Blog Kang One

Catatan Sederhana untuk Berbagi

Materi 4a : ISLAMISASI DAN SILANG BUDAYA DI NUSANTARA

Islamisasi dan Silang Budaya di Nusantara



A.   KEDATANGAN ISLAM KE NUSANTARA
Secara umum terdapat 4 teori besar tentang asal-usul penyebaran Islam di Indonesia, yaitu teori Gujarat, teori Mekkah, teori Persia dan teori China.

1.      Teori Gujarat (menurut Snouck Hurgronje)
Teori berpendapat bahwa mengatakan bahwa Islam yang masuk ke Kepulauan Indonesia berasal dari Gujarat sekitar abad ke-13 M atau abad ke-7 H. Pendapat ini mengasumsikan bahwa Gujarat terletak di India bagian barat, berdekatan dengan Laut Arab. Letaknya sangat strategis, berada di jalur perdagangan antara timur dan barat. Pedagang Arab yang bermahzab Syafi’i telah bermukim di Gujarat dan Malabar sejak awal tahun Hijriyah (abad ke-7 M). 
Argumentasinya didasarkan pada batu nisan Sultan Malik Al-Saleh yang wafat pada 17 Dzulhijjah 831 H atau 1297 M di Pasai, Aceh. Menurutnya, batu nisan di Pasai dan makam Maulana Malik Ibrahim yang wafat tahun 1419 di Gresik, Jawa Timur, memiliki bentuk yang sama dengan batu nisan yang terdapat di Kambay, Gujarat. Moquetta kemudian berkesimpulan bahwa batu nisan tersebut diimpor dari Gujarat, atau setidaknya dibuat oleh orang Gujarat atau orang Indonesia yang telah belajar kaligrafi khas Gujarat.


2.      Teori Persia (menurut Hoesein Djajadiningrat)
Teori ini berpendapat bahwa Islam masuk ke Indonesia abad 13 M di Sumatra dan pembawanya berasal dari Persia (Iran). Dasar teori ini adalah kesamaan budaya Persia dengan budaya masyarakat Islam Indonesia seperti:
tradisi merayakan 10 Muharram atau Asyuro sebagai hari suci kaum Syiah atas kematian Husein bin Ali, seperti yang berkembang dalam tradisi tabot di Pariaman di Sumatra Barat dan Bengkulu.

3.        Teori Arab (Mekkah) (menurut Buya Hamka (Haji Abdul Malik Karim Amrullah))
Buya Hamka mengatakan bahwa Islam berasal dari tanah kelahirannya, yaitu Arab atau Mesir. Proses ini berlangsung pada abad-abad pertama Hijriah atau abad ke-7 M. Senada dengan pendapat Hamka, teori yang mengatakan bahwa Islam berasal dari Mekkah dikemukakan Anthony H. Johns. Menurutnya, proses Islamisasi dilakukan oleh para musafir (kaum pengembara) yang datang ke Kepulauan Indonesia. Kaum ini biasanya mengembara dari satu tempat ke tempat lainnya dengan motivasi hanya pengembangan agama Islam.
Dasar teori ini adalah:
·        Pada abad ke 7 yaitu tahun 674 di pantai barat Sumatera sudah terdapat perkampungan Islam (Arab), dengan pertimbangan bahwa pedagang Arab sudah mendirikan perkampungan di Kanton sejak abad ke-4. Hal ini juga sesuai dengan berita Cina.
·        Kerajaan Samudra Pasai menganut aliran mazhab Syafi’i, dimana pengaruh mazhab Syafi’i terbesar pada waktu itu adalah Mesir dan Mekkah. Sedangkan Gujarat atau India adalah penganut mazhab Hanafi.
·        Raja-raja Samudra Pasai menggunakan gelar Al malik, yaitu gelar tersebut berasal dari Mesir.

4.      Teori China
Teori ini menyatakan bahwa Islam datang ke Nusantara bukan dari Timur Tengah/Arab maupun Gujarat/India, tetapi dari Cina. Pada abad ke-9 M banyak orang muslim Cina di Kanton dan wilayah Cina selatan lain yang mengungsi ke Jawa, sebagian ke Kedah dan Sumatra. Hal ini terjadi karena pada masa Huan Chou terjadi penumpasan terhadap penduduk Kanton dan wilayah Cina selatan lainnya yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Mereka berusaha mengadakan revolusi politik terhadap keraton Cina pada abad ke-9 M.

