Posted by
One_Esc on
Friday, October 11, 2019
Proses Integrasi Nusantara
Integrasi suatu bangsa adalah hal
yang sangat penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dengan adanya
integrasi akan melahirkan satu kekuatan bangsa yang ampuh dan segala persoalan
yang timbul dapat dihadapi bersama-sama. Negara Kesatuan Republik Indonesia
adalah wujud konkret dari proses integrasi bangsa. Proses integrasi bangsa
Indonesia ini ternyata sudah berlangsung cukup lama bahkan sudah dimulai sejak
awal tarikh masehi. Pada abad ke-16 proses integrasi bangsa Indonesia mulai
menonjol. Masa itu adalah masa-masa pertumbuhan dan perkembangan
kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia.
1. Peranan Para Ulama dalam
Proses Integrasi
Agama Islam yang masuk dan
berkembang di Nusantara mengajarkan kebersamaan dan mengembangkan toleransi
dalam kehidupan beragama. Islam mengajarkan persamaan dan tidak mengenal
kasta-kasta dalam kehidupan masyarakat. Konsep ajaran Islam memunculkan
perilaku ke arah persatuan dan persamaan derajat. Disisi lain, datangnya
pedagang-pedagang Islam di Indonesia mendorong berkembangnya tempat-tempat
perdagangan di daerah pantai. Tempat-tempat perdagangan itu kemudian berkembang
menjadi pelabuhan dan kota-kota pantai. Bahkan kota-kota pantai yang merupakan
bandar dan pusat perdagangan, berkembang menjadi kerajaan. Timbulnya
kerajaan-kerajaan Islam menandai awal terjadinya proses integrasi. Meskipun
masing-masing kerajaan memiliki cara dan faktor pendukung yang berbeda-beda
dalam proses integrasinya.
2. Peran Perdagangan Antar Pulau
Proses integrasi juga terlihat
melalui kegiatan pelayaran dan perdagangan antarpulau. Sejak zaman kuno,
kegiatan pelayaran dan perdagangan sudah berlangsung di Kepulauan Indonesia.
Pelayaran dan perdagangan itu berlangsung dari daerah yang satu ke daerah yang
lain, bahkan antara negara yang satu dengan negara yang lain. Kegiatan
pelayaran dan perdagangan pada umumnya berlangsung dalam waktu yang lama. Hal
ini, menimbulkan pergaulan dan hubungan kebudayaan antara para pedagang dengan
penduduk setempat. Kegiatan semacam ini mendorong terjadinya proses integrasi.
Pada mulanya penduduk di suatu
pulau cukup memenuhi kebutuhan hidupnya dengan apa yang ada di pulau tersebut.
Dalam perkembangannya, mereka ingin mendapatkan barang-barang yang terdapat di
pulau lain. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, terjadilah hubungan dagang antar
pulau. Angkutan yang paling murah dan mudah adalah angkutan laut
(kapal/perahu), maka berkembanglah pelayaran dan perdagangan. Terjadinya
pelayaran dan perdagangan antarpulau di Indonesia yang diikuti pengaruh di bidang
budaya turut berperan serta mempercepat perkembangan proses integrasi.
Misalnya, para pedagang dari Jawa berdagang ke Palembang, atau para pedagang
dari Sumatra berdagang ke Jepara.
Hal ini menyebabkan terjadinya
proses integrasi antara Sumatra dan Jawa. Para pedagang di Banjarmasin
berdagang ke Makassar, atau sebaliknya. Hal ini menyebabkan terjadi proses
integrasi antara masyarakat Banjarmasin (Kalimantan) dengan masyarakat Makassar
(Sulawesi). Para pedagang Makassar dan Bugis memiliki peranan penting dalam
proses integrasi. Mereka berlayar hampir ke seluruh Kepulauan Indonesia bahkan
jauh sampai keluar Kepulauan Indonesia. Pulau-pulau penting di Indonesia, pada
umumnya memiliki pusat-pusat perdagangan. Sebagai contoh di Sumatra terdapat
Aceh, Pasai, Barus, dan Palembang. Jawa memiliki beberapa pusat perdagangan
misalnya Banten Sunda Kelapa, Jepara, Tuban, Gresik, Surabaya, dan Blambangan.
