. Sesudah itu, pasal-pasal yang tersisa yang berkaitan dengan Aturan Peralihan dan Aturan Tambahan disetujui. Setelah menjadi presiden, Soekarno kemudian menunjuk sembilan orang anggota PPKI sebagai Panitia Kecil dipimpin oleh Otto Iskandardinata. Tim ini bertugas merumuskan pembagian wilayah negara Indonesia.

2. Pembentukan Departemen dan Pemerintahan Daerah
Sidang PPKI dilanjutkan kembali pada tanggal 19 Agustus 1945. Acara yang pertama adalah membahas hasil kerja Panitia Kecil yang dipimpin oleh Otto Iskandardinata. Sebelum acara dimulai, Presiden Soekarno ternyata telah menunjuk Ahmad Subarjo, Sutarjo Kartohadikusumo dan Kasman Singodimejo sebagai Panitia Kecil yang ditugasi merumuskan bentuk departemen bagi pemerintahan RI, tetapi bukan personalianya (pejabatnya).

Otto Iskandardinata menyampaikan hasil kerja Panitia Kecil yang dipimpinnya. Hasil keputusannya tentang pembagian wilayah NKRI menjadi delapan provinsi, yaitu sebagai berikut :
1.       Jawa Tengah
2.      Jawa Timur
3.       Borneo (Kalimantan)
4.      Sulawesi
5.      Maluku
6        Sunda Kecil
7.       Sumatra

Di samping delapan wilayah tersebut, masih ditambah Daerah Istimewa Yogyakarta dan Surakarta. Setelah itu, sidang dilanjutkan mendengarkan laporan Ahmad Subarjo, mengenai pembagian departemen atau kementerian.

Adapun hasil yang disepakati, NKRI terbagi atas 12 departemen sebagai berikut.
a.       Kementerian Dalam Negeri
b.      Kementerian Luar Negeri
c.       Kementerian Kehakiman
d.      Kementerian Keuangan
e.      Kementerian Kemakmuran
f.        Kementerian Kesehatan
g.       Kementerian Pengajaran
h.      Kementerian Sosial
i.         Kementerian Pertahanan
j.        Kementerian Penerangan
k.       Kementerian Perhubungan
l.         Kementerian Pekerjaan Umum
Di samping itu juga ada Kementerian Negara.

3. Pembentukan Badan-Badan Negara
Pada malam hari tanggal 19 Agustus 1945, di Jln. Gambir Selatan (sekarang Merdeka Selatan) No. 10, Presiden Soekarno, Wakil Presiden Hatta, Mr. Sartono, Suwirjo, Otto Iskandardinata, Sukardjo Wirjopranoto, dr. Buntaran, Mr. A.G. Pringgodigdo, Sutardjo Kartohadikusumo, dan dr. Tajuluddin, berkumpul untuk membahas siapa saja yang akan diangkat sebagai anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP). Selanjutnya disepakati bahwa rapat KNIP direncanakan tanggal 29 Agustus 1945.

KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat) diresmikan dan anggota-anggotanya dilantik pada tanggal 29 Agustus 1945. Pelantikan ini dilangsungkan di gedung Kesenian Pasar Baru, Jakarta. Sebagai ketua KNIP adalah Mr. Kasman Singodimejo, dengan beberapa wakilnya, yakni Sutarjo Kartohadikusumo, Mr. Latuharhary, dan Adam Malik.

Tanggal 16 Oktober 1945, diselenggarakan sidang KNIP yang bertempat di Gedung Balai Muslimin Indonesia, Jakarta. Sidang ini dipimpin oleh Kasman Singodimejo. Dalam sidang ini juga diusulkan kepada Presiden agar KNIP diberi hak legislatif selama DPR dan MPR belum terbentuk. Hal ini dirasa penting, karena dalam rangka menegakkan kewibawaan kehidupan kenegaraan.

