Posted by
One_Esc on
Tuesday, April 9, 2019
Perkembangan Kehidupan Politik Dan Ekonomi Bangsa
Indonesia Pada Masa Awal Reformasi
3.
Masa Pemerintahan Presiden Megawati Soekarno Putri
Presiden
Megawati Soekarno Putri mengawali tugasnya sebagai presiden kelima Republik
Indonesia dengan membentuk Kabinet Gotong Royong. Kabinet ini memiliki lima
agenda utama yakni membuktikan sikap tegas pemerintah dalam menghapus KKN,
menyusun langkah untuk menyelamatkan rakyat dari krisis yang berkepanjangan,
meneruskan pembangunan politik, mempertahankan supremasi hukum dan menciptakan
situasi sosial kultural yang kondusif untuk memajukan kehidupan masyarakat
sipil, menciptakan kesejahteraan dan rasa aman masyarakat dengan meningkatkan
keamanan dan hak asasi manusia.
Tugas
Presiden Megawati di awal pemerintahannya terutama upaya untuk memberantas KKN
terbilang berat karena selain banyaknya kasus-kasus KKN masa Orde Baru yang
belum tuntas, kasus KKN pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid
menambah beban pemerintahan baru tersebut. Untuk menyelesaikan berbagai kasus
KKN, pemerintahan Presiden Megawati membentuk Komisi Tindak Pidana Korupsi
setelah keluarnya UU RI No. 28 tahun 1999 tentang penyelenggaraan negara yang
bersih dan bebas KKN.
Pembentukan
komisi ini menuai kritik karena pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman
Wahid telah dibentuk Komisi Pemeriksa Kekayaan Pejabat Negara (KPKPN). Dari
sisi kemiripan tugas, keberadaan dua komisi tersebut tersebut terkesan tumpang
tindih. Dalam perjalanan pemerintahan Megawati, kedua komisi tersebut tidak
berjalan maksimal karena hingga akhir pemerintahan Presiden Megawati, berbagai
kasus KKN yang ada belum dapat diselesaikan.
a.
Reformasi Bidang Hukum dan Pemerintahan
Pada
masa pemerintahan Presiden Megawati, MPR kembali melakukan amandemen terhadap
UUD 1945 pada tanggal 10 November 2001. Amandemen tersebut meliputi penegasan
Indonesia sebagai negara hukum dan kedaulatan berada di tangan rakyat. Salah satu
perubahan penting terkait dengan pemilihan umum adalah perubahan tata cara
pemilihan presiden dan wakil presiden yang dipilih langsung oleh rakyat dan
mulai diterapkan pada pemilu tahun 2004. Dengan demikian rakyat akan
berpartisipasi dalam pemilihan umum untuk memilih calon anggota legislatif,
presiden dan kepala daerah secara terpisah.
Hal
lain yang dilakukan terkait dengan reformasi di bidang hukum dan pemerintahan
adalah pembatasan wewenang MPR, kesejajaran kedudukan antara presiden dan DPR
yang secara langsung menguatkan posisi DPR, kedudukan Dewan Perwakilan Daerah
(DPD), penetapan APBN yang diajukan oleh presiden dan penegasan wewenang BPK.
Salah
satu bagian penting amandemen yang dilakukan MPR terkait upaya pemberantasan
KKN adalah penegasan kekuasaan kehakiman sebagai kekuasaan independen untuk
menyelenggarakan peradilan yang adil dan bersih guna menegakkan hukum dan
keadilan yang dilakukan oleh Mahkamah Agung. Amandemen ini memberikan kekuatan
bagi penegak hukum untuk menembus birokrasi yang selama ini disalahgunakan
untuk mencegah penyelidikan terhadap tersangka kejahatan terlebih jika sebuah
kasus menimpa pejabat pemerintah yang tengah berkuasa. Upaya lain untuk
melanjutkan cita-cita reformasi di bidang hukum adalah pencanangan pembentukan
Mahkamah Konstitusi selambat-lambatnya tanggal 17 Agustus 2003.
Selain
beberapa amandemen terkait masalah hukum dan pemerintahan, pemerintahan
Presiden Megawati juga berupaya melanjutkan upaya reformasi di bidang pers yang
ditandai dengan dikeluarkannya Undang-undang Pers dan Undang-undang Penyiaran.
