Blog Kang One

Catatan Sederhana untuk Berbagi

Materi Sejarah KD 8 Mempertahankan Kemerdekaan Ri Dari Ancaman Sekutu dan Belanda

PERJUANGAN BANGSA INDONESIA DALAM MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN 
DARI ANCAMAN SEKUTU DAN BELANDA




A. Menganalisis Perkembangan dan Tantangan Awal Kemerdekaan

Proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 bukan titik akhir perjuangan bangsa Indonesia untuk melepaskan diri dari belenggu penjajahan. Belanda yang telah ratusan tahun merasakan kekayaan Indonesia enggan mengakui kemerdekaan Indonesia. Sekutu yang telah memenangkan Perang Dunia II merasa memiliki hak atas nasib bangsa Indonesia. Belanda mencoba masuk kembali ke Indonesia dan menancapkan kolonialisme dan imperialismenya. Sementara kondisi sosial ekonomi Indonesia masih sangat memprihatinkan, perangkat-perangkat kenegaraan juga baru dibentuk, Indonesia ibarat bayi baru lahir masih lemah, tetapi merdeka adalah harga mati. Berbagai upaya bangsa asing untuk menguasai kembali bangsa Indonesia ditentang dengan berbagai cara. Pertempuran heroik dengan korban ribuan jiwa terjadi di berbagai daerah di Indonesia. Tidak terhitung dengan jelas berapa jumlah korban jiwa dari pertempuran mempertahankan bangsa Indonesia tersebut, bahkan banyak pahlawan tidak dikenal yang berguguran. Nah, bagaimana kondisi awal Indonesia merdeka dan bagaimana proses perjuangan bangsa Indonesia berikutnya? Mari kita telusuri melalui kajian di bawah ini!

1.    Kondisi Awal Indonesia Merdeka

Secara politis keadaan Indonesia pada awal kemerdekaan belum begitu mapan. Ketegangan, kekacauan, dan berbagai insiden masih terus terjadi. Hal ini tidak lain karena masih ada kekuatan asing yang tidak rela kalau Indonesia merdeka. Sebagai contoh rakyat Indonesia masih harus bentrok dengan sisasisa kekuatan Jepang. Jepang beralasan bahwa ia diminta oleh Sekutu agar tetap menjaga Indonesia dalam keadaan status quo. Di samping menghadapi kekuatan Jepang, bangsa Indonesia harus berhadapan dengan tentara Inggris atas nama Sekutu, dan juga NICA (Belanda) yang berhasil datang kembali ke Indonesia dengan membonceng Sekutu. Pemerintahan memang telah terbentuk, beberapa alat kelengkapan negara juga sudah tersedia, tetapi karena baru awal kemerdekaan tentu masih banyak kekurangan. PPKI yang keanggotaannya sudah disempurnakan berhasil mengadakan sidang untuk mengesahkan UUD dan memilih Presiden-Wakil Presiden.

2. Kedatangan Sekutu dan Belanda

Tentu kamu masih ingat bagaimana Jepang menyerah kepada Sekutu. Penyerahan Jepang kepada Sekutu tanpa syarat tanggal 14 Agustus 1945 membuat analogi bahwa Sekutu memiliki hak atas kekuasaan Jepang di berbagai wilayah, terutama wilayah yang sebelumnya merupakan jajahan negara-negara yang masuk dalam Sekutu. Belanda adalah salah satu negara yang berada di balik kelompok Sekutu.

Bagaimana dampak kedatangan Sekutu ke Indonesia? Sekutu masuk ke Indonesia melalui beberapa pintu wilayah Indonesia terutama daerah yang merupakan pusat pemerintahan pendudukan Jepang seperti Jakarta, Semarang, dan Surabaya.

Setelah PD II, terjadi perundingan Belanda dengan Inggris di London yang menghasilkan Civil Affairs Agreement.
Isinya tentang pengaturan penyerahan kembali Indonesia dari pihak Inggris kepada Belanda, khusus yang menyangkut daerah Sumatra, sebagai daerah yang berada di bawah pengawasan SEAC (South East Asia Command). Di dalam perundingan itu dijelaskan langkah-langkah yang ditempuh sebagai berikut.
1.      Fase pertama, tentara Sekutu akan mengadakan operasi militer untuk memulihkan keamanan dan ketertiban.
2.      Fase kedua, setelah keadaan normal, pejabat-pejabat NICA akan mengambil alih tanggung jawab koloni itu dari pihak Inggris yang mewakili Sekutu.

Setelah diketahui Jepang menyerah pada tanggal 15 Agustus1945, maka Belanda mendesak Inggris agar segera mensahkan hasil perundingan tersebut. Pada tanggal 24 Agustus 1945, hasil perundingan tersebut disahkan.
Berdasarkan persetujuan Potsdam, isi Civil Affairs Agreement diperluas. Inggris bertanggung jawab untuk seluruh Indonesia termasuk daerah yang berada di bawah pengawasan SWPAC (South West Pasific Areas Command).