Syahrir dan Amir Syarifudin mengusulkan adanya BPKNIP (Badan Pekerja KNIP) untuk menghadapi suasana genting. BPKNIP akan mengerjakan tugas-tugas operasional dari KNIP.
Berdasarkan usul-usul dalam sidang tersebut, maka Wakil Presiden selaku wakil pemerintah, mengeluarkan maklumat yang lazim disebut Maklumat Wakil Presiden No. X. Bunyi maklumat itu sebagai berikut:

MAKLUMAT WAKIL PRESIDEN NO. X
KOMITE NASIONAL PUSAT, PEMBERIAN KEKUASAAN
LEGISLATIF KEPADA KOMITE NASIONAL PUSAT
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

SESUDAH MENDENGAR pembicaraan oleh Komite Nasional Pusat tentang usul supaya Majelis Permusyawaratan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat dibentuk, kekuasaannya yang hingga sekarang dijalankan oleh Presiden dengan bantuan sebuah Komite Nasional menurut Pasal IV Aturan Peralihan dan Undang-Undang Dasar hendaknya dikerjakan oleh Komite Nasional Pusat dan supaya pekerjaan Komite Nasional Pusat itu sehari-harinya berhubung dengan gentingnya keadaan dijalankan oleh sebuah badan bernama Dewan Pekerja yang bertanggung jawab kepada Komite Nasional Pusat;

MENIMBANG bahwa di dalam keadaan yang genting ini perlu ada badan yang ikut bertanggung jawab tentang nasib bangsa Indonesia, di sebelah pemerintah.

MENIMBANG selanjutnya bahwa usul tadi berdasarkan paham kedaulatan rakyat.

MEMUTUSKAN:
Bahwa Komite Nasional Pusat, sebelum terbentuk Majelis Permusyawaratan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat diserahi kekuasaaan legislatif dan ikut menetapkan Garis-Garis Besar daripada Haluan Negara, serta menyetujui bahwa pekerjaan Komite Nasional Pusat sehari-hari berhubung dengan gentingnya keadaan dijalankan oleh sebuah Badan Pekerja yang dipilih di antara mereka dan yang bertanggung jawab kepada Komite Nasional Pusat.

Jakarta, 16 Oktober 1945

WAKIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MOHAMMAD HATTA

Dengan adanya maklumat tersebut, untuk sementara Indonesia sudah memiliki badan negara yang memiliki kekuasaan legislatif. KNIP yang semula sebagai Pembantu Presiden dan merupakan wadah pemusatan kehendak rakyat serta pengobar semangat perebutan kekuasaan dari Jepang, setelah dikeluarkan maklumat No. X itu KNIP diharapkan berperan sebagai MPR dan DPR, meskipun hanya bersifat sementara. Untuk menjalankan kegiatannya, telah dibentuk BPKNIP, yang diketuai oleh Sutan Syahrir.


Gambar 5.21 Presiden Soekarno dan wakil Presiden Moh. Hatta dan Para Menteri Kabinet Pertama.


4. Pembentukan Kabinet
Presiden segera membentuk kabinet yang dipimpin oleh Presiden Soekarno sendiri. Dalam kabinet ini para menteri bertanggung jawab kepada Presiden atau Kabinet Presidensiil. Kabinet RI yang pertama dibentuk oleh Presiden Soekarno pada tanggal 2 September 1945 terdiri atas para menteri sebagai berikut.
a.       Menteri Dalam Negeri R.A.A. Wiranata Kusumah
b.      Menteri Luar Negeri Mr. Ahmad Subarjo
c.       Menteri Keuangan Mr. A.A. Maramis
d.      Menteri Kehakiman Prof. Mr. Supomo
e.      Menteri Kemakmuran Ir. Surakhmad Cokroadisuryo
f.        Menteri Keamanan Rakyat Supriyadi
g.       Menteri Kesehatan Dr. Buntaran Martoatmojo
h.      Menteri Pengajaran Ki Hajar Dewantara
i.         Menteri Penerangan Mr. Amir Syarifuddin
j.        Menteri Sosial Mr. Iwa Kusumasumantri
k.       Menteri Pekerjaan Umum Abikusno Cokrosuyoso
l.         Menteri Perhubungan Abikusno Cokrosuyoso
m.    Menteri Negara Wahid Hasyim
n.      Menteri Negara Dr. M. Amir
o.      Menteri Negara Mr. R.M. Sartono
p.      Menteri Negara R. Otto Iskandardinata