Dilihat dari sisi kebebasan mengeluarkan pendapat, keberadaan kedua
undang-undang tersebut berdampak positif namun di sisi lain berbagai media yang
diterbitkan oleh partai-partai politik dan LSM seringkali melahirkan polemik
dan sulit dikontrol oleh pemerintah.
b.
Reformasi Bidang Ekonomi
Krisis
ekonomi yang melanda Indonesia sejak 1998 belum dapat dilalui oleh dua presiden
sebelum Megawati sehingga pemerintahannya mewarisi berbagai persoalan ekonomi
yang harus dituntaskan. Masalah ekonomi yang kompleks dan saling berkaitan
menuntut perhatian pemerintah untuk memulihkan situasi ekonomi guna memperbaiki
kehidupan rakyat. Wakil Presiden Hamzah Haz menjelaskan bahwa pemerintah
merancang paket kebijakan pemulihan ekonomi menyeluruh yang dapat menggerakkan
sektor riil dan keuangan agar dapat menjadi stimulus pemulihan ekonomi. Selain
upaya pemerintah untuk memperbaiki sektor ekonomi, MPR berhasil mengeluarkan
keputusan yang menjadi pedoman bagi pelaksanaan pembangunan ekonomi di masa
reformasi yaitu Tap MPR RI No. IV/MPR/1999 tentang Garis-Garis Besar Haluan
Negara 1999-2004. Sesuai dengan amanat GBHN 1999-2004, arah kebijakan
penyelenggaraan negara harus dituangkan dalam Program Pembangunan Nasional
(Propenas) lima tahun yang ditetapkan oleh presiden bersama DPR.
Minimnya
kontroversi selama masa pemerintahan Megawati berdampak positif pada sektor
ekonomi. Hal ini membuat pemerintahan Megawati mencatat beberapa pencapaian di
bidang ekonomi dan dianggap berhasil membangun kembali perekonomian bangsa yang
sempat terpuruk sejak beralihnya pemerintahan dari pemerintahan Orde Baru ke
pemerintahan pada era reformasi. Salah satu indikator keberhasilan pemerintahan
Presiden Megawati adalah rendahnya tingkat inflasi dan stabilnya cadangan
devisa negara. Nilai tukar rupiah relatif membaik dan berdampak pada stabilnya
harga-harga barang. Kondisi ini juga meningkatkan kepercayaan investor terhadap
perekonomian Indonesia yang dianggap menunjukkan perkembangan positif.
Kenaikan
inflasi pada bulan Januari 2002 akibat kenaikan harga dan suku bunga serta
berbagai bencana lainnya juga berhasil ditekan pada bulan Maret dan April 2002.
Namun berbagai pencapaian di bidang ekonomi pemerintahan Presiden Megawati
mulai menunjukkan penurunan pada paruh kedua pemerintahannya. Pada pertengahan
tahun 2002-2003 nilai tukar rupiah yang sempat menguat hingga Rp. 8.500,- per
dolar kemudian melemah seiring menurunnya kinerja pemerintah. Di sisi lain,
berbagai pencapaian tersebut juga tidak berbanding lurus dengan jumlah penduduk
yang ternyata masih banyak berada di bawah garis kemiskinan.
Popularitas
pemerintah juga menurun akibat berbagai kebijakan yang tidak populis dan
meningkatkan inflasi.
Meningkatnya inflasi berdampak buruk terhadap tingkat inflasi riil. Diantara
kebijakan tersebut adalah kebijakan pemerintah yang menaikkan harga bahan bakar
minyak (BBM) dan tarif dasar listrik (TDL) serta pajak pendapatan negara.
(Sarwanto, 2004: 50). Selain itu, persoalan hutang luar negeri juga menjadi
persoalan pada masa pemerintahan Presiden Megawati karena pembayaran hutang
luar negeri mengambil porsi APBN yang paling besar yakni mencapai 52% dari
total penerimaan pajak yang dibayarkan oleh rakyat sebesar 219,4 triliun
rupiah. Hal ini mengakibatkan pemerintah mengalami defisit anggaran dan
kebutuhan pinjaman baru.
c.
