Posted by
One_Esc on
Tuesday, October 23, 2018
Politik Etis dan Dampaknya
Pada awal
abad ke-20 di Indonesia terjadi perubahan yang sangat besar, yakni munculnya
Politik Etis. Politik Etis juga tidak bisa dilepaskan dari adanya Tanam Paksa
(Cultur Stelsel) yang diberlakukan oleh Van Den Bosch dilanjutakan dengan
adanya Politik Pintu Terbuka. Politik Etis juga muncul akibat adanya kemenangan
kaum liberal atas kaum konservatif di parlemen Belanda. Politik Etis adalah suatu pemikiran yang menyatakan bahwa pemerintah
kolonial memegang tanggung jawab moral bagi kesejahteraan pribumi.
Pemikiran ini merupakan kritik terhadap politik tanam paksa. Munculnya kaum Etis yang dipelopori oleh
Pieter Brooshooft (wartawan Koran De
Locomotief) dan C.Th. van Deventer (politikus) ternyata membuka mata pemerintah
kolonial untuk lebih memperhatikan nasib para pribumi yang terbelakang.
Pada 17
September 1901, Ratu Wilhelmina yang baru naik tahta menegaskan dalam pidato
pembukaan Parlemen Belanda, bahwa pemerintah Belanda mempunyai panggilan moral
dan hutang budi (een eerschuld) terhadap bangsa pribumi di Hindia Belanda. Ratu
Wilhelmina menuangkan panggilan moral tersebut ke dalam kebijakan politik etis
yakni program Trias Van
Isi Politik Etis
Pencetus politik Etis adalah Van Deventer.
Isi dari politik Etis terkenal dengan
istilah Trilogi Van deventer atau Trias Van deventer. Pada tahun 1889 Van
Deventer memperjuangkan nasib bangsa Indonesia dengan menulis karangan dalam
majalah De Gids yang berjudul Eeu Eereschuld (Hutang Budi). Van Deventer menjelaskan bahwa Belanda telah
berhutang budi kepada rakyat Indonesia. Hutang budi itu harus dikembalikan
dengan memperbaiki nasib rakyat, mencerdaskan dan memakmurkan.
Isi politik
etis yaitu :
1.
Irigasi
(pengairan), membangun dan memperbaiki pengairan-pengairan dan bendungan untuk
keperluan pertanian. Sarana vital bagi pertanian
adalah pengairan dan oleh pihak pemerintah telah dibangun sejak 1885.
Bangunan-bangunan irigasi Berantas dan Demak seluas 96.000 bau, pada 1902
menjadi 173.000 bau. Dengan irigasi tanah pertanian akan menjadi subur dan
produksinya bertambah.
2.
Emigrasi
yakni mengajak penduduk untuk bertransmigrasi. Dengan
transmigrasi tanah-tanah di luar Jawa yang belum diolah menjadi lahan
perkebunan, akan dapat diolah untuk menambah penghasilan. Selain itu juga untuk
mengurangi kepadatan penduduk Jawa. Pada 1865 jumlah penduduk Jawa dan Madura
14 juta. Pada 1900 telah berubah menjadi dua kali lipat. Pada awal abad ke-19
terjadi migrasi penduduk dari Jawa Tengah ke Jawa Timur sehubungan dengan
adanya perluasan perkebunan tebu dan tembakau, migrasi penduduk dari Jawa ke
Sumatra Utara karena adanya permintaan besar akan tenaga kerja perkebunan di
Sumatra Utara, terutama ke Deli, sedangkan ke Lampung mempunyai tujuan untuk
menetap. Selain kebeberapa daerah yang ada di Indonesia, penduduk Indonesia
juga dikirim keluar negeri salah satu tujuannya adalah di Suriname
3.
Edukasi
yakni memperluas dalam bidang pengajaran dan pendidikan.
Sarana vital bagi pertanian adalah pengairan dan oleh pihak pemerintah telah
dibangun sejak 1885. Bangunan-bangunan irigasi Berantas dan Demak seluas 96.000
bau, pada 1902 menjadi 173.000 bau. Dengan irigasi tanah pertanian akan menjadi
subur dan produksinya bertambah.
Pengaruh
politik etis dalam bidang pengajaran dan pendidikan sangat berperan dalam
pengembangan dan perluasan dunia pendidikan dan pengajaran di Hindia Belanda.
Salah seorang dari kelompok etis yang sangat berjasa dalam bidang ini adalah
Mr. J.H. Abendanon (1852-1925), seorang Menteri Kebudayaan, Agama, dan
Kerajinan selama lima tahun (1900-1905). Sejak
tahun 1900 inilah berdiri sekolah-sekolah, baik untuk kaum priyayi maupun
rakyat biasa yang hampir merata di daerah-daerah. Politik Etis memunculkan
golongan cendikiawan/terpelajar yang nantinya menjadi pelopor Pergerakan
Nasional Indonesia.
Pendukung Politik Etis
Pendukung Politik Etis usulan Van Deventer adalah sebagai
berikut :
1.
P.
Brooshoof, redaktur surat kabar De Lokomotif, yang pada tahun
1901 menulis buku berjudul De Ethische Koers In de Koloniale Politiek (Tujuan
Ethis dalam Politik Kolonial).
2.
F.
Holle, banyak membantu kaum tani.
3.
Van
Vollen Hoven, banyak memperdalam hukum adat pada beberapa suku
bangsa di Indonesia.
4.
Abendanon,
banyak memikirkan soal pendidikan penduduk pribumi.
5.
Leivegoed,
seorang jurnalis yang banyak menulis tentang rakyat Indonesia.