5. Pembentukan Partai Politik
Sidang PPKI pada tanggal 22 Agustus 1945 juga memutuskan adanya pembentukan partai politik nasional yang kemudian terbentuk PNI (Partai Nasional Indonesia). Partai ini diharapkan sebagai wadah persatuan pembinaan politik bagi rakyat Indonesia. BPKNIP mengusulkan perlu dibentuknya partai-partai politik, yang kemudian ditindaklanjuti oleh Wakil Presiden dengan maklumat pada tanggal 3 Nopember 1945. Setelah dikeluarkan maklumat itu, berdirilah partai-partai politik di NKRI.

Beberapa partai politik yang kemudian terbentuk misalnya :
a.       Masyumi, berdiri tanggal 7 November 1945, dipimpin oleh dr Sukiman Wiryosanjoyo
b.     PKI (Partai Komunis Indonesia) berdiri 7 November 1945 dipimpin oleh Mr. Moh. Yusuf. Oleh tokoh-tokoh komunis, sebenarnya pada tanggal 2 Oktober 1945 PKI telah didirikan.
c.       PBI (Partai Buruh Indonesia), berdiri tanggal 8 November 1945 dipimpin oleh Nyono
d.      Partai Rakyat Jelata, berdiri tanggal 8 Nopember 1945 dipimpin oleh Sutan Dewanis
e.  Parkindo (Partai Kristen Indonesia), berdiri tanggal 10 November 1945 dipimpin oleh Dr Prabowinoto
f.        PSI (Partai Sosialis Indonesia), berdiri tanggal 10 November 1945 dipimpin Amir Syarifuddin
g.       PRS (Partai Rakyat Sosialis), berdiri tanggal 10 November 1945 dipimpin oleh Sutan Syahrir
h.      PKRI Partai Katholik Republik Indonesia), berdiri tanggal 8 Desember 1945
i.        Persatuan Rakyat Marhaen Indonesia, berdiri tanggal 17 Desember 1945 dipimpin oleh JB Assa
j.       PNI (Partai Nasional Indonesia), berdiri tanggal 29 Januari 1946. PNI merupakan penggabungan dari Partai Rakyat Indonesia (PRI), Gerakan Republik Indonesia, dan Serikat Rakyat Indonesia, yang masing-masing sudah berdiri dalam bulan November dan Desember 1945.

6. Komite van Aksi dan Lahirnya Badan-badan Perjuangan

Sukarni dan Adam Malik membentuk Komite van Aksi yang dimaksudkan sebagai gerakan yang bertugas dalam pelucutan senjata terhadap serdadu Jepang dan merebut kantor-kantor yang masih diduduki Jepang. Munculnya Komite van Aksi kemudian disusul dengan lahirnya berbagai badan perjuangan lainnya di bawah Komite van Aksi seperti API (Angkatan Pemuda Indonesia), BARA (Barisan Rakyat Indonesia) dan BBI (Barisan Buruh Indonesia) Di berbagai daerah kemudian juga berkembang badan-badan perjuangan.

Di Surabaya muncul BBI pada tanggal 21 Agustus 1945. Kemudian pada tanggal 25 Agustus 1945, dibentuk Angkatan Muda oleh Sumarsono dan Ruslan Wijayasastra. Kedua tokoh ini kemudian membentuk PRI (Pemuda Republik Indonesia) bersama Bung Tomo pada tanggal 23 September.

Demikian halnya yang terjadi di Yogyakarta, Surakarta, dan Semarang, di sana juga muncul berbagai badan perjuangan. Misalnya, Angkatan Muda dan Pemuda di Semarang, Angkatan Muda di Surakarta, Angkatan Muda Pegawai Kesultanan atau dikenal Pekik (Pemuda Kita Kesultanan) di Yogyakarta. Di Bandung berdiri Persatuan Pemuda Pelajar Indonesia yang kemudian lebih dikenal dengan PRI (Pemuda Republik Indonesia).