Setelah informasi dan persiapan dipandang cukup, maka Louis Mountbatten membentuk pasukan komando khusus yang disebut AFNEI (Allied Forces Netherlands East Indiers) di bawah pimpinan Letnan Jenderal Sir Philip Christison. Mereka tergabung di dalam pasukan tentara Inggris yang berkebangsaan India, yang sering disebut sebagai tentara Gurkha.
Tugas tentara AFNEI sebagai berikut.
1.      Menerima penyerahan kekuasaan tentara Jepang tanpa syarat.
2.      Membebaskan para tawanan perang dan interniran Sekutu.
3.      Melucuti dan mengumpulkan orang-orang Jepang untuk dipulangkan ke negerinya.
4.      Menegakkan dan mempertahankan keadaan damai, menciptakan ketertiban, dan keamanan, untuk kemudian diserahkan kepada pemerintahan sipil.
5.      Mengumpulkan keterangan tentang penjahat perang untuk kemudian diadili sesuai hukum yang berlaku.

Pasukan Sekutu yang tergabung dalam AFNEI mendarat di Jakarta pada tanggal 29 September 1945. Kekuatan pasukan AFNEI dibagi menjadi tiga divisi, yaitu sebagai berikut.
1.      Divisi India 23 di bawah pimpinan Jenderal DC Hawthorn. Daerah tugasnya di Jawa bagian barat dan berpusat di Jakarta.
2.      Divisi India 5 di bawah komando Jenderal EC Mansergh bertugas di Jawa bagian timur dan berpusat di Surabaya.
3.      Divisi India 26 di bawah komando Jenderal HM Chambers, bertugas di Sumatra, pusatnya ada di Medan.

3. Merdeka atau Mati !

Kedatangan Sekutu di Indonesia menimbulkan berbagai reaksi dari masyarakat Indonesia. Apalagi dengan memboncengnya Belanda yang ingin menguasai kembali Indonesia. Hal ini mengakibatkan berbagai upaya penentangan dan perlawanan dari masyarakat. Bagaimana peristiwa kekerasan akibat kedatangan Sekutu di Indonesia terjadi ? Mari kita simak kajian di bawah ini!

a. Ribuan Nyawa Arek Surabaya untuk Indonesia

Pada tanggal 25 Oktober 1945, Brigade 49 di bawah pimpinan Brigadier Jenderal A.W.S. Mallaby mendarat di Surabaya. Brigade ini adalah bagian dari Divisi India ke-23, di bawah pimpinan Jenderal D.C. Hawthorn. Mereka mendapat tugas dari panglima Allied forces for Netherlands East Indies (AFNEI) untuk melucuti serdadu Jepang dan menyelamatkan para interniran Sekutu. Kedatangan mereka diterima secara enggan oleh pemimpin pemerintah Jawa Timur, Gubernur Suryo.

Setelah diadakan pertemuan antara wakil-wakil pemerintah RI dengan Mallaby, maka dihasilkan kesepakatan:
1. Inggris berjanji bahwa di antara tentara mereka tidak terdapat Angkatan Perang Belanda,
2. disetujui kerjasama antara kedua belah pihak untuk menjamin keamanan dan ketentraman,
3. akan segera dibentuk “Kontak Biro” agar kerjasama dapat terlaksana sebaik-baiknya, dan
4. Inggris hanya akan melucuti senjata Jepang saja.

Namun pada perkembangan selanjutnya, ternyata pihak Inggris mengingkari janjinya. Pada malam hari tanggal 26 Oktober 1945, peleton dari Field Security Section di bawah pimpinan Kapten Shaw, melakukan penyergapan ke penjara Kalisosok. Mereka akan membebaskan Kolonel Huiyer—seorang Kolonel Angkatan Laut Belanda—beserta kawan-kawannya. Tindakan Inggris dilanjutkan pada keesokan harinya dengan menduduki Pangkalan Udara Tanjung Perak, Kantor Pos Besar, Gedung Internatio, dan objek-objek vital lainnya.

Pertempuran 10 November
Sebelum waktu ultimatum habis, kota Surabaya telah dibagi menjadi 3 sektor pertahanan. Garis pertahanan ditentukan dari Jalan Jakarta, tetapi penempatan pasukan agak mundur ke Krembangan, Kapasan, dan Kedungcowek. Garis kedua di sekitar Viaduct. Garis ketiga di daerah Darmo.

Pembagian tiga sektor meliputi sektor barat, sektor tengah, dan timur. Sektor barat dipimpin oleh Koenkiyat. Sektor tengah dipimpin oleh Kretarto, dan Marhado, sedangkan sektor timur dipimpin oleh Kadim Prawirodihardjo. Sementara itu, radio perlawanan yang dipimpin oleh Bung Tomo membakar semangat juang rakyat. Siaran ini dipancarkan dari Jln. Mawar No. 4.

Tanggal 10 November 1945 pukul 06.00, setelah habisnya waktu ultimatum, Inggris mulai menggempur Surabaya dengan seluruh armada darat, laut, dan udara. Pemboman secara brutal di hari pertama telah menimbulkan korban yang sangat besar. Di pasar Turi, ratusan orang tewas dan luka-luka. Inggris juga berhasil menguasai garis pertama pertahanan rakyat Surabaya.

Rakyat Surabaya tidak tinggal diam, mereka melakukan perlawanan atas serangan tersebut. Pertempuran yang tidak seimbang selama tiga minggu telah mengakibatkan sekitar 20.000 rakyat Surabaya menjadi korban, sebagian besar adalah warga sipil. Selain itu, diperkirakan 150.000 orang terpaksa meninggalkan kota Surabaya, yang hampir hancur total terkena serangan Sekutu. Sementara di pihak Inggris tercatat 1.500 tentara Inggris tewas, hilang, dan luka-luka.

