Materi 12 Perkembangan
Kehidupan Politik Dan Ekonomi Bangsa Indonesia
Pada
Masa Awal Kemerdekaan Sampai Masa Demokrasi Liberal
A.
PERKEMBANGAN EKONOMI,POLITIK,
KEUANGAN PADA AWAL KEMERDEKAAN
1.
KONDISI EKONOMI INDONESIA AWAL
KEMERDEKAAN
Keadaan ekonomi
Indonesia pada akhir kekuasaan Jepang dan pada awal berdirinya Republik
Indonesia sangat kacau dan sulit. Latar belakang keadaan yang kacau tersebut
disebabkan karena :
1)
Indonesia yang baru saja merdeka belum memiliki pemerintahan yang
baik, dimana belum ada pejabat khusus yang bertugas untuk menangani
perekonomian Indonesia.
2)
Sebagai negara baru Indonesia belum mempunyai pola dan cara untuk
mengatur ekonomi keuangan yang mantap.
3)
Tinggalan pemerintah pendudukan Jepang dimana ekonomi saat
pendudukan Jepang memang sudah buruk akibat pengeluaran pembiayaan perang
Jepang. Membuat pemerintah baru Indonesia agak sulit untuk bangkit dari
keterpurukan.
4)
Kondisi keamanan dalam negeri sendiri tidak stabil akibat sering
terjadinya pergantian kabinet, dimana hal tersebut mendukung ketidakstabilan
ekonomi.
5)
Politik keuangan yang berlaku di Indonesia dibuat di negara Belanda
guna menekan pertumbuhan ekonomi Indonesia bahkan untuk menghancurkan ekonomi
nasional.
6)
Belanda masih tetap tidak mau mengakui kemerdekaan Indonesia dan masih terus melakukan pergolakan politik yang
menghambat langkah kebijakan pemerintah dalam bidang ekonomi.
Faktor- faktor
penyebab kacaunya perekonomian Indonesia 1945-1950 adalah sebagai berikut :
1)
Terjadi Inflasi yang sangat
tinggi
Inflasi
tersebut dapat terjadi disebabakan karena :
–
Beredarnya mata uang Jepang di masyarakat dalam jumlah yang tak
terkendali (pada bulan Agustus 1945 mencapai 1,6 Milyar yang beredar di Jawa
sedangkan secara umum uang yang beredar di masyarakat mencapai 4 milyar).
–
Beredarnya mata uang cadangan yang dikeluarkan oleh pasukan Sekutu
dari bank-bank yang berhasil dikuasainya untuk biaya operasi dan gaji pegawai
yang jumlahnya mencapai 2,3 milyar.
–
Repubik Indonesia sendiri belum memiliki mata uang sendiri sehingga
pemerintah tidak dapat menyatakan bahwa mata uang pendudukan Jepang tidak
berlaku.
Inflasi
terjadi karena di satu sisi tidak terkendalinya peredaran uang yang dikeluarkan
pemerintah Jepang di sisi lain ketersediaan barang menipis bahkan langka di
beberapa daerah. Kelangkaan ini terjadi akibat adanya blokade ekonomi oleh
Belanda. Uang Jepang yang beredar sangat
tinggi sedangkan kemampuan ekonomi untuk menyerap uang tersebut masih sangat
rendah.
Karena inflasi ini kelompok yang paling menderita
adalah para petani sebab pada masa pendudukan Jepang petani merupakan produsen
yang paling banyak menyimpan mata uang Jepang. Hasil pertanian mereka tidak
dapat dijual, sementara nilai tukar mata uang yang mereka miliki sangat rendah.