Masalah Disintegrasi dan Kedaulatan Wilayah
Pemerataan
ekonomi di seluruh wilayah Indonesia merupakan salah satu pekerjaan rumah
pemerintahan Presiden Megawati. Tidak meratanya pembangunan dan tidak adilnya
pembagian hasil sumber daya alam antara pemerintah pusat dan daerah menjadi
masalah yang berujung pada keinginan untuk melepaskan diri dari Negara Kesatuan
Republik Indonesia terutama beberapa provinsi yang kaya akan sumber daya alam
tetapi hanya mendapatkan sedikit dari hasil sumber daya alam mereka. Dua
provinsi yang rentan untuk melepaskan diri adalah provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam (NAD) dan Papua. Kebijakan represif yang diterapkan pada masa
pemerintahan Orde Baru di kedua provinsi tersebut menjadi alat propaganda
efektif bagi kelompok-kelompok yang ingin memisahkan diri.
Untuk
meredam keinginan melepaskan diri kedua provinsi tersebut, Presiden Megawati
melakukan upaya-upaya untuk menyelesaikan permasalahan disintegrasi dan
memperbaiki persentase pembagian hasil sumber daya alam antara pemerintah pusat
dan daerah di kedua propinsi tersebut. Berdasarkan UU No. 1b/2001 dan UU No.
21/2001 baik propinsi NAD dan Papua akan menerima 70% dari hasil pertambangan
minyak bumi dan gas alam. Upaya Presiden Megawati untuk memperbaiki hubungan
pemerintah pusat dan rakyat propinsi NAD juga dilakukan dengan melakukan
kunjungan kerja ke Banda Aceh pada tanggal 8 September 2001. Dalam kunjungan
kerja tersebut, presiden melakukan dialog dengan sejumlah tokoh Aceh dan berpidato
di halaman Masjid Raya Baiturrahman. Dalam kesempatan tersebut, presiden
mensosialisasikan UU No. 18 tahun 2001 tentang otonomi khusus Provinsi NAD.
Presiden
Megawati juga menandatangani prasasti perubahan status Universitas Malikussaleh
Lhokseumawe menjadi universitas negeri.Upaya Presiden Megawati untuk menjaga
keutuhan wilayah NKRI juga diuji saat pemerintah berusaha untuk menyelesaikan
sengketa status Pulau Sipadan dan Ligitan dengan pemerintah Malaysia. Sengketa
status kedua pulau tersebut tidak dapat diselesaikan melalui perundingan
bilateral antara pemerintah Indonesia dan Malaysia. Kedua negara sepakat untuk
membawa kasus ini ke Mahkamah Internasional di Den Haag. Pemerintah Indonesia
sejak tahun 1997 telah memperjuangkan pengakuan internasional bahwa kedua pulau
tersebut merupakan bagian dari wilayah Republik Indonesia. Namun Mahkamah
Internasional pada akhirnya memutuskan bahwa kedua pulau tersebut merupakan
bagian dari Malaysia. Dari 17 hakim yang terlibat dalam proses keputusan
Mahkamah Internasional, satu-satunya hakim yang memberikan keputusan bahwa
kedua pulau tersebut merupakan bagian dari wilayah Indonesia adalah Hakim Ad
Hoc Thomas Franck yang ditunjuk oleh Indonesia.Terlepasnya Pulau Sipadan yang
memiliki luas 10,4 hektar dan Pulau Ligitan yang memiliki luas 7,9 hektar
merupakan pukulan bagi diplomasi luar negeri Indonesia setelah terlepasnya
Timor Timur. Kasus ini juga menunjukkan lemahnya diplomasi luar negeri
Indonesia saat berhadapan dengan negara lain terutama dalam sengketa perbatasan
dengan negara-negara tetangga.
d.