Pertempuran terakhir terjadi di Gunungsari, pada tanggal 28 November 1945, namun perlawanan secara sporadis masih dilakukan setelah itu. Sebagai penghormatan atas jasa para pahlawan yang dengan berperang dengan gigih melawan Sekutu di Surabaya, tanggal 10 November 1946 Presiden Soekarno menetapkan tanggal 10 November sebagai Hari Pahlawan.

Tindakan Inggris untuk menghukum pasukan Indonesia di Surabaya, dianggap Mansergh sebagai hukuman yang pantas atas pelanggaran terhadap peradaban. Akan tetapi, tindakan yang dilakukan oleh Inggris pada tanggal 10 November, justru mencerminkan tindakan pelanggaran terhadap peradaban dan kemanusiaan secara nyata. Kematian Mallaby seakan hanya dijadikan Casus Belli, untuk menghancurkan kekuatan militer Indonesia di Surabaya.

Pertempuran Surabaya berakhir dengan kekalahan pihak Indonesia. Akan tetapi, perang tersebut membuktikan bahwa rakyat Indonesia rela berkorban demi mempertahankan kemerdekaan mereka, meskipun harus dibayar dengan nyawa.

b. Pertempuran Palagan Ambarawa

Pertempuran Ambarawa terjadi pada tanggal 29 November dan berakhir pada 15 Desember 1945 antara pasukan TKR dan pemuda Indonesia melawan pasukan Inggris. Latar belakang dari peristiwa ini dimulai dengan insiden yang terjadi di Magelang sesudah mendaratnya Brigade Artileri dari Divisi India ke-23 di Semarang pada tanggal 20 Oktober 1945. Oleh pihak RI mereka diperkenankan untuk mengurus tawanan perang yang berada di penjara Ambarawa dan Magelang. Ternyata mereka diboncengi oleh tentara Nederland Indische Civil Administration (NICA) yang kemudian mempersenjatai bekas tawanan itu. Pada tanggal 26 Oktober 1945 pecah insiden Magelang yang berkembang menjadi pertempuran antara TKR dan tentara Sekutu. Insiden itu berhenti setelah kedatangan Presiden Sukarno dan Brigadir Jenderal Bethell di Magelang pada tanggal 2 November 1945. Mereka mengadakan perundingan gencatan senjata dan tercapai kata sepakat yang dituangkan ke dalam 12 pasal, diantaranya:
1. Pihak Sekutu tetap menempatkan pasukannya di Magelang untuk melakukan kewajibannya melindungi dan mengurus evakuasi Allied Prisoners War and Interneers (APWI-tawanan perang dan interniran Sekutu).
2. Jalan raya Magelang-Ambarawa terbuka bagi lalu lintas Indonesia - Sekutu
3. Sekutu tidak akan mengakui aktivitas NICA dalam badan-badan yang berada di bawahnya.

Ternyata pihak Sekutu ingkar janji. Pada tanggal 20 November 1945 di Ambarawa pecah pertempuran antara pasukan TKR di bawah pimpinan Mayor Sumarto melawan tentara Sekutu. Pada tanggal 21 November 1945 pasukan Sekutu yang berada di Magelang ditarik ke Ambarawa di bawah lindungan pesawat tempur. Namun tanggal 22 November 1945 pertempuran berkobar di dalam kota dan pasukan Sekutu melakukan pengeboman terhadap kampung-kampung yang berada di sekitar Ambarawa. Pasukan TKR bersama pemuda dari Boyolali, Salatiga, Kartosuro bertahan di kuburan Belanda, sehingga membentuk garis medan sepanjang rel kereta api dan membelah kota Ambarawa. Sementara itu, dari arah Magelang pasukan TKR dan Divisi V/Purwokerto di bawah pimpinan Imam Adrongi melakukan serangan fajar pada tanggal 21 November 1945 dengan tujuan memukul mundur pasuka Sekutu yang berkedudukan di Desa Pingit. Pasukan Imam Adrongi berhasil menduduki Desa Pingit dan merebut desa-desa sekitarnya.

c. Pertempuran Medan Area

Pada tanggal 9 November 1945, pasukan Sekutu di bawah pimpinan Brigadir Jenderal T.E.D. Kelly mendarat di Sumatra Utara. Pendaratan pasukan Sekutu itu diboncengi oleh pasukan NICA yang telah dipersiapkan untuk mengambil alih pemerintahan. Pemerintahan RI Sumatera Utara memperkenankan mereka menempati beberapa hotel di Medan, seperti Hotel de Boer, Grand Hotel, Hotel Astoria dan lainya, karena menghormati tugas mereka. Sebagian dari mereka ditempatkan di Binjai, Tanjung Morawa dan beberapa tempat lainnya dengan memasang tenda-tenda lapangan. Sehari setelah mendarat, Team dari RAPWI telah mendatangi kamp-kamp tawanan di Pulu Berayan, Saentis, Rantau Prapat, Pematang Siantar dan Berastagi untuk membantu membebaskan para tawanan dan dikirim keMedan atas persetujuan Gubernur M. Hasan. Ternyata kelompok itu langsung dibentuk menjadi Medan Batalion KNIL. Dengan kekuatan itu, maka tampaklah perubahan sikap dari bekas tawanan tersebut. Mereka bersikap congkak karena merasa sebagai pemenang atas perang. Sikap ini memancing timbulnya pelbagai insiden yang dilakukan secara spontan oleh para pemuda. Insiden pertama terjadi di Jalan Bali, Medan pada tanggal 13 Oktober 1945. Insiden ini berawal dari ulah seorang penghuni hotel yang merampas dan menginjak-injak lencana Merah Putih yang dipakai oleh salah seorang yang ditemuinya. Akibatnya hotel tersebut diserang dan dirusak oleh para pemuda.