Pada abad-abad berikutnya peranan orang Cina semakin tampak dengan adanya bukti-bukti artefak, yakni adanya unsur-unsur Cina dalam arsitektur masjid-masjid Jawa Kuno, seperti tampak pada atap masjid Banten, mustaka, yang berbentuk bola dunia yang menyerupai stupa dengan dikelilingi empat ular hampir selalu ada di masjid-masjid kuno di Jawa sebelum arsitektur Timur Tengah memasuki wilayah ini, motif hiasan di Masjid Sendang Duwur Paciran Lamongan dan Iain-lain.
Di samping adanya pengungsi Cina ke jawa pada abad ke-9 M pada abad ke-8 11 M sudah ada pemukiman Arab muslim di Cina dan di Campa. Memang sudah terjadi hubungan perdagangan yang cukup lama antara orang-orang Cina dengan orang-orang Jawa.
Suatu hal yang wajar jika pada abad ke-11 M telah terdapat komunitas muslim di Jawa, seperti adanya makam Islam dan keramik Cina di situs Leran. Temuan tersebut dapat dijadikan bukti bahwa sejak abad ke-11 M daerah Leran dan sekitarnya merupakan pusat perdagangan penting di Jawa Timur.

B.       Waktu Masuknya Islam ke Indonesia
Ada beberapa dugaan mengenai kapan Islam masuk Indonesia, seperti berikut :
1.  Abad ke-7 yang diberitakan oleh Dinasti Tang bahwa di Sriwijaya sudah ada perkampungan muslim yang mengadakan hubungan dagang dengan Cina.
2.   Abad ke-11 dibuktikan adanya Makam Fatimah binti Maimun yang berangka tahun 1028 di Leran, Gresik, Jawa Timur.
3.   Abad ke-13, tepatnya tahun 1292 Marcopolo saat mengunjungi Kerajaan Samudra Pasai dan cerita dari Ibnu Batutah yang mengunjungi Kerajaan Samudra Pasai pada abad ke-14. Di samping itu, Nisan Malik al Saieh yang meninggal tahun 1297 juga memperkuat bukti-bukti yang ada.



C.       Cara Penyebaran Islam di Indonesia
1.       Perdagangan; agama Islam datang ke Indonesia dibawa oleh para pedagang dari Gujarat, India. Di sela-sela waktu menunggu arah angin pelayaran, para pedagang muslim itu berdakwah agama Islam kepada masyarakat pesisir Indonesia.
2.       Pernikahan; wanita pribumi yang akan menikah dengan para pedagang muslim harus memeluk Islam dahulu.
3.       Dakwah; agama Islam masuk ke Indonesia selain dibawa oleh para pedagang muslim, ternyata ada juga yang memang sengaja disebarkan oleh para ulama atau mubalig. Wali Sanga adalah contoh ulama yang sengaja menjadi penyebar agama Islam terutama di Pulau Jawa.
4.       Pesantren; pesantren merupakan lembaga yang penting dalam penyebaran agama Islam karena merupakan tempat pembinaan calon guru-guru agama, kiai-kiai, atau ulama-ulama.
5.       Ajaran tasawuf; ajaran ketuhanan yang bercampur dengan mistik atau unsur-unsur magis. Ajaran tasawuf masuk ke Indonesia pada abad ke-13. Ajaran tasawuf ini banyak yang dibawa oleh para pedagang dari Gujarat, India pada saat itu.
6.       Kesenian; banyak ulama yang menyebarkan ajaran Islam melalui kesenian yang berkembang di masyarakat, termasuk di antaranya Wali Songo.
7.       Politik; penyebaran Islam tidak terlepas dari dukungan yang kuat dari para raja/sultan. Di Jawa, Kasultanan Demak, merupakan pusat dakwah dan pelindung perkembangan Islam.

Sejarah lengkap perjuangan wali songo  selengkapnya klik disini

D.       Islam dan Jaringan Perdagangan Antarpulau
Berdasarkan data arkeologis seperti prasasti-prasasti maupun data historis berupa berita-berita asing, kegiatan perdagangan di Kepulauan Indonesia sudah dimulai sejak abad pertama Masehi. Jalurjalur pelayaran dan jaringan perdagangan Kerajaan Sriwijaya dengan negeri-negeri di Asia Tenggara, India, dan Cina terutama berdasarkan berita-berita Cina telah dikaji, antara lain oleh W. Wolters (1967)

Demikian pula dari catatan-catatan sejarah Indonesia dan Malaya yang dihimpun dari sumber-sumber Cina oleh W.P Groeneveldt, telah menunjukkan adanya jaringan–jaringan perdagangan antara kerajaan-kerajaan di Kepulauan Indonesia dengan berbagai negeri terutama dengan Cina. Kontak dagang ini sudah berlangsung sejak abad-abad pertama Masehi sampai dengan abad ke-16. Kemudian kapal-kapal dagang Arab juga sudah mulai berlayar ke wilayah Asia Tenggara sejak permulaan abad ke-7. Dari literatur Arab banyak sumber berita tentang perjalanan mereka ke Asia Tenggara.