Desentralisasi Politik dan Keuangan
Terkait
hubungan pemerintah pusat dan daerah, pemerintahan Presiden Megawati berupaya
untuk melanjutkan kebijakan otonomi daerah yang telah dirintis sejak tahun 1999
seiring dengan dikeluarkannya UU No. 2 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan
pusat-daerah. Upaya ini merupakan proses reformasi tingkat lokal terutama pada
bidang politik, pengelolaan keuangan daerah dan pemanfaatan sumber-sumber daya
alam daerah untuk kepentingan masyarakat setempat. Upaya desentralisasi politik
dan keuangan ini sejalan dengan struktur pemerintahan di masa mendatang dimana
masing-masing daerah akan diberi wewenang lebih besar untuk mengelola
hasil-hasil sumber daya alam dan potensi ekonomi yang mereka miliki.Otonomi
daerah merupakan isu penting sejak bergulirnya reformasi pada tahun 1998.
Setelah berakhirnya pemerintahan Orde Baru, rakyat di beberapa daerah mulai
menyuarakan ketidakpuasan mereka terhadap sistem sentralisasi kekuasaan dan
wewenang pemerintah pusat yang sangat kuat. Kepala daerah yang bertugas di
beberapa daerah mulai dari posisi gubernur hingga bupati seringkali bukan
merupakan pilihan masyarakat setempat.
Proses
pelaksanaan otonomi daerah berikut pengadaan perangkat hukumnya berkaitan erat
dengan sistem pemilihan umum berikutnya yang akan diselenggarakan pada tahun
2004. Sejalan dengan rencana pelaksanaan otonomi daerah, pemerintah secara
aktif mengeluarkan beberapa undang-undang yang mendukung pelaksanaan otonomi
daerah sekaligus memberikan pedoman dalam penelitian, pengembangan, perencanaan
dan pengawasan saat undang-undang tersebut diberlakukan. Terkait dengan itu,
pemerintah mengeluarkan UU No. 12 tahun 2003 mengenai pemilihan umum anggota
DPR, DPD dan DPRD. Penerbitan undang-undang ini diikuti dengan dikeluarkannya
UU No. 22 tahun 2003 tentang susunan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD serta UU
No. 23 tahun 2003 mengenai pemilihan presiden dan wakil presiden. Untuk
melengkapi berbagai perangkat hukum mengenai otonomi daerah yang sudah ada,
pemerintahan Presiden Megawati di tahun terakhir masa pemerintahnnya
mengeluarkan UU No. 32 tahun 2004 mengenai pemerintahan daerah yang memuat
antara lain kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah, konsep otonomi dan
asas-asas penyelenggaraan pemerintahan.
Sistem
pemilihan langsung terhadap wakil-wakil rakyat di daerah dan kepala daerah
menjadikan pelaksanaan otonomi daerah semakin memberikan kesempatan bagi rakyat
di daerah untuk berperan lebih besar dalam memajukan wilayah mereka.
Terpilihnya wakil rakyat dan kepala daerah yang dipilih langsung oleh
masyarakat setempat diharapkan lebih dapat mengakomodasi keinginan masyarakat
karena memahami seluk beluk masalah dan potensi masyarakat dan sumber daya alam
yang dimiliki oleh wilayah bersangkutan disamping lebih memahami karakter dan
adat istiadat yang berlaku di wilayah tersebut.
e.
Upaya Pemberantasan KKN
Kendati
berhasil melakukan berbagai pencapaian di bidang ekonomi dan politik terutama
dalam menghasilkan produk undang-undang mengenai pelaksanaan otonomi daerah, pemerintahan
Presiden Megawati belum berhasil melakukan penegakkan hukum (law enforcement).
Berbagai kasus KKN yang diharapkan dapat diselesaikan pada masa pemerintahannya
menunjukkan masih belum maksimalnya upaya Presiden Megawati dalam penegakkan
hukum terutama kasus-kasus KKN besar yang melibatkan pejabat negara. Belum
maksimalnya penanganan kasus-kasus tersebut juga disebabkan karena kurangnya
jumlah dan kualitas aparat penegak hukum sehingga proses hukum terhadap
beberapa kasus berjalan sangat lambat dan berimbas pada belum adanya pembuktian
dari kasus-kasus yang ditangani.
Namun
keseriusan pemerintah untuk memerangi tindak pidana korupsi tercermin dari
dikeluarkannya UU No. 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU No. 31 tahun 1999
tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Produk hukum tersebut merupakan produk
hukum yang dikeluarkan khusus untuk memerangi korupsi.