d. Bandung Lautan Api

Di Bandung pertempuran diawali oleh usaha para pemuda untuk merebut pangkalan udara Andir dan pabrik senjata bekas Artillerie Constructie Winkel (ACW-sekarang Pindad) dan berlangsung terus sampai kedatangan pasukan Sekutu di Bandung pada 17 Oktober 1945. Seperti halnya di kota-kota lain, di Bandung pun pasukan Sekutu dan NICA melakukan teror terhadap rakyat, sehingga terjadi pertempuran-pertempuran. Menjelang bulan November 1945, pasukan NICA semakin merajalela di Bandung. NICA memanfaatkan kedatangan pasukan Sekutu untuk mengembalikan kekuasaan kolonialnya di Indonesia. Tetapi semangat juang rakyat dan para pemuda yang tergabung dalam TKR, laskar-laskar dan badan-badan perjuangan semakin berkobar. Pertempuran demi pertempuran terjadi.

Pada bulan Oktober di Bandung telah terbentuk Majelis Dewan Perjuangan yang dipimpin panglima TKR, Aruji Kartawinata. Dewan perjuangan ini terdiri dari wakil-wakil TKR dan berbagai kelaskaran. Pada tanggal 21 November 1945 Sekutu mengeluarkan ultimatum agar para pejuang menyerahkan senjata dan mengosongkan Bandung Utara. Ternyata ultimatum itu tidak diindahkan oleh pihak pejuang. Insiden terjadi, para pemuda melakukan penyerobotan terhadap kendaraan-kendaraan Belanda yang berlindung di bawah Sekutu. Penculikan juga sering terjadi.

Peristiwa Bandung Lautan Api adalah peristiwa kebakaran besar yang terjadi di kota Bandung, provinsi Jawa Barat, Indonesia pada 23 Maret 1946. Dalam waktu tujuh jam, sekitar 200.000 penduduk Bandung membakar rumah mereka, meninggalkan kota menuju pegunungan di daerah selatan Bandung.

e. Operasi Lintas Laut Banyuwangi – Bali

Operasi lintas Laut Banyuwangi-Bali merupakan operasi gabungan dan pertempuran laut pertama sejak berdirinya negara Republik Indonesia. peristiwa itu dimulai dengan kedatangan Belanda dengan membonceng Sekutu, mendarat di Bali dengan jumlah pasukan yang cukup besar, tanggal 3 Maret 1946. Hal ini dimaksudkan Bali sebagai batu loncatan untuk menyerbu Jawa Timur yang dinilai sebagai lumbung pangan untuk kemudian mengepung pusat kekuasaan RI. Bali juga dapat dijadikan penghubung ke arah Australia.

Dengan perkembangan di atas, maka telah mengalihkan konfrontasi dari Indonesia melawan Jepang berganti menjadi Indonesia melawan Belanda. Berkaitan dengan hal tersebut, maka para pemimpin perjuangan yang sudah sampai di Jawa berusaha mencari bantuan dan membentuk kesatuankesatuan tempur. Mereka antara lain telah membentuk Pasukan Makardi atau Pasukan Merdeka sebagai pasukan induk. Pasukan itu kemudian lebih dikenal dengan nama Pasukan M. Kapten Makardi sebelumnya bertugas mendampingi Kolonel Prabowo, Kolonel Munadi dan Letkol I Gusti Ngurah Rai ke markas besar TRI di Yogyakarta untuk meminta bantuan, karena makin lemahnya kekuatan TRI Sunda Kecil di Bali.

B. Mengevaluasi Perjuangan Bangsa : Antara Perang dan Damai

1.      PERJANJIAN LINGGARJATI
Perjanjian ini disebut dengan perjanjian Linggarjati karena lokasi terjadinya ialah di Desa Linggarjati yang terletak di sebelah selatan kota Cirebon, Jawa Barat pada tanggal 10 November 1946.

Konflik yang terus terjadi antara Indonesia dan Belanda menjadi alasan terjadinya Perjanjian Linggarjati. Konflik ini terjadi karena Belanda belum mau mengakui kemerdekaan bangsa Indonesia yang baru saja dideklarasikan. Para pemimpin negara menyadari bahwa untuk menyelesaikan konflik dengan peperangan hanya akan menimbulkan korban dari kedua belah pihak.

Tokoh Yang Terlibat Dalam Perjanjian Linggarjati
Perjanjian Linggarjati ini dihadiri oleh beberapa tokoh perwakilan dari 3 Negara, yaitu Indonesia, Belanda dan Inggris.

Berikut tokoh-tokoh yang hadir dalam Perjanjian Linggarjati:
·        Pemerintah Indonesia diwakili oleh Dr. A. K. Gani, Mr. Susanto Tirtoprojo, Sutan Syahrir dan Mohammad Roem.
·        Pemerintah Belanda diwakili oleh Van Pool , Prof. Schermerhorn dan , De Boer.
·        Pemerintah Inggris, yang berperan sebagai mediator diwakili oleh Lord Killearn.