Selain itu, juga muncul Barisan Banteng, Pesindo (Pemuda Sosialis Indonesia). BPRI (Barisan Pemberontakan Rakyat Indonesia), dan juga muncul Hizbullah-Sabilillah. Bahkan orang-orang luar Jawa yang berada di Jawa membentuk badan perjuangan seperti KRIS (Kebaktian Rakyat Indonesia Sulawesi) dan PIM (Pemuda Indonesia Maluku). Kemudian, muncul pula badan-badan perjuangan yang lebih bersifat khusus, misalnya TP (Tentara Pelajar), TGP (Tentara Genie Pelajar), dan TRIP (Tentara Republik Indonesia Pelajar).  Selanjutnya berkembang pula kelaskaran.

 Badan-badan perjuangan juga berkembang di luar Jawa, antara lain sebagai berikut.
a.    Di Aceh terdapat API (Angkatan Pemuda Indonesia) yang dipimpin oleh Syamaun Gaharu dan BPI (Barisan Pemuda Indonesia) kemudian menjadi PRI (Pemuda Republik Indonesia) yang dipimpin oleh A. Hasyim.
b.     Di Sumatra Utara terdapat Pemuda Republik Andalas.
c.      Di Sumatra Barat terdapat Pemuda Andalas dan Pemuda Republik Indonesia Andalas Barat.
d.   Di Lampung terdapat API (Angkatan Pemuda Indonesia) yang dipimpin oleh Pangeran Emir Mohammad Noor.
e.      Di Bengkulu terdapat PRI (Pemuda Republik Indonesia) dipimpin oleh Nawawi Manaf.
f.   Di Kalimantan Barat terdapat PPRI (Pemuda Penyongsong Republik Indonesia). Tokoh-tokohnya, antara lain Musani Rani dan Jayadi Saman.
g.     Di Kalimantan Selatan terdapat PRI (Persatuan Rakyat Indonesia) yang dipimpin oleh Rusbandi.
h.      Di Bali terdapat AMI (Angkatan Muda Indonesia) dan PRI (Pernuda Republik Indonesia).
i.    Di Sulawesi Selatan terdapat PPNI (Pusat Pemuda Nasional Indonesia) yang dipimpin oleh Manai Sophian, AMRI (Angkatan Muda Republik Indonesia), Pemuda Merah Putih, dan Penunjang Republik Indonesia.

Dengan munculnya badan-badan perjuangan tersebut, maka dapat dikatakan bahwa di seluruh tanah air telah siap menggelorakan revolusi untuk membersihkan kekuatan Jepang dari Indonesia.

7. Lahirnya Tentara Nasional Indonesia

a. Badan Keamanan Rakyat
Sikap Soekarno yang demikian itu tidak disenangi oleh para pemuda yang lebih bersifat revolusioner. Oleh karena itu, para pemuda memelopori pembentukan badan-badan perjuangan. Sampai akhir bulan Agustus 1945, sikap hati-hati Soekarno masih tetap dipertahankan. Hal ini terbukti pada waktu diadakan sidang PPKI tanggal 22 Agustus 1945. Untuk menghadapi situasi dalam sidang itu diputuskan, untuk pembentukan BKR (Badan Keamanan Rakyat). BKR merupakan bagian dari BPKKP (Badan Penolong Keluarga Korban Perang). Tujuan dibentuknya BKR untuk memelihara keselamatan masyarakat dan keamanan di berbagai wilayah. Oleh karena itu, BKR juga dibentuk di berbagai daerah, namun harus diingat bahwa BKR bukan tentara. Jadi, sampai akhir bulan Agustus 1945, Indonesia belum memiliki tentara.

b. Tentara Keamanan Rakyat
Sampai akhir bulan September 1945, ternyata Indonesia belum memiliki kesatuan dan organisasi ketentaraan secara resmi dan profesional. Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Moh. Hatta belum membentuk kesatuan tentara. Hal ini tampaknya sangat terpengaruh oleh sikap serta strategi politik yang cenderung pada usaha diplomasi. BKR hanya diprogram untuk menjaga keselamatan dan keamanan masyarakat di daerah masing-masing. BKR kemudian menghimpun bekas-bekas anggota Peta, Heiho, Seinendan, dan lain-lain. BKR bukan merupakan kekuatan bersenjata yang bersifat nasional.