Pengeluaran
produk hukum tentang Tipikor diikuti dengan dikeluarkannya berbagai produk
hukum lain seperti UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia, UU No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, UU No. 22
Tahun 2002 tentang Grasi, UU No. 30 Tahun 2002 tentang Pembentukan Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK), PP No, 41 Tahun 2002 tentang Kenaikan Jabatan dan
Pangkat Hakim, Inpres No. 2 Tahun 2002 tentang Penambang Pasir Laut dan Inpres
No. 8 Tahun 2002 tentang Pemberian Jaminan Kepastian Hukum Kepada Debitur yang
Telah Menyelesaikan Kewajibannya atau Tindakan Hukum Kepada Debitur yang Tidak
Menyelesaikan Kewajibannya Berdasarkan Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham.
f.
Pelaksanaan Pemilu 2004
Pemilu
tahun 2004 merupakan pemilu pertama dimana untuk pertama kalinya masyarakat
pemilik hak suara dapat memilih wakil rakyat mereka di tingkat pusat dan daerah
secara langsung. Pemilu untuk memilih anggota legislatif tersebut selanjutnya
diikuti dengan pemihan umum untuk memilih presiden dan wakil presiden yang juga
dipilih langsung oleh rakyat. Pemilihan anggota legislatif dan pemilu untuk
memilih presiden dan wakil presiden memiliki keterkaitan erat karena setelah
pemilu legislatif selesai, maka partai yang memiliki suara lebih besar atau
sama dengan tiga persen dapat mencalonkan pasangan calon presiden dan wakil
presidennya untuk maju ke pemilu presiden. Jika dalam pemilu presiden dan wakil
presiden terdapat satu pasangan yang memperoleh suara lebih dari 50%, maka
pasangan tersebut dinyatakan sebagai pasangan pemenang pemilu presiden.
Jika
pada pemilu presiden tidak terdapat pasangan yang mendapatkan suara lebih dari
50%, maka pasangan yang mendapatkan suara tertinggi pertama dan kedua berhak
mengikuti pemilu presiden putaran kedua.Pemilu legislatif 2004 yang
diselenggarakan pada tanggal 5 April 2004 diikuti oleh 24 partai politik. Lima
partai politik yang berhasil mendapatkan suara terbanyak adalah Partai Golkar
(24.480.757 atau 21,58% suara), PDI-P (21.026.629 atau 18,53% suara), PKB
(11.989.564 atau 10,57% suara), PPP (9.248.764 atau 8,15% suara) dan PAN
(7.303.324 atau 6,44% suara).
Pemilu
presiden yang diselenggarakan pada tanggal 5 Juli 2004 belum menghasilkan satu
pasangan calon presiden dan calon wakil presiden yang mendapatkan suara lebih
dari 50% sehingga pemilu presiden diselenggarakan dalam dua putaran. Dalam
pemilu presiden putaran kedua yang diselenggarakan pada tanggal 20 September
2004, pasangan H. Susilo Bambang Yudhoyono dan Drs. Muhammad Jusuf Kalla
mengungguli pasangan Hj. Megawati Soekarnoputri dan K.H. Ahmad Hasyim Muzadi.
Pada pemilu putaran kedua tersebut, pasangan Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf
Kalla memperoleh 62.266.350 suara atau 60,62% sementara pasangan Hj. Megawati
Soekarnoputri dan K.H. Ahmad Hasyim Muzadi memperoleh 44.990.704 suara atau
39,38% . (Gonggong & Asy’arie, 2005: 239).
4.
Masa Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
Susilo
Bambang Yudhoyono adalah presiden pertama RI yang dipilih secara langsung oleh
rakyat. Susilo Bambang Yudhoyono yang sering disapa SBY dan Jusuf Kalla
dilantik oleh MPR sebagai presiden dan wakil presiden RI ke-6 pada tanggal 20
Oktober 2004.Terpilihnya pasangan Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla menjadi
presiden dan wakil presiden diikuti dengan berbagai aksi protes mahasiswa,
diantaranya aksi yang dilakukan oleh mahasiswa Universitas Udayana, Denpasar,
Bali, yang meminta agar presiden terpilih segera merealisasikan janji-janji
mereka selama kampanye presiden. Tidak lama setelah terpilih, Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono sendiri segera membentuk susunan kabinet pemerintahannya yang
diberi nama Kabinet Indonesia Bersatu.