Pemerintah
Indonesia yang baru saja berdiri tidak mampu mengendalikan dan menghentikan
peredaran mata uang Jepang tersebut sebab Indonesia belum memiliki mata uang
baru sebagai penggantinya. Pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk sementara
waktu menyatakan ada 3 mata uang yang berlaku di wilayah RI, yaitu:
1) Mata uang De Javasche Bank
2) Mata uang pemerintah Hindia
Belanda
3) Mata uang pendudukan Jepang
Keadaan tersebut diperparah dengan diberlakukannya
uang NICA di daerah yang diduduki sekutu pada tanggal 6 Maret 1946 oleh
Panglima AFNEI yang baru (Letnan Jenderal Sir Montagu Stopford). Uang NICA ini
dimaksudkan untuk menggantikan uang Jepang yang nilainya sudah sangat turun
saat itu. Upaya sekutu tersebut merupakan salah satu bentuk pelangaran
kesepakatan yaitu bahwa selama belum ada penyelesaian politik mengenai status
Indonesia, maka tidak ada mata uang baru.
Karena tindakan sekutu tersebut maka pemerintah
Indonesia pun mengeluarkan uang kertas baru yaitu Oeang Republik Indonesia
(ORI) sebagai pengganti uang Jepang.
2)
Adanya Blokade ekonomi dari
Belanda
Blokade oleh Belanda ini dilakukan dengan menutup
(memblokir) pintu keluar-masuk perdagangan RI terutama melalui jalur laut dan
pelabuhan-pelabuhan penting. Blokade ini dilakukan mulai bulan November 1945.
Adapun alasan dari pemerintah Belanda
melakukan blokade ini adalah :
–
Mencegah masuknya senjata dan peralatan militer ke Indonesia.
–
Mencegah keluarnya hasil-hasil
perkebunan milik Belanda dan milik asing lainnya.
–
Melindungi bangsa Indonesia dari tindakan-tindakan yang dilakukan
oleh bangsa lain.
Dengan adanya blokade tersebut menyebabkan:
–
Barang-barang ekspor RI
terlambat terkirim.
–
Barang-barang dagangan milik
Indonesia tidak dapat di ekspor bahkan banyak barang-barang ekspor Indonesia
yang dibumi hanguskan.
–
Indonesia kekurangan
barang-barang import yang sangat dibutuhkan.
–
Inflasi semakin tak terkendali
sehingga rakyat menjadi gelisah.
Tujuan/harapan Belanda dengan blokade ini adalah:
–
Agar ekonomi Indonesia
mengalami kekacauan
–
Agar terjadi kerusuhan sosial
karena rakyat tidak percaya kepada pemerintah Indonesia, sehingga pemerintah
Belanda dapat dengan mudah mengembalikan eksistensinya.
–
Untuk menekan Indonesia dengan
harapan bisa dikuasai kembali oleh Belanda.
3)
Kekosongan kas Negara
Kas Negara mengalami kekosongan karena pajak dan bea
masuk lainnya belum ada sementara pengeluaran negara semakin bertambah.
Penghasilan pemerintah hanya bergantung kepada produksi pertanian. Karena
dukungan dari bidang pertanian inilah pemerintah Indonesia masih bertahan,
sekalipun keadaan ekonomi sangat buruk.
2. UPAYA
MENGATASI BLOKADE EKONOMI BELANDA (NICA)
Upaya
pemerintah untuk keluar dari masalah blokade tersebut adalah sebagai berikut.
1) Usaha bersifat politis,
yaitu Diplomasi Beras ke India
Pemerintah Indonesia bersedia untuk membantu
pemerintah India yang sedang ditimpa bahaya kelaparan dengan mengirimkan
500.000 ton beras dengan harga sangat rendah. Pemerintah melakukan hal ini
sebab akibat blokade oleh Belanda maka hasil panen Indonesia yang melimpah
tidak dapat dijual keluar negeri sehingga pemerintah berani memperkirakan bahwa
pada pada musim panen 1946 akan diperoleh suplai hasil panen sebesar 200.000
sampai 400.000 ton. Sebagai imbalannya pemerintah India bersedia mengirimkan
bahan pakaian yang sangat dibutuhkan oleh rakyat Indonesia pada saat itu. Saat
itu Indonesia tidak memikirkan harga karena yang penting adalah dukungan dari
negara lain yang sangat diperlukan dalam perjuangan diplomatik dalam forum
internasional. Adapun keuntungan politis yang diperoleh Indonesia dengan adanya
kerjasama dengan India ini adalah Indonesia mendapatkan dukungan aktif dari
India secara diplomatik atas perjuangan Indonesia di forum internasional.