Isi Perjanjian Linggarjati
Karena terjadinya ketidak sepahaman antara Indonesia dan Belanda, Perjanjian Linggarjati Resmi ditanda tangani oleh kedua belah pihak pada tanggal 25 Maret 1947 dalam upacara kenegaraan yang berlangsung di Istana Negara, Jakarta.

Berikut ini merupakan isi dari Perjanjian Linggarjati:
·        Belanda mau mengakui secara de facto Republik Indonesia dengan daerah kekuasaan meliputi Madura, Sumatera, dan Jawa. Belanda sudah harus pergi meninggalkan daerah de facto tersebut paling lambat pada tanggal 1 Januari 1949.
·        Belanda dan Republik Indonesia telah sepakat untuk membentuk Negara serikat dengan nama RIS. Negara Indonesia Serikat akan terdiri dari RI, Timur Besar, dan Kalimantan. Pembentukan RIS akan dijadwalkan sebelum tanggal 1 Januari 1949.
·        Belanda dan RIS sepakat untuk membentuk Uni Indonesia-Belanda dengan Ratu Belanda sebagai ketua.

Perjanjian Linggarjati ini memiliki dampak positif maupun negatif bagi Negara Indonesia.
·        Dampak Positifnya: Indonesia sebagai negara yang baru saja merdeka mendapatkan pengakuan secara de facto oleh Belanda.
·        Dampak Negatifnya: Wilayah indonesia semakin sempit karena Belanda tidak mengakui seluruh wilayah Indonesia. Belanda hanya mau mengakui wilayah Indonesia pada pulau Jawa, Madura dan Sumatera.

2. Agresi Militer Belanda I

Agresi Militer Belanda 1 dilatar belakangi oleh Belanda yang tidak menerima hasil Perundingan Linggajati yang telah disepakati bersama pada tanggal 25 Maret 1947. Atas dasar tersebut, pada tanggal 21 Juli 1947, Belanda melakukan agresi militer pertamanya dengan menggempur Indonesia.

Tujuan Agresi Militer Belanda 1
Agresi militer pertama yang dilakukan oleh Belanda mengandung beberapa misi yang harus mereka selesaikan. Adapun tujuan dari agresi militer ini adalah sebaga berikut:

a. Bidang Politik
Mengepung ibu kota RI dan menghapus RI dari peta (menghilangkan de facto RI).

b. Bidang Ekonomi
Merebut daerah-daerah penting, seperti Jawa Barat dan Timur sebagai penghasil bahan makanan, Sumatera sebagai wilayah perkebunan dan pertambangan.

c. Bidang Militer
Menghancurkan Tentara Negara Indonesia (TNI).

3. Perjanjian Renville
Perundingan Renville secara resmi dimulai pada tanggal 8 Desember 1947 di kapal Renville yang sudah berlabuh di pelabuhan Tanjung Priok. Delegasi Indonesia dipimpin oleh Amir Syarifuddin, sedangkan delegasi Belanda dipimpin oleh R. Abdulkadir Wijoyoatmojo, orang Indonesia yang memihak Belanda. Dengan berbagai pertimbangan, akhirnya Indonesia menyetujui isi Perundingan Renville yang terdiri dari tiga hal sebagai berikut.
a.      Persetujuan tentang gencatan senjata yang antara lain diterimanya garis demarkasi Van Mook (10 pasal).
b.      Dasar-dasar politik Renville, yang berisi tentang kesediaan kedua pihak untuk menyelesaikan pertikaiannya dengan cara damai (12 pasal)
c.      Enam pasal tambahan dari KTN yang berisi, antara lain tentang kedaulatan Indonesia yang berada di tangan Belanda selama masa peralihan sampai penyerahan kedaulatan (6 pasal).

4. Agresi Militer II : Tekad Belanda Melenyapkan RI

Agresi militer Belanda 2 dilatarbelakangi oleh ketidakpuasan mereka terhadap pejanjian Renvile yang telah disepakati. Mereka menolak adanya pembagian kekuasaan dan tetap ingin menguasai Republik Indonesia seutuhnya.

Pada tanggal 19 Desember 1948, tepat pukul 06.00, Belanda melancarkan serangannya ke Ibu Kota Indonesia pada saat itu, Yogyakarta. Dalam peristiwa ini, Belanda menangkap dan menawan pimpinan- pimpinan RI, seperti Presiden Soekarno, Wakil Presiden Moh. Hatta, Syahrir (Penasihat Presiden) dan beberapa menteri termasuk Menteri Luar Negeri Agus Salim.

Presiden Soekarno dan Moh. Hatta kemudian diasingkan di Bangka. Jatuhnya Yogyakarta, dan ditawannya beberapa pimpinan RI membuat Belanda merasa telah menguasai Indonesia dan segera membentuk Pemerintah Federal.

Akan tetapi, sebelum Belanda membentuk Pemerintahan Federal, Ir. Soekarno meminta Syarifudin Prawiranegara untuk membentuk Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI). Selanjutnya, Pada tanggal 19 Desember 1948 Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) berhasil dibentuk di Bukittinggi, Sumatera.

Sementara itu Belanda terus menambah pasukannya ke wilayah RI untuk menunjukan bahwa mereka telah menguasai Indonesia. Namun pada kenyataannya, Belanda hanya menguasai wilayah perkotaan dan jalan raya, sementara itu Pemerintahan RI masih terus berlangsung hingga di wilayah pedesaan.