Karena banyaknya ancaman dari kekuatan asing yang ingin menjajah Indonesia lagi, para pemimpin negara menyadari bahwa sulit mempertahankan negara dan kemerdekaan tanpa suatu tentara atau angkatan perang. Sehubungan dengan itu, maka pemerintah memanggil bekas mayor KNIL, Urip Sumoharjo dan ditugasi untuk membentuk tentara kebangsaan. Urip Sumoharjo sejak zaman Belanda sudah memiliki pengalaman di bidang kemiliteran. la termasuk lulusan pertama dari Sekolah Perwira di Meester Cornelis yang didirikan Belanda.


Kemudian, dikeluarkanlah Maklumat Pemerintah pada tanggal 5 Oktober 1945 tentang pembentukan TKR (Tentara Keamanan Rakyat). Adapun maklumat itu berbunyi sebagai berikut.

Untuk memperkuat perasaan keamanan umum, maka diadakan suatu Tentara Keamanan Rakyat.

Jakarta, 5 Oktober 1945
Presiden Republik Indonesia
Soekarno

Urip Sumoharjo diangkat sebagai Kepala Staf TKR. Sehari kemudian pemerintah mengeluarkan maklumat yang isinya mengangkat Supriyadi (bekas komandan Peta) sebagai Menteri Keamanan Rakyat. Selanjutnya, pada tanggal 9 Oktober 1945, KNIP mengeluarkan perintah mobilisasi bagi bekas-bekas tentara, Peta, KNIL, Heiho dan laskar-laskar yang ada untuk bergabung menjadi satu ke dalam TKR. Sementara itu, kesatuan aksi atau badan-badan perjuangan para pemuda yang bersifat setengah militer atau setengah organisasi politik (laskar-laskar) masih tetap diizinkan beroperasi apabila tidak ingin bergabung ke dalam TKR.

Pada tanggal 20 Oktober 1945 diumumkan kembali pengangkatan pejabat-pejabat pimpinan di lingkungan TKR.
Susunan pimpinan TKR yang baru sebagai berikut :

Menteri Keamanan Rakyat ad interim : Muhamad Suryoadikusumo
Pimpinan Tertinggi TKR                      : Supriyadi
Kepala Staf Umum TKR                      : Urip Sumoharjo

Ternyata, Supriyadi tidak kunjung datang. Oleh karena itu, secara operasional kepemimpinan yang aktif dalam TKR adalah Urip Sumoharjo. Ia memilih Markas Besar TKR di Yogyakarta dan membagi TKR dalam 16 divisi. Seluruh Jawa dan Madura dibagi dalam 10 divisi dan Sumatra dibagi menjadi 6 divisi.


Gambar 5.22 Supriyadi


Gambar 5.23 Urip Sumoharjo

Mengingat Supriyadi tidak pernah muncul, maka atas prakarsa Markas Tertinggi TKR, pada tanggal 12 November 1945, diadakan pemilihan pemimpin tertinggi TKR yang baru. Dalam, rapat pemilihan itu dihadiri oleh para Komandan Divisi, Sri Sultan Hamengkubuwana IX, dan Sri Mangkunegoro X. Rapat dipimpin oleh Urip Sumoharjo. Dalam rapat itu disepakati untuk mengangkat Kolonel Sudirman, Panglima Divisi V Banyumas sebagai Panglima Besar TKR dan sebagai Kepala Staf, disepakati mengangkat Urip Sumoharjo. Namun pengangkatan dan pelantikan Kolonel Sudirman baru dilaksanakan pada tanggal 18 Desember 1945, setelah pertempuran Ambarawa selesai. Setelah pertempuran itu selesai, pangkat Sudirman menjadi Jenderal dan Urip Sumoharjo menjadi Letnan Jenderal.