2) Mengadakan hubungan dagang
langsung dengan luar negeri
Membuka hubungan dagang langsung ke luar negeri
dilakukan oleh pihak pemerintah maupun pihak swasta. Usaha tersebut antara lain
:
Mengadakan
kontak dagang dengan perusahaan swasta Amerika (Isbrantsen Inc.). Tujuan dari
kontak ini adalah membuka jalur diplomatis ke berbagai negara. Dimana usaha
tersebut dirintis oleh BTC (Banking and Trading Corporation) atau Perseroan
Bank dan Perdagangan, suatu badan perdagangan semi-pemerintah yang membantu
usaha ekonomi pemerintah, dipimpin oleh Sumitro Djojohadikusumo dan Ong Eng
Die. Hasil transaksi pertama dari kerjasama tersebut adalah Amerika bersedia membeli
barang-barang ekspor Indonesia seperti gula, karet, teh, dan lain-lain. Tetapi
selanjutnya kapal Amerika yang mengangkut barang pesanan RI dan akan memuat
barang ekspor dari RI dicegat dan seluruh muatannya disita oleh kapal Angkatan
Laut Belanda.
Karena blokade
Belanda di Jawa terlalu kuat maka usaha diarahkan untuk menembus blokade
ekonomi Belanda di Sumatera dengan tujuan Malaysia dan Singapura. Usaha
tersebut dilakukan sejak 1946 sampai akhir masa perang kemerdekaan. Pelaksanaan
ini dibantu oleh Angkatan laut RI serta pemerintah daerah penghasil
barang-barang ekspor. Karena perairan di Sumatra sangatlah luas, maka pihak
Belanda tidak mampu melakukan pengawasan secara ketat. Hasilnya Indonesia
berhasil menyelundupkan karet yang mencapai puluhan ribu ton dari Sumatera ke
luar negeri, terutama ke Singapura. Dan Indonesia berhasil memperoleh senjata,
obat-obatan dan barang-barang lain yang dibutuhkan.
Pemerintah RI
pada 1947 membentuk perwakilan resmi di Singapura yang diberi nama Indonesian
Office (Indoff). Secra resmi badan ini merupakan badan yang memperjuangkan
kepentingan politik di luar negeri, namun secara rahasia berusaha menembus
blokade ekonomi Belanda dengan melakukan perdagangan barter. Diharapkan dengan
upaya ini mampu memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia. Selain itu juga
berperan sebagai perantara dengan pedagang Singapura dan mengusahakan pengadaan
kapal-kapal yang diperlukan.
Dibentuk
perwakilan kemetrian pertahanan di luar negeri yaitu Kementrian Pertahanan
Urusan Luar Negeri (KPULN) yang dipimpin oleh Ali Jayengprawiro. Tugas pokok
badan ini adalah membeli senjata dan perlengkapan angkatan perang.
3. KEBIJAKAN
PEMERINTAHAN MENGHADAPI BURUKNYA KONDISI EKONOMI INDONESIA
Upaya yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi
kondisi ekonominya mulai dilakukan sejak Februari 1946, adalah sebagai berikut.
1) Konferensi
Ekonomi Februari 1946
Konferensi ini dihadiri oleh para cendekiawan,
gubernur, dan pejabat lainnya yang bertanggungjawab langsung mengenai masalah
ekonomi di Jawa, yang dipimpin oleh Menteri Kemakmuran (Darmawan Mangunkusumo).
