Blog Kang One

Catatan Sederhana untuk Berbagi

Materi 7C Meneladani Tokoh-tokoh Perjuangan Indonesia





7C. Meneladani Nilai-nilai Moral dari Tokoh Perjuangan Bangsa Indonesia

A.        MENELADANI PARA TOKOH PROKLAMASI
Banyak tokoh penting yang berperan di berbagai peristiwa di sekitar Proklamasi. Beberapa tokoh penting itu antara lain sebagai berikut :


1.       Ir. Sukarno
2.       Drs. Moh. Hatta
3.       Ahmad Subarjo
4.       Sukarni Kartodiwiryo
5.       Sayuti Melik
6.       Burhanuddin Mohammad Diah
7.       Jend. Sudirman
8.       Latif Hendraningrat Sang Komandan Peta
9.       S. Suhud
10.   Wahid Hasyim
11.   Suwiryo
12.   Hasyim Asy’ari
13.   Muwardi
14.   Frans Sumarto Mendur
15.   Syahruddin
16.   Yusuf Ronodipuro
17.   Frans Kaisiepo
18.   Ki Bagoes Hadikusumo

B.        MENGAMALKAN NILAI-NILAI KEJUANGAN MASA REVOLUSI

Jendral Sudirman adalah salah satu tokoh revolusi kemerdekaan Indonesia. Sosok tentara, pemimpin, guru, dan bapak bangsa yang berjasa besar dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Sosok yang dilahirkan untuk revolusi kemerdekaan. Sosok yang selalu taat kepada pemimpin bangsa. Sosok religius dan tidak pernah takut dan gentar sedikitpun akan kekuatan asing.
Peristiwa-peristiwa sejarah yang terjadi dalam perang kemerdekaan, banyak mengandung nilai-nilai positif sebagai nilai-nilai perjuangan yang penting untuk kamu ketahui. Beberapa nilai perjuangan yang dimaksud antara lain sebagai berikut.



1.       Persatuan dan Kesatuan
Persatuan dan kesatuan adalah nilai yang sangat penting di dalam setiap bentuk perjuangan. Semua organisasi atau kekuatan yang ada, sekalipun dengan paham/ideologi atau organisasi yang berbeda, namun tetap bersatu dalam menghadapi kaum penjajah untuk mencapai kemerdekaan. Pada masa pelucutan senjata terhadap Jepang, perang melawan Sekutu maupun Belanda, semua anggota TNI, berbagai anggota kelaskaran dan rakyat bersatu padu.
Persatuan dan kesatuan senantiasa menjadi jiwa dan kekuatan perjuangan. Hal yang cukup menonjol misaInya pada waktu Belanda menciptakan negara-negara bagian dan daerah otonom dalam negara federal. Hal tersebut jelas memperlihatkan bahwa Belanda berusaha memecah belah bangsa Indonesia. Oleh karena itu, timbul berbagai kesulitan di lingkungan rakyat Indonesia baik secara politis maupun ekonomis. Hal ini disadari benar oleh rakyat Indonesia, sehingga banyak yang menuntut untuk kembali ke negara kesatuan. Akhirnya tercapai pada tanggal 17 Desember 1950. Negara kesatuan dan nilai persatuan cocok dengan jiwa bangsa Indonesia.

2.       Rela Berkorban dan Tanpa Pamrih
Nilai kejuangan bangsa yang sangat menonjol di masa perang kemerdekaan adalah rela berkorban. Para pemimpin, rakyat, dan para pejuang pada umumnya benar-benar rela berkorban tanpa pamrih. Mereka telah mempertaruhkan jiwa dan raganya, mengorbankan waktu dan harta bendanya, demi perjuangan kemerdekaan. Kita tidak dapat menghitung berapa para pejuang kita yang gugur di medan juang, berapa orang yang harus menanggung cacat dan menderita, akibat perjuangannya. Juga berapa jumlah harta benda yang dikorbankan demi tegaknya kemerdekaan, semua tidak dapat kita perhitungkan.

