Blog Kang One

Catatan Sederhana untuk Berbagi

Peristiwa Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia

Materi 7b 
Peristiwa Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia



7b. Proklamasi Kemerdekaan Indonesia

1.        Pembacaan Proklamasi Pukul 10.00 Pagi

Pada pukul 5 pagi tanggal 17 Agustus 1945, para pemimpin dan pemuda keluar dari rumah Laksamana Maeda dengan diliputi kebanggaan. Mereka telah sepakat untuk memproklamasikan kemerdekaan di rumah Soekarno di Jl. Pegangsaan Timur No. 56 pada pukul 10 pagi. Sebelum pulang, Moh. Hatta berpesan kepada B.M. Diah untuk memperbanyak teks Proklamasi dan menyiarkannya ke seluruh dunia.

Sementara itu, para pemuda tidak langsung pulang, mereka melakukan kegiatan-kegiatan untuk penyelenggaraan pembacaan naskah Proklamasi. Masing-masing kelompok pemuda mengirim kurir untuk memberitahukan kepada masyarakat bahwa saat Proklamasi telah tiba. Semua alat komunikasi digunakan untuk menyambut Proklamasi.  Pamflet, pengeras suara, dan mobil-mobil dikerahkan ke segenap penjuru kota.

Tanpa diduga, pada hari itu barisan pemuda berbondong-bondong menuju Lapangan Ikada. Para pemuda datang ke tempat itu, karena informasi yang disampaikan dari mulut ke mulut bahwa Proklamasi akan diselenggarakan di Lapangan Ikada. Rupanya Jepang telah mencium kegiatan para pemuda malam itu, sehingga mereka berusaha untuk menghalang-halanginya. Lapangan Ikada telah dijaga oleh Pasukan Jepang yang bersenjata lengkap. Ternyata Proklamasi tidak diselenggarakan di Lapangan Ikada, melainkan di Pegangsaan Timur No. 56.

Pada pagi hari itu juga, rumah Soekarno dipadati oleh sejumlah massa. Untuk menjaga keamanan upacara pembacaan Proklamasi, dr. Muwardi meminta Latief Hendraningrat beserta beberapa anak buahnya untuk berjaga-jaga di sekitar rumah Soekarno. Sementara itu, Walikota Jakarta, Suwiryo memerintahkan kepada Wilopo untuk mempersiapkan peralatan yang diperlukan seperti mikrofon. Sedangkan Sudiro memerintahkan kepada S. Suhud untuk menyiapkan tiang bendera. S. Suhud mendapatkan bendera Merah Putih dari Ibu Fatmawati. Bendera Merah Putih dijahit Ibu Fatmawati sendiri dan ukurannya sangat besar (tidak standar). Bendera Merah Putih yang dijahit Fatmawati dikenal dengan bendera pusaka. Sejak tahun 1969 tidak lagi dikibarkan dan diganti dengan bendera duplikat.

Sejak pagi hari, sudah banyak orang berdatangan di rumah Soekarno di Jl. Pegangsaan Timur No. 56. Tokoh-tokoh yang sudah hadir, antara lain Mr. A. A. Maramis, dr. Buntaran Martoatmojo, Mr. Latuharhary, Abikusno Cokrosuyoso, Otto Iskandardinata, Ki Hajar Dewantoro, Sam Ratulangie, Sartono, Sayuti Melik, Pandu Kartawiguna, M. Tabrani, dr. Muwardi, Ny. SK. Trimurti, dan AG. Pringgodigdo. Diperkirakan yang hadir pada pagi itu seluruhnya ada 1.000 orang.

Acara yang direncanakan pada upacara bersejarah itu adalah :
Ø  Pertama, pembacaan teks proklamasi;
Ø  kedua, pengibaran bendera Merah Putih;
Ø  ketiga, sambutan walikota Suwiryo dan dr. Muwardi dari keamanan.
Hari Jumat Legi, tepat pukul 10.00 WIB, Soekarno dan Moh. Hatta keluar ke serambi depan, diikuti oleh Ibu Fatmawati.

Acara berikutnya adalah pengibaran bendera Merah Putih yang dilakukan oleh Latief Hendraningrat dan S. Suhud. Bersamaan dengan naiknya bendera Merah Putih, para hadirin secara spontan menyanyikan lagu Indonesia Raya tanpa ada yang memimpin.

Setelah itu, Suwiryo memberikan sambutan dan kemudian disusul sambutan dr. Muwardi. Sekitar pukul 11.00 WIB, upacara telah selesai. Kemudian dr. Muwardi menunjuk beberapa anggota Barisan Pelopor untuk menjaga keselamatan Soekarno dan Moh. Hatta.



Gambar 5.10 Soekarno didampingi Mohammad Hatta Membacakan teks proklamasi.


Gambar 5.11 Pengibaran bendera merah putih oleh Latief Hendraningrat dan S. Suhud.


2. Kebahagiaan Rakyat atas Kemerdekaan Indonesia

Berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia cepat bergema ke berbagai daerah. Rakyat di Jakarta maupun di kota-kota lain menyambut dengan antusias. Karena alat komunikasi yang terbatas, informasi ke daerah-daerah tidak secepat di Jakarta. Saat tersiarnya berita tentang Proklamasi Kemerdekaan, banyak rakyat Indonesia yang tinggal jauh dari Jakarta tidak mempercayainya.