Tujuan Konferensi ini adalah untuk memperoleh kesepakatan dalam menanggulangi
masalah-masalah ekonomi yang mendesak, seperti :
Masalah
produksi dan distribusi makanan
Tercapai kesepakatan bahwa sistem autarki lokal
sebagai kelanjutan dari sistem ekonomi perang Jepang, secara berangsur-angsur
akan dihapukan dan diganti dengan sistem desentralisasi.
Masalah
sandang
Disepakati bahwa Badan Pengawasan Makanan Rakyat
diganti dengan Badan Persediaan dan Pembagian Makanan (BPPM) yang bertujuan
untuk mengatasi kesengsaraan rakyat Indonesia. Badan ini dipimpin oleh
Sudarsono dibawah pengawasan Kementrian Kemakmuran. BPPM dapat dianggap sebagai
awal dari terbentuknya Badan Urusan Logistik (Bulog). Sementara itu tujuan
dibentuk Bulog (Februari 1946) untuk melarang pengiriman bahan makanan antar
karisidenan.
Status dan
Administrasi perkebunan-perkebunan
Keputusannya adalah semua perkebunan dikuasai oleh
negara dengan sistem sentralisasi di bawah kementrian Kemakmuran. Sehingga
diharapkan pendapatan negara dapat bertambah secara signifikan dengan
nasionalisasi pabrik gula dan perkebunan tebu.
Konferensi kedua di Solo, 6 Mei 1946 membahas
mengenai masalah program ekonomi pemerintah, masalah keuangan negara,
pengendalian harga, distribusi, dan alokasi tenaga manusia. Wapres Moh. Hatta
mengusulkan mengenai rehabilitasi pabrik gula, dimana gula merupakan bahan
ekspor penting sehingga harus dikuasai oleh negara. Untuk merealisasikan
keinginan tersebut maka pada 6 Juni 1946 dibentuk Perusahaan Perkebunan Negara
(PPN).
2) Pinjaman
Nasional
Program ini dilaksanakan oleh Menteri Keuangan
(Surachman) dengan persetujuan BP-KNIP. Untuk mendukung program tersebut maka
dibuat Bank Tabungan Pos, bank ini berguna untuk penyaluran pinjaman nasional
untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat Indonesia kepada pemerintahan. Selain
itu, pemerintah juga menunjuk rumah gadai untuk memberikan pinjaman kepada
masyarakat dengan jangka waktu pengembalian selama 40 tahun. Tujuannya untuk
mengumpulkan dana masyarakat bagi kepentingan perjuangan, sekaligus untuk
menanamkan kepercayaan rakyat pada pemerintah RI.
Rakyat dapat meminjam jika rakyat mau menyetor uang
ke Bank Tabungan Pos dan rumah-rumah pegadaian. Usaha ini mendapat respon yang
besar dari rakyat terbukti dengan besar pinjaman yang ditawarkan pada bulan
Juli 1946 sebesar Rp. 1.000.000.000,00 , pada tahun pertama berhasil
dikumpulkan uang sejumlah Rp. 500.000.000,00. Kesuksesan yang dicapai
menunjukkan besarnya dukungan dan kepercayaan rakyat kepada Pemerintah RI.
3) Pembentukan
Planning Board (Badan Perancang Ekonomi) 19 Januari 1947.
Badan ini dibentuk atas usul dari menteri kemakmuran
AK. Gani. Badan ini merupakan badan tetap yang bertugas membuat rencana
pembangunan ekonomi untuk jangka waktu 2 sampai 3 tahun yang akhirnya
disepakati Rencana Pembangunan Sepuluh Tahun.
Rencana Pembangunan 10 tahun tersebut adalah sebagai
berikut :
–
Semua bangunan umum,
perkebunan, dan industri yang telah ada sebelum perang menjadi milik negara,
yang baru terlaksana tahun 1957.
–
Bangunan umum vital milik asing
dinasionalisasikan dengan pembayaran ganti rugi
–
Perusahaan milik Jepang akan
disita sebagai ganti rugi terhadap RI.
–
Perusahaan modal asing lainnya
dikembalikan kepada yang berhak sesudah diadakan perjanjian Republik Indonesia
dengan Belanda.