Salah
satu program pengentasan kemiskinan yang dilakukan pemerintahan Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono adalah bantuan langsung tunai (BLT). Pada tahun 2006, BLT
dianggarkan sebesar Rp. 18,8 triliun untuk 19,1 juta keluarga. Tahun 2007
dilakukan BLT bersyarat bagi 500 ribu rumah tangga miskin di 7 propinsi, 51
kabupaten, 348 kecamatan. Bantuan tersebut meliputi bantuan tetap, pendidikan,
kesehatan dengan rata-rata bantuan per rumah tangga sebesar Rp. 1.390.000
(Suasta, 2013: 31-33).Selain memfokuskan pada manusia dan rumah tangganya,
program pengentasan kemiskinan juga berupaya untuk memperbaiki fisik lingkungan
dan prasarananya seperti gedung sekolah, fasilitas kesehatan, jalan, air bersih,
dll.
a.
Upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Sejak
krisis yang dialami bangsa pada tahun 1998, kondisi perekonomian masyarakat
Indonesia belum pulih. Upaya pengentasan kemiskinan yang juga pernah
dicanangkan oleh presiden sebelumnya masih belum terlaksana sepenuhnya. Kondisi
ini diperparah dengan terjadinya sejumlah bencana alam terutama tragedi tsunami
di Aceh yang merenggut banyak korban dengan kerugian material yang sangat
besar. Presiden SBY bersama Kabinet Indonesia Bersatu segera mengambil
langkah-langkah penanggulangan pasca bencana. Salah satunya adalah dengan
menetapkan Keputusan Presiden Nomor 30 Tahun 2005 mengenai Rencana Induk
Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah dan Kehidupan Masyarakat Aceh dan
Kepulauan Nias Provinsi Sumatra Utara. Selain itu dibentuk pula Badan
Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah dan Kehidupan Masyarakat Aceh dan Nias
(Yudhoyono, 2013).
Pada
masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, upaya untuk pengentasan
kemiskinan direalisasikan melalui peningkatan anggaran di sektor pertanian
termasuk upaya untuk swasembada pangan. Anggaran untuk sektor ini yang semula
hanya sebesar 3,6 triliun rupiah ditingkatkan menjadi 10,1 triliun rupiah.
Untuk mendukung perbaikan di sektor pertanian, pemerintah menyediakan pupuk
murah bagi petani. Selain berupaya memperkuat ketahanan pangan, pemerintahan
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga berupaya memperbaiki sektor pendidikan
dengan cara meningkatkan anggaran pendidikan yang semula berjumlah 21,49
triliun pada tahun 2004 menjadi 50 triliun pada tahun 2007. Seiring dengan itu,
program bantuan operasional sekolah atau BOS juga ditingkatkan. Perbaikan di
sektor pendidikan ini berhasil menurunkan persentase tingkat putus sekolahdari
4,25% pada tahun 2005 menjadi 1,5% pada tahun 2006. Selain upaya untuk
memperbaiki kelangsungan pendidikan para peserta didik, pemerintah juga
meningkatkan tunjangan kesejahteraan tenaga pendidik.
Di
bidang kesehatan, pemerintah memberikan bantuan kesehatan gratis untuk berobat
ke puskesmas dan rumah sakit melalui pemberian Asuransi Kesehatan Masyarakat
Miskin dan beberapa kali menurunkan harga obat generik. (Suasta, 2013: 33-36).
Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga memberikan perhatian besar
pada permasalahan kesejahteraan rakyat lainnya seperti sektor perumahan,
pengembangan usaha kecil, peningkatan kesejahteraan PNS termasuk prajurit TNI
dan Polri dan juga kesejahteraan buruh. Pelayanan dan fasilitas publik juga
ditingkatan. Di bidang hukum, upaya pemerintah untuk melanjutkan program
pemberantasan korupsi dan penegakkan supremasi hukum jugamendapat perhatian
pemerintah.
b.