Pada tanggal 22 Agustus, Jepang akhirnya secara resmi mengumumkan penyerahannya kepada Sekutu. Baru pada bulan September 1945, Proklamasi diketahui di wilayah-wilayah yang terpencil. Sesaat setelah itu, timbullah segera masalah kesetiaan. Keempat penguasa kerajaan yang ada di Jawa Tengah menyatakan dukungan mereka kepada Republik, yaitu Yogyakarta, Surakarta, Pakualaman, dan Mangkunegaran.

Euforia revolusi segera mulai melanda negeri ini, khususnya kaum muda yang merespon kegairahan dan tantangan kemerdekaan. Para komandan pasukan Jepang di daerah-daerah sering kali meninggalkan wilayah perkotaan dan menarik mundur pasukan ke daerah pinggiran guna menghindari konfrontasi. Banyak yang bijaksana memperbolehkan pemuda-pemuda Indonesia memperoleh senjata.

Banyak pemuda bergabung dengan badan-badan perjuangan. Di Sumatera, mereka benar-benar memonopoli kekuasaan revolusioner. Karena jumlah pemimpin nasionalis yang sudah mapan di sana hanya segelintir, mereka ragu terhadap apa yang akan dilakukan. Para mantan prajurit Peta dan Heiho membentuk kelompok-kelompok yang paling disiplin. Laskar Masyumi dan Barisan Hizbullah, menerima banyak pejuang baru dan ikut bergabung dalam kelompok-kelompok bersenjata Islam lainnya yang umumnya disebut Barisan Sabilillah, yang kebanyakan dipimpin oleh para Kiai.

Proklamasi kemerdekaan akan disebarluaskan melalui radio, tetapi Jepang menentang upaya penyiaran tersebut, dan malah memerintahkan agar para penyiar meralat berita proklamasi sebagai sesuatu kekeliruan. Tampaknya para penyiar tetap tidak mau memenuhi seruan pihak Jepang. Oleh karena itu, pada tanggal 20 Agustus 1945 pemancarnya disegel dan para pegawainya dilarang masuk. Mereka kemudian membuat pemancar baru di Menteng 31. Di samping melalui siaran radio, para wartawan juga menyebarluaskan berita proklamasi melalui media cetak, seperti surat kabar, selebaran, dan penerbitan-penerbitan yang lain.

Tanggal 3 September 1945, para pemuda mengambil alih kereta api termasuk bengkel di Manggarai. Tanggal 5 September 1945, Gedung Radio Jakarta dapat dikuasai. Tanggal 11 September 1945, seluruh Jawatan Radio berhasil dikuasai oleh Republik. Oleh karena itu, tanggal 11 September dijadikan hari lahir Radio Republik Indonesia (RRI).

Para pemuda memprakarsai diadakannya rapat raksasa di Lapangan Ikada (sekarang Monas). Rapat yang digagas oleh para pemuda dan mahasiswa yang tergabung dalam “Kesatuan van Aksi”, untuk melakukan rapat raksasa di lapangan Ikada, yang semula digagas tanggal 17 September 1945, mundur menjadi 19 September 1945. Presiden Soekarno sudah dihubungi dan bersedia akan menyampaikan pidato di dalam rapat raksasa pada tanggal 19 September 1945. Sejak pagi, rakyat Jakarta sudah mulai berdatangan dan memenuhi Lapangan Ikada. Rapat itu untuk memperingati sebulan kemerdekaan Indonesia.


Gambar 5.14 Soekarno sedang memberikan pesan singkat pada rapat raksasa di Lapangan
Ikada dua hari setelah pembacaan proklamasi kemerdekaan Indonesia.

Melihat tekad rakyat yang menggelora dan tidak dapat dihalangi meskipun oleh tentara Jepang sekalipun, pemerintah terdorong untuk mengadakan sidang kabinet. Setelah itu, diputuskan Presiden Soekarno dan Moh. Hatta dan para menteri untuk datang ke Lapangan Ikada. Pada kesempatan itu Soekarno menyampaikan pidatonya yang disambut dengan gegap gempita oleh rakyat. Rapat itu berlangsung tertib dan damai.

Tanggal 19 Agustus 1945 Sri Sultan Hamengkubuwana IX dan Sri Paku Alam VIII telah mengirim kawat ucapan selamat kepada Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Moh. Hatta atas berdirinya Negara Republik Indonesia dan atas terpilihnya dua tokoh tersebut sebagai Presiden dan Wakil Presiden.  Ucapan selamat itu tersirat bahwa Sultan Hamengkubuwana IX dan Paku Alam VIII mengakui kemerdekaan RI dan siap membantu mereka. Kemudian, pagi itu sekitar pukul 10.00 tanggal 19 Agustus 1945 Sri Sultan Hamengkubuwana IX mengundang kelompok-kelompok pemuda di bangsal kepatihan.

Kemudian untuk mempertegas sikapnya, Sri Sultan Hamengkubuwana IX dan Sri Paku Alam VII pada tanggal 5 September 1945 mengeluarkan amanat antara lain sebagai berikut.
1.  Negeri Ngayogyakarta Hadiningrat bersifat kerajaan dan merupakan daerah istimewa dari Negara Indonesia.
2. Sri Sultan sebagai kepala daerah dan memegang kekuasaan atas Negeri Ngayogyakarta Hadiningrat.
3.  Hubungan antara Negeri Ngayogyakarta Hadiningrat dengan Pemerintah Pusat Negara RI bersifat langsung. Sultan selaku Kepala Daerah Istimewa bertanggung jawab kepada Presiden.



Labels: materi, sejarah

Thanks for reading Peristiwa Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia. Please share...!

Back To Top