Adanya jalur pelayaran tersebut menyebabkan munculnya jaringan perdagangan dan pertumbuhan serta perkembangan kota-kota pusat kesultanan dengan kota-kota bandarnya pada abad ke-13 sampai abad ke-18 misalnya, Samudera Pasai, Malaka, Banda Aceh, Jambi, Palembang, Siak Indrapura, Minangkabau, Demak, Cirebon, Banten, Ternate, Tidore, Goa-Tallo, Kutai, Banjar, dan kota-kota lainnya.

Dari sumber literatur Cina, Cheng Ho mencatat terdapat kerajaan yang bercorak Islam atau kesultanan, antara lain, Samudera Pasai dan Malaka yang tumbuh dan berkembang sejak abad ke-13 sampai abad ke-15, sedangkan Ma Huan juga memberitakan adanya komunitas- komunitas Muslim di pesisir utara Jawa Timur. Berita Tome Pires dalam Suma Oriental (1512-1515) memberikan gambaran mengenai keberadaan jalur pelayaran jaringan perdagangan, baik regional maupun internasional. Ia menceritakan tentang lalu lintas dan kehadiran para pedagang di Samudra Pasai yang berasal dari Bengal, Turki, Arab, Persia, Gujarat, Kling, Malayu, Jawa, dan Siam. Selain itu Tome Pires juga mencatat kehadiran para pedagang di Malaka dari Kairo, Mekkah, Aden, Abysinia, Kilwa, Malindi, Ormuz, Persia, Rum, Turki, Kristen Armenia, Gujarat, Chaul, Dabbol, Goa, Keling, Dekkan, Malabar, Orissa, Ceylon, Bengal, Arakan, Pegu, Siam, Kedah, Malayu, Pahang, Patani, Kamboja, Campa, Cossin Cina, Cina, Lequeos, Bruei, Lucus, Tanjung Pura, Lawe, Bangka, Lingga, Maluku, Banda, Bima, Timor, Madura, Jawa, Sunda, Palembang, Jambi, Tongkal, Indragiri, Kapatra, Minangkabau, Siak, Arqua, Aru, Tamjano, Pase, Pedir, dan Maladiva.

Berdasarkan kehadiran sejumlah pedagang dari berbagai negeri dan bangsa di Samudera Pasai, Malaka, dan bandar-bandar di pesisir utara Jawa sebagaimana diceritakan Tome Pires, kita dapat mengambil kesimpulan adanya jalur-jalur pelayaran dan jaringan perdagangan antara beberapa kesultanan di Kepulauan Indonesia baik yang bersifat regional maupun internasional.

Hubungan pelayaran dan perdagangan antara Nusantara dengan Arab meningkat menjadi hubungan langsung dan dalam intensitas tinggi. Dengan demikian aktivitas perdagangan dan pelayaran di Samudera Hindia semakin ramai. Peningkatan pelayaran tersebut berkaitan erat dengan makin majunya perdagangan di masa jaya pemerintahan Dinasti Abbasiyah (750-1258).

Dengan ditetapkannya Baghdad menjadi pusat pemerintahan menggantikan Damaskus (Syam), aktivitas pelayaran dan perdagangan di Teluk Persia menjadi lebih ramai. Pedagang Arab yang selama ini hanya berlayar sampai India, sejak abad ke-8 mulai masuk ke Kepulauan Indonesia dalam rangka perjalanan ke Cina. Meskipun hanya transit, tetapi hubungan Arab dengan kerajaan-kerajaan di Kepulauan Indonesia menjadi langsung. Hubungan ini menjadi semakin ramai manakala pedagang Arab dilarang masuk ke Cina dan koloni mereka dihancurkan oleh Huang Chou, menyusul suatu pemberontakan yang terjadi pada 879 H. Orang–orang Islam melarikan diri dari pelabuhan Kanton dan meminta perlindungan Raja Kedah dan Palembang. Ditaklukkannya Malaka oleh Portugis pada 1511, dan usaha Portugis selanjutnya untuk menguasai lalu lintas di selat tersebut, mendorong para pedagang untuk mengambil jalur alternatif, dengan melintasi Semenanjung atau pantai barat Sumatra ke Selat Sunda.