Reformasi di Bidang Politik dan Upaya Menjaga Kesolidan Pemerintahan
Setgab
merupakan format koalisi yang dianggap SBY sesuai dengan etika demokrasi dan
dibentuk sebagai sarana komunikasi politik pada masa pemerintahan SBY (Suasta,
2013: 25).Sejalan dengan upaya menjaga kesolidan pemerintahan, pemerintahan
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga melanjutkan reformasi politik seperti
yang telah dirintis oleh pemerintahan sebelumnya pada era reformasi. Upaya
untuk penerapan otonomi daerah dengan cara mengurangi wewenang pemerintah pusat
dan memperluas wewenang pemerintah daerah dilakukan secara proporsional dan
seimbang. (Suasta, 2013: 259). Selain itu, pemerintah juga mengupayakan
reformasi birokrasi yang mengedepankan aspek transparansi, partisipasi dan
akuntabilitas demi menciptakan good governance. Reformasi birokrasi tersebut
diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan rakyat terhadap pemerintah karena
proses pengambilan keputusan dilakukan secara transparan dan dapat diakses oleh
masyarakat terutama dalam pengambilan keputusan yang terkait langsung dengan
hajat hidup orang banyak seperti masalah kenaikan BBM dan pengadilan terhadap
para koruptor.
Untuk
membangun komunikasi yang efektif dengan masyarakat, pemerintah memaksimalkan
penggunaan media sosial seperti SMS online dan twitter, Melalui media tersebut,
partisipasi masyarakat dalam perjalanan pemerintahan diharapkan meningkat. Di
sisi lain pemerintah dapat dengan cepat mengetahui pendapat masyarakat terkait
masalah-masalah tertentu termasuk opini masyarakat terhadap berbagai kebijakan
pemerintah dalam kasus-kasus yang dianggap krusial.
c.
Upaya untuk menyelesaikan konflik dalam negeri
Selain
berupaya untuk menjaga kedaulatan wilayah dari ancaman luar, upaya internal
yang dilakukan pemerintah untuk menjaga kedaulatan wilayah adalah mencegah
terjadinya disintegrasi di wilayah konflik.
Konflik
berkepanjangan di wilayah Aceh dan Papua yang belum juga berhasil diselesaikan
pada masa pemerintahan presiden sebelumnya, mendapat perhatian serius dari
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Kendati telah dilakukan pendekatan baru
melalui dialog pada masa pemerintahan Presiden B.J. Habibie termasuk dengan
mencabut status DOM yang diterapkan oleh pemerintah Orde Baru, namun konflik di
Aceh tidak kunjung selesai.
Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono, pemerintah berupaya untuk lebih mengefektifkan
forum-forum dialog mulai dari tingkat lokal Aceh hingga tingkat internasional.
Di tingkat internasional, upaya tersebut menghasilkan Geneva
Agreement(Kesepakatan Penghentian Permusuhan/Cessation of Hostilities
Agreement(CoHA). Tujuan dari kesepakatan tersebut adalah menghentikan segala
bentuk pertempuran sekaligus menjadi kerangka dasar dalam upaya negosiasi damai
diantara semua pihak yang berseteru di Aceh. Namun pada kenyataannya, CoHA dan
pembentukkan komite keamanan bersama belum mampu menciptakan perdamaian yang
sesungguhnya. Belum dapat dilaksanakannya kesepakatan tersebut dikarenakan
minimnya dukungan di tingkat domestik, baik dari kalangan DPR maupun militer
selain tidak adanya pula dukungan dari pihak GAM (Gerakan Aceh Merdeka).
(Yudhoyono, 2013).Selain berupaya menyelesaikan konflik Aceh melalui
perundingan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga melakukan pendekatan
langsung dengan masyarakat Aceh melalui kunjungan yang dilakukan ke Aceh pada
tanggal 26 November 2004. Dalam kunjungan tersebut, Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono menekankan pentingnya penerapan otonomi khusus di Aceh sebagai sebuah
otonomi yang luas. Presiden juga berupaya untuk membicarakan amnesti dengan DPR
bagi anggota GAM seraya menekankan bahwa solusi militer tidak akan
menyelesaikan masalah Aceh secara permanen.