3.       Cinta pada Tanah Air
Rasa cinta pada tanah air merupakan faktor pendorong yang sangat kuat bagi para pejuang kita untuk berjuang di medan laga. Timbullah semangat patriotisme di kalangan para pejuang kita untuk melawan penjajah. Sebagai perwujudan dari rasa cinta tanah air, cinta pada tumpah darahnya maka munculah berbagai perlawanan di daerah untuk melawan kekuatan kaum penjajah. Di Sumatra, di Jawa, Bali, Sulawesi dan tempat-tempat lain, muncul pergolakan dan perlawanan menentang kekuatan asing, demi kemerdekaan tanah airnya.

4.       Saling Pengertian dan Harga Menghargai
Di dalam perjuangan mencapai dan mempertahankan kemerdekaan, diperlukan saling pengertian dan sikap saling menghargai di antara para pejuang. Sebagai contoh perbedaan pandangan antara pemuda (Syahrir dkk.) dengan Bung Karno-Bung Hatta dari golongan tua, tetapi karena saling pengertian dan saling menghargai, maka kesepakatan dapat tercapai. Teks proklamasi dapat diselesaikan dan kemerdekaan dapat diproklamasikan, adalah bukti nyata sebuah kekompakan dan saling pengertian di antara para tokoh nasional.
Berangkat dari sikap saling pengertian dan saling menghargai juga dapat memupuk rasa persatuan dan menghindarkan perpecahan. Timbullah rasa kebersamaan. Sebagai contoh, tokoh-tokoh Islam yang pernah menjadi Panitia Sembilan dan PPKI, memahami dan menghargai kelompok-kelompok lain, sehingga tidak keberatan untuk menghilangkan kata-kata dalam Piagam Jakarta, ” Ketuhanan dengan menjalankan syariat Islam bagi para pemeluknya” dan diganti dengan ”Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Kelompok sipil lebih menekankan cara diplomasi atau perundingan damai, sedangkan kaum militer menekankan strategi perjuangan bersenjata. Ternyata berkat saling menghargai, baik perjuangan diplomasi maupun perjuangan bersenjata dapat saling mendukung. Begitu juga ketika terjadi Agresi Belanda II, para pemimpin sipil ingin bertahan di pusat ibu kota (sehingga akhirnya ditawan Belanda) sedangkan kaum militer ingin ke luar kota untuk melancarkan gerilya. Kaum militer tidak memaksakan kehendaknya agar kaum sipil ikut ke luar kota untuk bergerilya, dan begitu sebalikya. Semua ini ada hikmahnya, bahwa perjuangan diplomasi maupun perjuangan bersenjata saling mengisi dan sama-sama pentingnya.
Nilai-nilai perjuangan seperti persatuan dan kesatuan, rela berkorban dan tanpa pamrih, cinta tanah air, saling pengertian atau tenggang rasa dan harga menghargai, merupakan nilai-nilai yang penting untuk dikembangkan dalam kehidupan sehari-hari. Nilai-nilai itu tidak hanya penting di masa perjuangan menentang penjajahan, tetapi juga dalam kegiatan pembangunan sekarang. Apabila kita memahami dan kemudian mengamalkan nilai-nilai tersebut, menunjukkan adanya kesadaran sejarah yang tinggi. Setiap orang yang memiliki kesadaran sejarah semacam itu tentunya tidak akan korupsi, tidak akan memperkaya diri dengan mengorbankan orang lain, tidak akan sewenang-wenang dan tidak akan menyebarkan isu-isu perpecahan yang hanya untuk kepentingan golongan sendiri. Dengan ini, maka pembangunan demi kemaslahatan umum akan dapat tercapai.

C.  DARI KONFLIK MENUJU KONSENSUS SUATU PEMBELAJARAN

1.     Kesadaran Terhadap Pentingnya Integrasi Bangsa
Pentingnya kesadaran terhadap integrasi bangsa dapat dihubungkan dengan masih terdapatnya potensi konflik di beberapa wilayah Indonesia pada masa kini. Kementerian sosial saja mengetakan bahwa pada tahun 2014 Indonesia masih memiliki 184 daerah dengan potensi rawan konflik sosial. Enam di antaranya diprediksi memiliki tingkat kerawanan yang tinggi, yaitu Papua, Jawa Barat,Jakarta, Sumatra Utara, Sulawesi Tengah, dan Jawa Tengah.