c. Dari TKR, TRI, ke TNI
Sejarah ketentaraan Indonesia terus mengalami perubahan pada masa awal kemerdekaan. TKR dengan sebutan keamanan rakyat, dinilai hanya merupakan kesatuan yang menjaga keamanan rakyat yang belum menunjukkan sebagai suatu kesatuan angkatan bersenjata yang mampu melawan musuh dengan perang bersenjata. Jenderal Sudirman ingin meninjau susunan dan tata kerja TKR. Kemudian atas prakarsa Markas Tertinggi TKR, pemerintah mengeluarkan Penetapan Pemerintah No.2/SD 1946 tanggal 1 Januari 1946.

Penetapan Pemerintah No.2/SD 1946 tanggal 1 Januari 1946 isinya mengubah nama Tentara Keamanan Rakyat menjadi Tentara Keselamatan Rakyat. Kementerian Keamanan Rakyat diubah menjadi Kementerian Pertahanan. Belum genap satu bulan, sebutan Tentara Keselamatan Rakyat diganti dengan TRI (Tentara Republik Indonesia). Hal ini berdasarkan pada Maklumat Pemerintah tertanggal 26 Januari 1946. Di dalam maklumat itu ditegaskan bahwa TRI merupakan tentara rakyat, tentara kebangsaan, atau tentara nasional. Namun dalam maklumat itu tidak menyinggung tentang kedudukan badan-badan perjuangan atau kelaskaran di luar TKR.

Di dalam Lingkungan Markas Tertinggi, TRI kemudian disempurnakan dengan dibentuknya TRI Angkatan Laut yang kemudian dikenal dengan ALRI (Angkatan Laut Republik Indonesia) dan TRI Angkatan Udara yang dikenal dengan AURI (Angkatan Udara Republik Indonesia).

Tanggal 17 Mei 1946 diadakan beberapa perubahan di dalam organisasi. Beberapa perubahan itu antara lain sebagai berikut.
1. Di lingkungan Markas Besar :
a. Panglima Besar : Jenderal Sudirman, dan
b. Kepala Staf Umum : Letnan Jenderal Urip Sumoharjo
2. Pengurangan jumlah divisi :
a. Jawa - Madura yang semula 10 divisi dijadikan 7 divisi ditambah 3 brigade di Jawa Barat, dan
b. Sumatra semula 6 divisi menjadi 3 divisi.
3. Dalam Kementerian Pertahanan :
a. dibentuk Direktorat Jenderal bagian militer, yang dipimpin oleh Mayor Jenderal Sudibyo, dan
b. dibentuk biro khusus yang menangani badan-badan perjuangan dan kelaskaran.

Untuk memperkuat kekuatan pertahanan negara terutama masalah ketentaraan, maka pada tanggal 5 Mei 1947, Presiden mengeluarkan dekrit yang berisi tentang pembentukan Panitia Pembentukan Organisasi Tentara Nasional. Panitia itu dipimpin sendiri oleh Presiden Soekarno.


Setelah panitia itu bekerja, akhirnya keluar Penetapan Presiden tentang pembentukan organisasi TNI (Tentara Nasional Indonesia). Mulai tanggal 3 Juni 1947, secara resmi telah diakui berdirinya TNI sebagai penyempurnaan dari TRI. Segenap anggota angkatan perang yang tergabung dalam TRI dan anggota kelaskaran dimasukkan ke dalam TNI. Dalam organisasi ini telah dimiliki TNI Angkatan Darat (TNI AD), TNI Angkatan Laut (TNI AL), dan TNI Angkatan Udara (TNI AU). Semua itu terkenal dengan sebutan ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia). Saat ini Angkatan Bersenjata Republik Indonesia kembali bernama Tentara Nasional Indonesia.
Labels: materi, sejarah

Thanks for reading Materi 8 Terbentuknya NKRI. Please share...!

Back To Top