Posted by
One_Esc on
Tuesday, November 6, 2018
7b. Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia
1.
Pembacaan Proklamasi Pukul 10.00 Pagi
Pada pukul 5 pagi tanggal 17
Agustus 1945, para pemimpin dan pemuda keluar dari rumah Laksamana Maeda dengan
diliputi kebanggaan. Mereka telah
sepakat untuk memproklamasikan kemerdekaan di rumah Soekarno di Jl. Pegangsaan
Timur No. 56 pada pukul 10 pagi. Sebelum
pulang, Moh. Hatta berpesan kepada B.M. Diah untuk memperbanyak teks Proklamasi
dan menyiarkannya ke seluruh dunia.
Sementara itu, para pemuda tidak
langsung pulang, mereka melakukan kegiatan-kegiatan untuk penyelenggaraan
pembacaan naskah Proklamasi. Masing-masing kelompok pemuda mengirim kurir untuk
memberitahukan kepada masyarakat bahwa saat Proklamasi telah tiba. Semua alat komunikasi digunakan untuk menyambut
Proklamasi. Pamflet, pengeras suara, dan
mobil-mobil dikerahkan ke segenap penjuru kota.
Tanpa diduga, pada hari itu
barisan pemuda berbondong-bondong menuju Lapangan Ikada. Para pemuda datang ke
tempat itu, karena informasi yang disampaikan dari mulut ke mulut bahwa
Proklamasi akan diselenggarakan di Lapangan Ikada. Rupanya Jepang telah mencium
kegiatan para pemuda malam itu, sehingga mereka berusaha untuk
menghalang-halanginya. Lapangan Ikada telah dijaga oleh Pasukan Jepang yang
bersenjata lengkap. Ternyata Proklamasi tidak diselenggarakan di Lapangan
Ikada, melainkan di Pegangsaan Timur No. 56.
Pada pagi hari itu juga, rumah Soekarno
dipadati oleh sejumlah massa. Untuk menjaga keamanan upacara pembacaan
Proklamasi, dr. Muwardi meminta Latief Hendraningrat beserta beberapa anak
buahnya untuk berjaga-jaga di sekitar rumah Soekarno. Sementara itu, Walikota
Jakarta, Suwiryo memerintahkan kepada Wilopo untuk mempersiapkan peralatan yang
diperlukan seperti mikrofon. Sedangkan Sudiro memerintahkan kepada S. Suhud
untuk menyiapkan tiang bendera. S. Suhud mendapatkan bendera Merah Putih dari Ibu
Fatmawati. Bendera Merah Putih dijahit
Ibu Fatmawati sendiri dan ukurannya sangat besar (tidak standar). Bendera
Merah Putih yang dijahit Fatmawati dikenal dengan bendera pusaka. Sejak tahun
1969 tidak lagi dikibarkan dan diganti dengan bendera duplikat.
Sejak pagi hari, sudah banyak
orang berdatangan di rumah Soekarno di Jl. Pegangsaan Timur No. 56. Tokoh-tokoh
yang sudah hadir, antara lain Mr. A. A. Maramis, dr. Buntaran Martoatmojo, Mr.
Latuharhary, Abikusno Cokrosuyoso, Otto Iskandardinata, Ki Hajar Dewantoro, Sam
Ratulangie, Sartono, Sayuti Melik, Pandu Kartawiguna, M. Tabrani, dr. Muwardi,
Ny. SK. Trimurti, dan AG. Pringgodigdo. Diperkirakan yang hadir pada pagi itu
seluruhnya ada 1.000 orang.
Acara yang direncanakan pada
upacara bersejarah itu adalah :
Ø
Pertama, pembacaan teks proklamasi;
Ø
kedua, pengibaran bendera Merah Putih;
Ø
ketiga, sambutan walikota Suwiryo dan dr. Muwardi dari keamanan.
Hari Jumat Legi, tepat pukul
10.00 WIB, Soekarno dan Moh. Hatta keluar ke serambi depan, diikuti oleh Ibu Fatmawati.
Acara berikutnya adalah pengibaran bendera Merah Putih yang
dilakukan oleh Latief Hendraningrat dan S. Suhud. Bersamaan dengan naiknya
bendera Merah Putih, para hadirin secara spontan menyanyikan lagu Indonesia
Raya tanpa ada yang memimpin.
Setelah itu, Suwiryo memberikan
sambutan dan kemudian disusul sambutan dr. Muwardi. Sekitar pukul 11.00 WIB,
upacara telah selesai. Kemudian dr. Muwardi menunjuk beberapa anggota Barisan
Pelopor untuk menjaga keselamatan Soekarno dan Moh. Hatta.
Gambar
5.10 Soekarno didampingi Mohammad
Hatta Membacakan teks proklamasi.
Gambar
5.11 Pengibaran bendera merah putih
oleh Latief Hendraningrat dan S. Suhud.
2. Kebahagiaan Rakyat atas
Kemerdekaan Indonesia
Berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia cepat bergema ke berbagai daerah. Rakyat di Jakarta maupun di kota-kota lain menyambut dengan antusias. Karena alat komunikasi yang terbatas, informasi ke daerah-daerah tidak secepat di Jakarta. Saat tersiarnya berita tentang Proklamasi Kemerdekaan, banyak rakyat Indonesia yang tinggal jauh dari Jakarta tidak mempercayainya.