Kemudian di dekat Sumatra ada bandar Malaka. Malaka berkembang sebagai bandar
terbesar di Asia Tenggara. Tahun 1511 Malaka jatuh ke tangan Portugis.
Akibatnya perdagangan Nusantara
berpindah ke Aceh. Dalam waktu singkat Aceh berkembang sebagai bandar dan
sebuah kerajaan yang besar. Para pedagang dari pulau-pulau lain di Indonesia
juga datang dan berdagang di Aceh. Sementara itu, sejak awal abad ke-16 di Jawa
berkembang Kerajaan Demak dan beberapa bandar sebagai pusat perdagangan. Di
Indonesia bagian tengah maupun timur juga berkembang kerajaan dan pusat-pusat
perdagangan. Dengan demikian, terjadi hubungan dagang antardaerah dan
antarpulau. Kegiatan perdagangan antarpulau mendorong terjadinya proses
integrasi yang terhubung melalui para pedagang. Proses integrasi itu juga
diperkuat dengan berkembangnya hubungan kebudayaan. Bahkan juga ada yang
diikuti dengan perkawinan.
3. Peran Bahasa
Perlu juga kamu pahami bahwa
bahasa juga memiliki peran yang strategis dalam proses integrasi. Kamu tahu
bahwa Kepulauan Indonesia terdiri atas beribu-ribu pulau yang dihuni oleh aneka
ragam suku bangsa. Tiap-tiap suku bangsa memiliki bahasa masing-masing. Untuk
mempermudah komunikasi antarsuku bangsa, diperlukan satu bahasa yang menjadi
bahasa perantara dan dapat dimengerti oleh semua suku bangsa. Jika tidak
memiliki kesamaan bahasa, persatuan tidak terjadi karena di antara suku bangsa
timbul kecurigaan dan prasangka lain. Bahasa merupakan sarana pergaulan. Bahasa
Melayu digunakan hampir di semua pelabuhan-pelabuhan di Kepulauan Nusantara.
Bahasa Melayu sejak zaman kuno sudah menjadi bahasa resmi negara Melayu
(Jambi).
Pada masa kejayaan Kerajaan
Sriwijaya, bahasa Melayu dijadikan bahasa resmi dan bahasa ilmu pengetahuan.
Hal ini dapat dilihat dalam Prasasti Kedukan Bukit tahun 683 M, Prasasti Talang
Tuo tahun 684 M, Prasasti Kota Kapur tahun 685 M, dan Prasasti Karang Berahi
tahun 686 M. Para pedagang di daerah-daerah sebelah timur Nusantara, juga
menggunakan bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar. Dengan demikian,
berkembanglah bahasa Melayu ke seluruh Kepulauan Nusantara. Pada mulanya bahasa
Melayu digunakan sebagai bahasa dagang. Akan tetapi lambat laun bahasa Melayu
tumbuh menjadi bahasa perantara dan menjadi lingua francadi seluruh Kepulauan
Nusantara. Di Semenanjung Malaka (Malaysia seberang), pantai timur Pulau
Sumatra, pantai barat Pulau Sumatra, Kepulauan Riau, dan pantai-pantai Kalimantan,
penduduk menggunakan bahasa Melayu sebagai bahasa pergaulan.
Masuk dan berkembangnya agama
Islam, mendorong perkembangan bahasa Melayu. Buku-buku agama dan tafsir al
Qur’an juga mempergunakan bahasa Melayu. Ketika menguasai Malaka, Portugis
mendirikan sekolah-sekolah dengan menggunakan bahasa Portugis, namun kurang
berhasil. Pada tahun 1641 VOC merebut Malaka dan kemudian mendirikan
sekolah-sekolah dengan menggunakan bahasa Melayu. Jadi, secara tidak sengaja,
kedatangan VOC mengembangkan bahasa Melayu.
Labels:
integrasi nusantara,
sejarah
Thanks for reading Materi 4d : Proses Integrasi Nusantara. Please share...!