Rakyat dan TNI bersatu berperang melawan Belanda menggunakan siasat gerilya. TNI yang berada di bawah pimpinan Jenderal Sudirman melancarkan serangan terhadap Belanda dan merusak fasilitas-fasilitas penting, seperti: memutus kawat-kawat telepon, jalan-jalan kereta api, dan menghancurkan jembatan agar Belanda tidak dapat menggunakannya.

Meskipun Jenderal Sudirman sedang berada dalam keadaan sakit, Beliau masih sanggup berperang dengan bergerilya di Jawa Timur dan Jawa Tengah dengan menempuh perjalanan dari Yogyakarta, Surakarta, Madiun, dan Kediri.

Pada tanggal 23 Desember 1948, Pemerintah Darurat RI mengirimkan perintah Kepada wakil RI di PBB untuk menyampaikan bahwa pemerintah RI bersedia untuk penghentian peperangan dan mengadakan perundingan. Namun, Belanda tidak mengindahkan Resolusi Dewan Keamanan PBB tanggal 28 Januari 1949 untuk menghentikan perang.

5. Peranan Serangan Umum 1 Maret 1949
        
Pihak Belanda ternyata tidak mau segera menerima resolusi DK PBB, tanggal 28 Januari 1949. Belanda masih mengakui bahwa RI sebenarnya tinggal nama. RI sudah tidak ada, yang ada hanyalah para pengacau. Sementara itu, Sri Sultan Hamengkubuwana IX lewat radio menangkap berita luar negeri tentang rencana DK PBB yang akan mengadakan sidang lagi pada bulan Maret 1949, untuk membahas perkembangan di Indonesia.

Sri Sultan berkirim surat kepada Jenderal Sudirman tentang perlunya tindakan penyerangan terhadap Belanda. Sudirman minta agar Sri Sultan membahasnya dengan komandan TNI setempat, yakni Letkol Soeharto. Segera penyerangan terhadap Belanda di Yogyakarta dijadwalkan tanggal 1 Maret 1949 dini hari.

Serangan ini berhasil memukul Belanda keluar dari Yogyakarta. Walaupun hanya sekitar enam jam pasukan Indonesia berhasil menduduki kota Yogyakarta, namun serangan ini sangat berarti bagi bangsa Indonesia. Selain mengobarkan semangat rakyat kembali juga menunjukkan kepada dunia bahwa negara Indonesia masih ada dan masih mempunyai kekuatan. Serangan Umum 1 Maret 1949 untuk membuktikan bahwa RI masih ada dan TNI masih kuat.

Pada waktu itu di Yogyakarta ada beberapa wartawan asing yang peranannya sangat besar dalam menginformasikan keadaan Indonesia kepada dunia.

6. Belanda semakin terjepit dalam Persetujuan Roem-Royen

Serangan Umum 1 Maret 1949 yang dilancarkan oleh para pejuang Indonesia, telah membuka mata dunia bahwa propaganda Belanda itu tidak benar. RI dan TNI masih tetap ada. Namun Belanda tetap membandel dan tidak mau melaksanakan resolusi DK PBB 28 Januari. Perundingan pun menjadi macet. Melihat kenyataan itu, Amerika Serikat bersikap tegas dan terus mendesak agar Belanda mau melaksanakan resolusi tanggal 28 Januari. Amerika Serikat berhasil mendesak Belanda, untuk mengadakan perundingan dengan Indonesia.

Merle Cochran, wakil dari AS di UNCI mendesak agar Indonesia mau melanjutkan perundingan. Waktu itu Amerika Serikat menekan Indonesia, kalau Indonesia menolak, Amerika tidak akan memberikan bantuan dalam bentuk apa pun. Perundingan segera dilanjutkan pada tanggal 1 Mei 1949.

Kemudian pada tanggal 7 Mei 1949 tercapai Persetujuan Roem-Royen. Isi Persetujuan Roem-Royen antara lain sebagai berikut.
a.      Pihak Indonesia bersedia mengeluarkan perintah kepada pengikut RI yang bersenjata untuk menghentikan perang gerilya. RI juga akan Ikut serta dalam Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag, guna mempercepat penyerahan kedaulatan kepada Negara Indonesia Serikat (NIS), tanpa syarat.
b.      Pihak Belanda menyetujui kembalinya RI ke Yogyakarta dan menjamin penghentian gerakan-gerakan militer dan membebaskan semua tahanan politik. Belanda juga berjanji tidak akan mendirikan dan mengakui negara-negara yang ada di wilayah kekuasaan RI sebelum Desember 1948, serta menyetujui RI sebagai bagian dari NIS.

Setelah pemerintah RI kembali ke Yogyakarta, pada tanggal 13 Juli 1949 diselenggarakan sidang Kabinet RI yang pertama. Pada kesempatan itu, Syafruddin Prawiranegara mengembalikan mandatnya kepada wakil presiden Moh. Hatta. Dalam sidang kabinet juga diputuskan untuk mengangkat Sri Sultan Hamengkobuwono IX menjadi Menteri Pertahanan merangkap Ketua Koordinator Keamanan.

Pada tanggal 29 Juni 1949, pasukan Belanda ditarik mundur ke luar Yogyakarta. Setelah itu TNI masuk ke Yogyakarta. Peristiwa keluarnya tentara Belanda dan masuknya TNI ke Yogyakarta dikenal dengan Peristiwa Yogya Kembali. Presiden Sukarno dan Wakil Presiden Moh. Hatta ke Yogyakarta pada tanggal 6 Juli 1949.