Badan ini bertujuan untuk menasionalisasikan semua
cabang produksi yang telah ada dengan mengubah ke dalam bentuk badan hukum. Hal
ini dilakukan dengan harapan agar Indonesia dapat menggunakan semua cabang
produksi secara maksimal dan kuat di mata hukum internasional. Pendanaan untuk
Rencana Pembangunan ini terbuka baik bagi pemodal dalam negeri maupun pemodal
asing.
Inti rencana ini adalah agar Indonesia membuka diri
terhadap penanaman modal asing dan melakukan pinjaman baik ke dalam maupun ke
luar negeri.
Untuk membiayai rencana pembangunan ekonomi tersebut
pemerintah membuka diri terhadap penanaman modal asing, mengerahkan dana
masyarakat melalui pinjaman nasional, melalui tabungan masyarakat, serta
melibatkan badan-badan swasta dalam pembangunan ekonomi. Dan untuk menampung
dana tersebut dibentuk Bank Pembangunan. Perusahaan patungan (merger)
diperkenankan berdiri sementara itu tanah partikelir dihapuskan.
Perkembangannya April 1947 badan ini diperluas
menjadi Panitia Pemikir Siasat Ekonomi yang bertugas mempelajari, mengumpulkan
data, dan memberikan saran kepada pemerintah dalam merencanakan pembangunan
ekonomi dan dalam rangka melakukan perundingan dengan pihak Belanda. Rencana
tersebut belum berhasil dilaksanakan dengan baik karena situasi politik dan
militer yang tidak memungkinkan, yaitu Agresi Militer Belanda I dan Perjanjian
Linggarjati yang menyebabkan sebagian besar wilayah Indonesia yang memiliki
potensi ekonomi jatuh ke tangan Belanda dan yang tersisa sebagian besar
tergolong sebagai daerah miskin dan berpenduduk padat (Sumatera dan Jawa). Hal
tersebut ditambah dengan adanya Pemberontakan PKI dan Agresi mIliter Belanda II
yang mengakibatkan kesulitan ekonomi semakin memuncak.
4) Rekonstruksi
dan Rasionalisasi Angkatan Perang (Rera) 1948
Program ini bertujuan untuk mengurangi beban negara
dalam bidang ekonomi, selain meningkatkan efisiensi. Rasionalisasi meliputi
penyempurnaan administrasi negara, angkatan perang, dan aparat ekonomi.
Sejumlah angkatan perang dikurangi secara drastis untuk mengurangi beban negara
di bidang ekonomi dan meningkatkan effisiensi angkatan perang dengan menyalurkan
para bekas prajurit pada bidang-bidang produktif dan diurus oleh kementrian
Pembangunan dan Pemuda. Rasionalisasi yang diusulkan oleh Mohammad Hatta
diikuti dengan intensifikasi pertanian, penanaman bibit unggul, dan peningkatan
peternakan.
5) Rencana
Kasimo (Kasimo Plan)
Program ini disusun oleh Menteri Urusan Bahan Makanan
I.J.Kasimo. Program ini berupa Rencana Produksi Tiga tahun (1948-1950) mengenai
usaha swasembada pangan dengan beberapa petunjuk pelaksanaan yang praktis. Inti dari Kasimo Plan adalah untuk
meningkatkan kehidupan rakyat dengan meningkatkan produksi bahan pangan.
Rencana Kasimo ini adalah :
–
Menanami tanah kosong (tidak
terurus) di Sumatera Timur seluas 281.277 HA
–
Melakukan intensifikasi di Jawa
dengan menanam bibit unggul
–
Pencegahan penyembelihan
hewan-hewan yang berperan penting bagi produksi pangan.
–
Di setiap desa dibentuk
kebun-kebun bibit
–
Transmigrasi bagi 20 juta
penduduk Pulau Jawa dipindahkan ke Sumatera dalam jangka waktu 10-15 tahun.