6.
Van
Kol, banyak menulis tentang keadaan pemerintahan Hindia Belanda.
7.
Douwes
Dekker (Multatuli), dalam bukunya yang berjudul Max Havelaar
berisi kritikan terhadap pelaksanaan tanam paksa di Lebak, Banten.
Penyimpangan
Politik Etis
Pada
dasarnya kebijakan-kebijakan yang diajukan oleh van Deventer tersebut baik.
Akan tetapi dalam pelaksanaannya terjadi penyimpangan-penyimpangan yang
dilakukan oleh para pegawai Belanda. Berikut ini penyimpangan penyimpangan yang
terjadi pada penerapan politik Etis yaitu
1. Irigasi. Irigasi atau pengairan
hanya ditujukan kepada tanah-tanah yang subur untuk perkebunan swasta Belanda.
Sedangkan milik rakyat tidak dialiri air dari irigasi.
2.
Edukasi.
Pemerintah Belanda membangun sekolah-sekolah.
Pendidikan ditujukan untuk mendapatkan tenaga administrasi yang cakap dan
murah. Pendidikan yang dibuka untuk seluruh rakyat, hanya diperuntukkan kepada
anak-anak pegawai negeri dan orang-orang yang mampu. Terjadi diskriminasi pendidikan yaitu pengajaran di sekolah kelas I
untuk anak-anak pegawai negeri dan orang-orang yang berharta, dan di sekolah
kelas II kepada anak-anak pribumi dan pada umumnya.
3.
Migrasi.
Migrasi ke daerah luar Jawa hanya ditujukan ke daerah-daerah yang dikembangkan
perkebunan-perkebunan milik Belanda. Hal ini
karena adanya permintaan yang besar akan tenaga kerja di daerah-daerah
perkebunan seperti perkebunan di Sumatera Utara, khususnya di Deli, Suriname,
dan lain-lain. Mereka dijadikan kuli kontrak. Migrasi ke Lampung mempunyai
tujuan menetap. Karena migrasi ditujukan untuk memenuhi kebutuhan akan tenaga
kerja, maka tidak jarang banyak yang melarikan diri. Untuk mencegah agar
pekerja tidak melarikan diri, pemerintah Belanda mengeluarkan Poenale Sanctie,
yaitu peraturan yang menetapkan bahwa pekerja yang melarikan diri akan dicari
dan ditangkap polisi, kemudian dikembalikan kepada mandor/pengawasnya.
Dari ketiga penyimpangan ini, terjadi karena lebih banyak
untuk kepentingan pemerintahan Belanda.
Dampak yang
di timbulkan oleh Politik Etis tentunya ada yang negatif dan positif namun yang
perlu kita ketahui adalah bahwa hampir semua program dan tujuan awal dari
Politik Etis banyak yang tak terlaksana dan mendapat hambatan. Namun satu
program yang berdampak positif dengan sifat jangka panjang bagi bangsa
Indonesia adalah bidang pendidikan yang akan mendatangkan golongan terpelajar
dan terdidik yang dikemudian hari akan membuat pemerintahan Belanda menjadi
terancam dengan munculnya Budi Utomo, Sarikat Islam dan berdirinya Volksraad.
Adapun dampak-dampak yang terlihat nyata adalah dalam tiga bidang :
1.
Politik : Desentralisasi kekuasaan
atau otonomi bagi bangsa Indonesia, namun tetap saja terdapat masalah yaitu
golongan penguasa tetap kuat dalam arti intervensi, karena
perusahaan-perusahaan Belanda kalah saing dengan Jepang dan Amerika menjadikan
sentralisasi berusaha diterapkan kembali. (Kartodirjo, Sartono 1990 : 56)
2.
Sosial
: Lahirya golongan terpelajar, peningkatan jumlah melek huruf, perkembangan
bidang pendidikan adalah dampak positifnya namun
dampak negatifnya adalah kesenjangan antara golongan bangsawan dan bawah
semakin terlihat jelas karena bangsawan kelas atas dapat berseolah dengan baik
dan langsung di pekerjakan di perusahaan-perusahaan Belanda.
3.
Ekonomi : lahirnya sistem
Kapitalisme modern, politk liberal dan pasar bebas yang menjadikan persaingan
dan modal menjadi indikator utama dalam perdagangan. Sehingga yang lemah akan
kalah dan tersingkirkan. Selain itu juga muculnya dan berkembangnya
perusahaan-perusahaan swasta dan asing di Indonesia seperti Shell.
4.
Infrastruktur
: Pembangunan infrastruktur seperti pembangunan rel kereta api yang
memperlancar perpindahan barang dan manusia. Pembangunan
infratruktur pertanian dalam hal ini bendungan yang nantinya bermanfaat bagi
pengairan.
5. Pendidikan
: Berdirinya sekolah-sekolah antara lain, Hollandsch Indlandsche School(HIS)
setingkat SD untuk kelas atas dan yang untuk kelas bawah dibentuk sekolah kelas
dua, Meer Uitgebreid Lagare Onderwijs (MULO) setingkat SMP, Algemeene
Middlebare School (AMS) setingkat SMU, Kweek School (Sekolah Guru) untuk kaum
bumi putra dan Technical Hoges School (Sekolah Tinggi Teknik), School Tot Opleiding Van Indische Artsen
(STOVIA) sekolah kedokteran. Adanya berbagai sekolah mengakibatkan
munculnya kaum terpelajar atau cendikiawan yang nantinya menjadi pelopor Pergerakan Nasional seperti contoh
Soetomo mahasiswa STOVIA mendirikan organisasi Budi Utomo.