Sejak awal 1949, ada tiga kelompok pimpinan RI yang ditunggu untuk kembali ke Yogyakarta. kelompok pertama adalah Kelompok Bangka. Kedua adalah kelompok PDRI dibawah pimpinan Mr. Syafruddin Prawiranegara. Kelompok ketiga adalah angkatan perang dibawah pimpinan Panglima Besar Jenderal Sudirman.

7. Konferensi Meja Bundar

Konferensi Meja Bundar atau Perjanjian KMB merupakan merupakan sebuah pertemuan (konferensi) yang bertempat di Den Haag, Belanda, dari 23 Agustus sampai 2 November 1949 antara perwakilan Republik Indonesia, Belanda, dan BFO (Bijeenkomst voor Federaal Overleg), yang mewakili beberapa negara yang diciptakan oleh Belanda di kepulauan Indonesia.

Tujuan Diadakannya Konferensi Meja Bundar
·        Perjanjian ini dilakukan untuk mengakhiri perselisihan antara Indonesia dan Belanda dengan cara melaksanakan perjanjian-perjanjian yang sudah dibuat antara Republik Indonesia dengan Belanda. Khususnya mengenai pembentukan Negara Indonesia Serikat.
·        Dengan tercapainya kesepakatan Meja Bundar, maka Indonesia telah diakui sebagai negara yang berdaulat penuh oleh Belanda, walaupun tanpa Irian Barat.

Perwakilan Indonesia Dalam Konferensi Meja Bundar
Pada Konferensi Meja Bundar yang dilaksanakan di Denhaag Pada tanggal 23 Agustus 1949 sampai 2 November 1949, Indonesia diwakili oleh:

1.      Drs. Hatta (ketua)
2.      Nir. Moh. Roem
3.      Prof Dr. Mr. Supomo
4.      Dr. J. Leitnena
5.      Mr. Ali Sastroamicijojo
6.      Ir. Djuanda
7.      Dr. Sukiman
8.      Mr. Suyono Hadinoto
9.      Dr. Sumitro Djojohadikusumo
10.   Mr. Abdul Karim Pringgodigdo
11.   Kolonel T.B. Simatupang
12.   Mr. Muwardi

Perwakilan BFO ini dipimpin oleh Sultan Hamid II dari Pontianak. Perwakilan Belanda dipimpin oleh Mr. van Maarseveen dan UNCI diwakili Chritchley.

Isi Dari Konferensi Meja Bundar
·        Belanda mengakui kedaulatan Republik Indonesia Serikat (RIS) sebagai sebuah negara yang merdeka.
·        Status Provinsi Irian Barat diselesaikan paling lama dalam waktu setahun, sesudah pengakuan kedaulatan.
·        Dibentuknya Uni Indonesia-Belanda untuk bekerja sama dengan status sukarela dan sederajat.
·        Republik Indonesia Serikat akan mengembalikan hak milik Belanda dan memberikan hak-hak konsesi serta izin baru untuk perusahaan-perusahaan Belanda.
·        Republik indonesia Serikat harus membayar semua utang Belanda yang dari tahun 1942.

Sementara itu, pada tanggal 29 Oktober 1949 dilakukan pengesahan dan tanda tangan bersama piagam persetujuan Konstitusi Republik Indonesia Serikat antara Republik Indonesia dan BFO.

Di samping itu, hasil keputusan Konferensi Meja Bundar disampaikan kepada Komite Nasional indonesia Pusat (KNIP). Selanjutnya, KNIP melakukan sidang dari tanggal 6-14 Desember 1949 untuk membahas hasil dari KMB.

Pembahasan hasil keputusan KMB oleh KNIP dilakukan dengan cara pemungutan suara dari para peserta, hasil akhir yang dicapainya adalah 226 suara setuju, 62 suara menolak, dan 31 suara meninggalkan ruang sidang.

Dengan demikian, KNIP resmi menerima hasil KMB. Lalu pada tanggal 15 Desember 1949 diadakan pemilihan Presiden Republik Indonesia Serikat(RIS) dengan caIon tunggal Ir. Soekarno yang akhirnya terpilih sebagai presiden.

Kemudian Ir. Soekarno dilantik dan diambil sumpahnya pada tanggal 17 Desember 1949. Kabinet RIS di bawah pimpinan Drs. Moh. Hatta.

Drs. Moh. Hatta diangkat sebagai perdana menteri oleh Presiden Soekarno pada tanggal 20 Desember 1949. Setelahnya pada tanggal 23 Desember 1949 perwakilan RIS berangkat ke negeri Belanda untuk menandatangani akta penyerahan kedaulatan.

Pada tanggal 27 Desember 1949, pada kedua negara, Indonesia dan negeri Belanda dilaksanakan upacara penandatanganan akta penyerahan kedaulatan.

Dampak Dari Konferensi Meja Bundar
Penyerahan kedaulatan Indonesia yang dilakukan di negeri Belanda bertempat di ruangan takhta Amsterdam.
Ratu Juliana, Menteri Seberang Lautan A.M.J.A. Sasseu, Perdana Menteri Dr. Willem Drees dan Drs. Moh. Hatta adalah tokoh yang terlibat dalam melakukan penandatanganan akta penyerahan kedaulatan.

Pada saat yang bersamaan di Jakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Wakil Tinggi Mahkota Belanda, A.H.S. Lovink menandatangani naskah penyerahan kedaualatan dalam suatu upacara di Istana Merdeka.