6) Persatuan
Tenaga Ekonomi (PTE)
Organisasi yang dipimpin B.R Motik ini bertujuan
untuk :
–
Menggiatkan kembali partisipasi
pengusaha swasta, agar pengusaha swasta memperkuat persatuan dan mengembangkan
perekonomian nasional.
–
Menggalang dan Melenyapkan
individualisasi di kalangan organisasi pedagang sehingga dapat memperkokoh
ketahanan ekonomi bangsa Indonesia.
Meskipun usaha PTE didukung pemerintah dan melibatkan
dukungan dari pemerintah daerah namun perkembangannya PTE tidak dapat berjalan
baik dan hanya mampu didirikan Bank PTE di Yogyakarta dengan modal awal Rp.
5.000.000,00. Kegiatan ini semakin mengalami kemunduran akibat Agresi Militer
Belanda.
Selain PTE, perdagangan swasta lainnya juga membantu
usaha ekonomi pemerintah adalah Banking and Trading Corporation (Perseroan Bank
dan Perdagangan).
Mengaktifkan kembali Gabungan Perusahaan
Perindustrian dan Perusahaan Penting, Pusat Tembakau Indonesia, Gabungan
Saudagar Indonesia Daerah Aceh (GASIDA) dalam rangka memperbaiki ekonomi
Indonesia.
7) Oeang
Republik Indonesia (ORI)
Melarang digunakan
mata uang NICA dan yang lainnya serta hanya boleh menggunakan Oeang Repoeblik
Indonesia (ORI) dikeluarkan oleh Pemerintah Republik Indonesia berdasarkan UU
No. 17 tahun 1946 yang dikeluarkan pada tanggal 1 Oktober 1946. Mengenai pertukaran uang Rupiah Jepang diatur berdasarkan UU No. 19
tahun 1946 tanggal 25 Oktober 1946. Tanggal 25 Oktober selanjutnya dijadikan
sebagai hari keuangan. Adapun kebijakan penyetaraan mata uang adalah sebagai
berikut:
Di Jawa, Lima
puluh rupiah (Rp. 50,00) uang Jepang disamakan dengan satu rupiah (Rp. 100,00)
ORI dengan perbandingan 1:5.
Di Luar Jawa
dan Madura, Seratus rupiah (Rp. 100,00) uang Jepang sama dengan satu rupiah (Rp. 1,00) ORI
dengan perbandingan 1:10.
Setiap sepuluh
rupiah (Rp. 10,00) ORI bernilai sama dengan emas murni seberat 5 gram.
Mengenai pengaturan nilai tukar uang ORI dengan
valuta asing (nilai kurs mata uang ORI di pasar valuta asing) sebenarnya
dipegang oleh Bank Negara yang sebelumnya telah dirintis bentuk prototipenya
yaitu dengan pembentukan Bank Rakyat Indonesia (Shomin Ginko). Namun tugas tersebut pada akhirnya
dijalankan oleh Bank Negara Indonesia (Bank Negara Indonesia 1946) yang
dipimpin oleh Margono Djojohadikusumo. Bank ini merupakan bank umum milik
pemerintah yang tujuan awal didirikannya adalah untuk melaksanakan koordinasi
dalam pengurusan bidang ekonomi dan keuangan. BNI didirikan pada 1 November
1946.
Meskipun begitu
usaha pemerintah untuk menjadikan ORI sebagai satu-satunya mata uang nasional
tidak tercapai karena terpecah-pecahnya wilayah RI akibat perundingan
Indonesia- Belanda. Sehingga di beberapa daerah mengeluarkan mata uang sendiri,
yang berbeda dengan ORI, seperti URIPS (Uang Republik Propinsi Sumatera) di
Sumatera, URIBA (Uang Republik Indonesia Baru) di Aceh, URIDAB (Uang Republik
Indonesia Banten) di Banten dan Palembang. Upaya-upaya pemerintah Indonesia
tersebut dilakukan dalam upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat
Indonesia meskipun Belanda masih belum pergi dari Indonesia.