Pada abad ke-15, Sulawesi Selatan telah didatangi pedagang Muslim dari Malaka, Jawa, dan Sumatra. Dalam perjalanan sejarahnya, masyarakat Muslim di Gowa terutama Raja Gowa Muhammad Said (1639-1653) dan putra penggantinya, Hasanuddin (1653-1669) telah menjalin hubungan dagang dengan Portugis. Bahkan Sultan Muhammad Said dan Karaeng Pattingaloang turut memberikan saham dalam perdagangan yang dilakukan Fr. Vieira, meskipun mereka beragama Katolik. Kerjasama ini didorong oleh adanya usaha monopoli perdagangan rempah-rempah yang dilancarkan oleh kompeni Belanda di Maluku.

Hubungan Ternate, Hitu dengan Jawa sangat erat sekali. Ini ditandai dengan adanya seorang raja yang dianggap benar-benar telah memeluk Islam ialah Zainal Abidin (1486-1500) yang pernah belajar di Madrasah Giri. Ia dijuluki sebagai Raja Bulawa, artinya raja cengkih, karena membawa cengkeh dari Maluku sebagai persembahan. Cengkih, pala, dan bunga pala (fuli) hanya terdapat di Kepulauan Indonesia bagian timur, sehingga banyak barang yang sampai ke Eropa harus melewati jalur perdagangan yang panjang dari Maluku sampai ke Laut Tengah. Cengkih yang diperdagangkan adalah putik bunga tumbuhan hijau (szygium aromaticum atau caryophullus aromaticus) yang dikeringkan. Satu pohon ini ada yang menghasilkan cengkih sampai 34 kg. Hamparan cengkih ditanam di perbukitan di pulau-pulau kecil Ternate, Tidore, Makian, dan Motir di lepas pantai barat Halmahera dan baru berhasil ditanam di pulau yang relatif besar, yaitu Bacan, Ambon dan Seram.

Meskipun banyak kota bandar, namun yang berfungsi untuk melakukan ekspor dan impor komoditi pada umumnya adalah kota-kota bandar besar yang beribu kota pemerintahan di pesisir, seperti Banten, Jayakarta, Cirebon, Jepara - Demak, Ternate, Tidore, Goa-Tallo, Banjarmasin, Malaka, Samudera Pasai, Kesultanan Jambi, Palembang dan Jambi.

Dalam proses perdagangan telah terjalin hubungan antar etnis yang sangat erat. Berbagai etnis dari kerajaan-kerajaan tersebut kemudian berkumpul dan membentuk komunitas. Oleh karena itu, muncul nama-nama kampung berdasarkan asal daerah. Misalnya,di Jakarta terdapat perkampungan Keling, Pakojan, dan kampungkampung lainnya yang berasal dari daerah-daerah asal yang jauh dari kota-kota yang dikunjungi, seperti Kampung Melayu, Kampung Bandan, Kampung Ambon, dan Kampung Bali.

Pada zaman pertumbuhan dan perkembangan Islam, system jual beli barang masih dilakukan dengan cara barter. Sistem barter dilakukan antara pedagang-pedagang dari daerah pesisir dengan daerah pedalaman, bahkan kadang-kadang langsung kepada petani. Transaksi itu dilakukan di pasar, baik di kota maupun desa. Tradisi jual-beli dengan sistem barter hingga kini masih dilakukan oleh beberapa masyarakat sederhana yang berada jauh di daerah terpencil. Di beberapa kota pada masa pertumbuhan dan perkembangan Islam telah menggunakan mata uang sebagai nilai tukar barang. Mata uang yang dipergunakan tidak mengikat pada mata uang tertentu, kecuali ada ketentuan yang diatur pemerintah daerah setempat.

Kemunduran perdagangan dan kerajaan yang berada di daerah tepi pantai disebabkan karena kemenangan militer dan ekonomi dari Belanda, dan munculnya kerajaan-kerajaan agraris di pedalaman yang tidak menaruh perhatian pada perdagangan.

lanjut ke materi 4b.
Labels: islamisasi indonesia, sejarah

Thanks for reading Materi 4a : ISLAMISASI DAN SILANG BUDAYA DI NUSANTARA. Please share...!

Back To Top