Selain
konflik di Aceh, konflik lain yang berpotensi menjadi konflik berskala luas
adalah konflik bernuansa agama di Poso. Konflik yang dimulai pada tahun 1998
tersebut terus berlanjut hingga masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono. Salah satu kebijakan presiden untuk menyelesaikan konflik Poso
adalah dengan mengeluarkan Intruksi Presiden No 14 Tahun 2005 tentang
langkah-langkah komprehensif penanganan masalah Poso.
Melalui
Inpres tersebut, Presiden menginstruksikan untuk:
1. Melaksanakan
percepatan penanganan masalah Poso melalui langkah- langkah komprehensif,
terpadu dan terkoordinasi.
2. Menindak
secara tegas setiap kasus kriminal, korupsi dan teror serta mengungkap
jaringannya.
3. Upaya
penanganan masalah Poso dilakukan dengan tetap memperhatikan Deklarasi Malino
20 Desember 2001.
Selain
konflik Aceh dan Poso, konflik lain yang mendapat perhatian serius pemerintah
adalah konflik di Papua. Seperti halnya konflik di Aceh, upaya untuk
menyelesaikan konflik di Papua juga mengedepankan aspek dialog dan upaya untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kurangnya keadilan bagi masyarakat Papua
menimbulkan adanya perlawanan dan keinginan sebagian masyarakat untuk
memisahkan diri dari NKRI. Perhatian pemerintah sudah sewajarnya lebih
diberikan untuk meningkatkan sisi ekonomi dan pemberdayaan sumber daya manusia
masyarakat yang tinggal di wilayah ini melalui pemberian pelatihan untuk
meningkatkan keterampilan mereka di bidang pertanian dan pemahaman birokrasi,
terlebih propinsi Papua memiliki sumber daya alam besar terutama di sektor
pertambangan. Terkait dengan itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga
mengeluarkan kebijakan otonomi khusus bagi Papua. Otonomi khusus tersebut
diharapkan dapat memberikan porsi keberpihakan, perlindungan dan pemberdayaan
kepada orang asli Papua.
Kebijakan
tersebut didukung oleh pemerintah melalui aliran dana yang cukup besar agar
rakyat Papua dapat menikmati rasa aman dan tentram di tengah derap pembangunan
(Suasta, 2013: 294).
d.
Pelaksanaan Pemilu 2009
Berbagai
pencapaian pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
meningkatkan popularitas dan kepercayaan masyarakat kepadanya. Hal ini juga
tidak terlepas dari gaya kepemimpinan yang berkorelasi dengan penerapan
berbagai kebijakan pemerintah yang efektif di lapangan. Transparansi dan
partisipasi masyarakat juga menjadi faktor penting yang berperan sebagai modal
sosial dalam pembangunan termasuk adanya sinergi antara pemerintah dengan dunia
usaha dan perguruan tinggi. Selain itu, situasi dalam negeri yang semakin
kondusif termasuk meredanya beberapa konflik dalam negeri meningkatkan investor
asing untuk menanamkan modal mereka di Indonesia sekaligus membuka lapangan
pekerjaan bagi masyarakat Indonesia. Kondisi ini ikut mengurangi angka
pengangguran yang di awal pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono masih
sangat tinggi. keberhasilan beberapa program pembangunan juga tidak terlepas
dari adanya stabilitas politik, keamanan, dan ketertiban serta harmoni sosial.
Berbagai pencapaian
pada masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang dirasakan langsung oleh masyarakat
menjadi modal bagi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk kembali maju sebagai
calon presiden pada pemilu presiden tahun 2009. Berpasangan dengan seorang ahli
ekonomi yakni Boediono, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berhasil mendapatkan
kembali mandat dari rakyat untuk memimpin Indonesia untuk masa pemerintahan
berikutnya. Pada pemilu presiden yang diselenggarakan pada tanggal 8 Juli 2009
pasangan Susilo Bambang Yudhoyono berhasil memenangkan pemilu hanya melalui
satu putaran.
Labels:
pembelajaran
Thanks for reading Materi Sejarah 15 Masa Awal Reformasi (part-2). Please share...!