Pada tanggal 22 Agustus, Jepang
akhirnya secara resmi mengumumkan penyerahannya kepada Sekutu. Baru pada bulan
September 1945, Proklamasi diketahui di wilayah-wilayah yang terpencil. Sesaat
setelah itu, timbullah segera masalah kesetiaan. Keempat penguasa kerajaan yang
ada di Jawa Tengah menyatakan dukungan mereka kepada Republik, yaitu
Yogyakarta, Surakarta, Pakualaman, dan Mangkunegaran.
Euforia revolusi segera mulai melanda negeri ini, khususnya kaum
muda yang merespon kegairahan dan tantangan kemerdekaan. Para komandan pasukan
Jepang di daerah-daerah sering kali meninggalkan wilayah perkotaan dan menarik
mundur pasukan ke daerah pinggiran guna menghindari konfrontasi. Banyak yang
bijaksana memperbolehkan pemuda-pemuda Indonesia memperoleh senjata.
Banyak pemuda bergabung dengan badan-badan perjuangan. Di
Sumatera, mereka benar-benar memonopoli kekuasaan revolusioner. Karena jumlah
pemimpin nasionalis yang sudah mapan di sana hanya segelintir, mereka ragu
terhadap apa yang akan dilakukan. Para mantan prajurit Peta dan Heiho membentuk
kelompok-kelompok yang paling disiplin. Laskar Masyumi dan Barisan Hizbullah,
menerima banyak pejuang baru dan ikut bergabung dalam kelompok-kelompok bersenjata
Islam lainnya yang umumnya disebut Barisan Sabilillah, yang kebanyakan dipimpin
oleh para Kiai.
Proklamasi kemerdekaan akan disebarluaskan melalui radio, tetapi
Jepang menentang upaya penyiaran tersebut, dan malah memerintahkan agar para
penyiar meralat berita proklamasi sebagai sesuatu kekeliruan. Tampaknya para
penyiar tetap tidak mau memenuhi seruan pihak Jepang. Oleh karena itu, pada
tanggal 20 Agustus 1945 pemancarnya disegel dan para pegawainya dilarang masuk.
Mereka kemudian membuat pemancar baru di Menteng 31. Di samping melalui siaran radio, para wartawan juga menyebarluaskan
berita proklamasi melalui media cetak, seperti surat kabar, selebaran, dan
penerbitan-penerbitan yang lain.
Tanggal 3 September
1945, para pemuda mengambil alih kereta api termasuk bengkel di Manggarai.
Tanggal 5 September 1945, Gedung Radio Jakarta dapat dikuasai. Tanggal 11
September 1945, seluruh Jawatan Radio berhasil dikuasai oleh Republik. Oleh
karena itu, tanggal 11 September dijadikan hari lahir Radio Republik Indonesia
(RRI).
Para pemuda
memprakarsai diadakannya rapat raksasa di Lapangan Ikada (sekarang Monas).
Rapat yang digagas oleh para pemuda dan
mahasiswa yang tergabung dalam “Kesatuan van Aksi”, untuk melakukan rapat
raksasa di lapangan Ikada, yang semula digagas tanggal 17 September 1945,
mundur menjadi 19 September 1945. Presiden Soekarno sudah dihubungi dan
bersedia akan menyampaikan pidato di dalam rapat raksasa pada tanggal 19
September 1945. Sejak pagi, rakyat Jakarta sudah mulai berdatangan dan memenuhi
Lapangan Ikada. Rapat itu untuk memperingati sebulan kemerdekaan Indonesia.
Gambar 5.14 Soekarno
sedang memberikan pesan singkat pada rapat raksasa di Lapangan
Ikada dua hari setelah
pembacaan proklamasi kemerdekaan Indonesia.
Melihat tekad rakyat yang menggelora dan tidak dapat dihalangi
meskipun oleh tentara Jepang sekalipun, pemerintah terdorong untuk mengadakan
sidang kabinet. Setelah itu, diputuskan Presiden Soekarno dan Moh. Hatta dan
para menteri untuk datang ke Lapangan Ikada. Pada kesempatan itu Soekarno
menyampaikan pidatonya yang disambut dengan gegap gempita oleh rakyat. Rapat
itu berlangsung tertib dan damai.
Tanggal 19 Agustus
1945 Sri Sultan Hamengkubuwana IX dan Sri Paku Alam VIII telah mengirim kawat
ucapan selamat kepada Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Moh. Hatta atas
berdirinya Negara Republik Indonesia dan atas terpilihnya dua tokoh tersebut
sebagai Presiden dan Wakil Presiden. Ucapan
selamat itu tersirat bahwa Sultan Hamengkubuwana IX dan Paku Alam VIII mengakui
kemerdekaan RI dan siap membantu mereka. Kemudian, pagi itu
sekitar pukul 10.00 tanggal 19 Agustus 1945 Sri Sultan Hamengkubuwana IX
mengundang kelompok-kelompok pemuda di bangsal kepatihan.
Kemudian untuk
mempertegas sikapnya, Sri Sultan Hamengkubuwana IX dan Sri Paku Alam VII pada
tanggal 5 September 1945 mengeluarkan amanat antara lain sebagai berikut.
1. Negeri
Ngayogyakarta Hadiningrat bersifat kerajaan dan merupakan daerah istimewa dari
Negara Indonesia.
2. Sri
Sultan sebagai kepala daerah dan memegang kekuasaan atas Negeri Ngayogyakarta
Hadiningrat.
3. Hubungan
antara Negeri Ngayogyakarta Hadiningrat dengan Pemerintah Pusat Negara RI
bersifat langsung. Sultan selaku Kepala Daerah Istimewa bertanggung jawab
kepada Presiden.