2.     Teladan Para Tokoh
1). Pahlawan Nasonal dari Papua:
     Frans Kaisiepo, Silas Papare dan Marthen Indey
Frans Kaisiepo (1921-1979) adalah salah seorang tokoh yang mempopulerkan lagu Indonesia Raya di Papua saat menjelang Kemerdekaan. Ia juga turut berperan dalam pendirian Partai Indonesia Merdeka (PIM) pada tanggal 10 Mei 1946. Pada tahun yang sama, Kaisiepo menjadi anggota delegasi Papua dalam Konferensi Malino di Sulawesi Selatan, dimana dia sempat menyebut Papua dengan nama Irian yang konon diambil dari bahasa Biak yang berarti Panas.

Silas Parpare (1918-1978) membentuk Komite Indonesia Merdeka (KIM) hanya sekitar sebulan setelah kemerdekaan Indonesia. Tujuan KIM yang dibetuk pada September 1945 ini adalah untuk menghimpu kekuatan dan mengatur gerak langkah perjuangan dalam membela dan mempertahankan proklamasi 17 Agustus 1945.

Marthen Indey ( 1912-1989) sebelum Jepang masuk ke Indonesia adalah seorang anggota polisi Hindia Belanda. Namun, jabatan ini bukan berarti melunturkan sikap nasionalismenya.Keindonesiaan yang ia miliki justru semakin tumbuh tatkala ia kerap berinteraksi dengan tahanan politik Indonesia yang dibuang Belanda ke Papua. Ia bahkan pernah berencana bersama anak buahnya untuk berontak terhadap Belanda di Papua , namun gagal.


2). Para Raja yang berkorban Untuk Bangsa
      Sultan Hamengkubuwono IX dan Sultan Syarif Kasim II
Sultan Hamengkubuwono IX (1912-1988) ketika Sultan Hamengkubuwono IX dinobatkan sebagai raja Yogyajarta, ia dengan tegas menunjukan sikap nasionalismenya. Pada tanggal 5 September 1945, Sultan Hamengkubuwono IX memberikan amanat bahwa:
1.  Ngayogyakarta Hadiningrat yang bersifat kerajaan adalah daerah Istimewa dari Republik Indonesia.
2.     Segala kekuasaan dalam negeri Ngayogyakarta Hadiningrat dan urusan pemerintahan berada di tangan Hamengkubuwono IX.
3.  Hubungan antara Ngayogyakarta Hadiningrat dengan pemerintah RI bersifat langsung dan Sultan Hamengkubuwono IX bertanggungjawab kepada Presiden RI.

Sultan Syarif Kasim (1893-1968). Sultan Syarief Kasim II dinobatkan menjadi raja Siak Indrapura pada tahun 1915 ketika berusia 21 tahun. Ia memiliki sikap bahwa kerajaan Siak berkedudukan sejajar dengan Belanda. Berbagai kebijakan yang ia lakukan pun kerap bertentangan dengan keinginan Belanda.

    3.     Mewujudkan Integrasi Melalui Seni dan Sastra

  Ismail Marzuki
Ismail Marzuki (1914-1958). Dilahirkan di Jakata, Ismail Marzuki memang berasal dari keluarga Seniman. Di usia 17 tahun ia berhasil mengarang lagu pertamanaya, berjudul “O Sarinah”. Tahun 1936, Ismail Marzuki masuk perkumpulan musik lief java dan berkesempatan mengisi siaran musik di radio. Pada saat itulah ia mulai menjauhkan diri dari lagu-lagu barat untuk kemudian menciptakan lagu-lagu sendiri.

Labels: materi, sejarah

Thanks for reading Materi 7C Meneladani Tokoh-tokoh Perjuangan Indonesia. Please share...!

Back To Top