Penyerahan kedaulatan itu berarti Belanda telah mengakui berdirinya Republik Indonesia Serikat dan mengakui kekuasaan Indonesia di seluruh bekas wilayah jajahan Hindia – Belanda secara formal kecuali Irian Barat. Irian barat diserahkan oleh Belanda setahun kemudian.



Sebulan kemudian, tepatnya pada tanggal 29 Januari 1950, Jenderal Besar Sudirman yang telah banyak berjuang terutama pada perang gerilya ketika agresi militer Belanda akhirnya wafat pada usia 34 tahun. Beliau merupakan panutan bagi para anggota TNI.

Beberapa masalah yang sulit dipecahkan dalam KMB terutama sebagai berikut.
a.      Soal Uni Indonesia-Belanda. Pihak Indonesia menghendaki agar sifatnya hanya kerja sama yang bebas tanpa adanya organisasi permanen. Sedangkan Belanda menghendaki kerja yang lebih luas dengan organisasi permanen (mengikat).
b.      Soal utang. Pihak Indonesia hanya mengakui utang-utang Hindia Belanda sampai menyerahnya Belanda kepada Jepang.

C. Perjalanan Pemerintahan Indonesia setelah Merdeka

1. Pembentukan Republik Indonesia Serikat

Isi KMB diterima oleh KNIP melalui sidangnya pada tanggal 6 Desember 1949. Tanggal 14 Desember 1949 diadakan pertemuan di Jalan Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta. Pertemuan ini dihadiri oleh wakil-wakil Pemerintah RI, pemerintah negara-negara bagian, dan daerah untuk membahas Konstitusi RIS. Pertemuan ini menyetujui naskah Undang-Undang Dasar yang akan menjadi Konstitusi RIS.

Dengan diangkatnya Sukarno sebagai Presiden RIS, maka presiden RI menjadi kosong. Untuk itu, maka ketua KNIP, Mr. Asaat ditunjuk sebagai pejabat Presiden RI. Tanggal 27 Desember 1949 Mr. Asaat dilantik sebagai pemangku jabatan Presiden RI sekaligus dilakukan acara serah terima jabatan dari Sukarno kepada Mr. Asaat. Langkah ini diambil untuk mempertahankan kelangsungan negara RI. Apabila sewaktu-waktu RIS bubar, maka RI akan tetap bertahan, karena memiliki kepala negara.

2. Penyerahan dan Pengakuan Kedaulatan

Pada tanggal 27 Desember 1949, terjadilah penyerahan kedaulatan Belanda kepada Indonesia yang dilakukan di Belanda dan di Indonesia. Di Negeri Belanda, delegasi Indonesia dipimpin oleh Moh. Hatta sedangkan pihak Belanda hadir Ratu Juliana, Perdana Menteri Willem Drees, dan Menteri Seberang Lautan Sasseu bersama-sama menandatangani akte penyerahan kedaulatan di Ruang Tahta Amsterdam. Di Indonesia dilakukan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Wakil Tinggi Mahkota Belanda A.H.S. Lovink.

Walaupun Belanda sendiri tidak mengakui Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 dan hanya mengakui tanggal 27 Desember 1949, namun keberadaan Negara Kesatuan Republik Indonesia itu tetap terhitung sejak Proklamasi Kemerdekaan oleh bangsa Indoensia. Pada saat itu bangsa Indonesia tidak menghadapi Belanda, melainkan menghadapi Jepang, karena sebelumnya Belanda sudah kalah dan menyerah pada Jepang. Oleh karena itu, Proklamasi Kemerdekaan Indonesia mutlak atas usaha bangsa Indonesia sendiri.

3. Kembali ke Negara Kesatuan

Setelah RIS menerima pengakuan kedaulatan, segera muncul rasa tidak puas di kalangan rakyat terutama negara-negara bagian di luar RI. Sejumlah 15 negara bagian/daerah yang merupakan ciptaan Belanda, terasa berbau kolonial, sehingga belum merdeka sepenuhnya.
Negara-negara bagian ciptaan Belanda adalah sebagai berikut.
a.      Negara Indonesia Timur (NIT) merupakan negara bagian pertama ciptaan Belanda yang terbentuk pada tahun 1946.
b.      Negara Sumatra Timur, terbentuk pada 25 Desember 1947 dan diresmikan pada tanggal 16 Februari 1948. Negara Sumatra Selatan, terbentuk atas persetujuan Van Mook pada tanggal 30 Agustus 1948. Daerahnya meliputi Palembang dan sekitarnya. Presidennya adalah Abdul Malik.
c.      Negara Pasundan (Jawa Barat),.
d.      Negara Jawa Timur, terbentuk pada tanggal 26 November 1948 melalui surat keputusan Gubernur Jenderal Belanda.
e.      Negara Madura, terbentuk melalui suatu plebesit dan disahkan oleh Van Mook pada tanggal 21 Januari 1948.

Perdana Menteri RIS, Moh. Hatta mengadakan pertemuan dengan Sukawati (NIT) dan Mansur (Sumatra Timur). Mereka sepakat untuk membetuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Sesuai dengan usul dari DPR Sumatra Timur, proses pembentukan NKRI tidak melalui penggabungan dengan RI tetapi penggabungan dengan RIS.

Setelah itu diadakan konferensi yang dihadiri oleh wakil-wakil RIS, termasuk dari Sumatra Timur dan NIT. Melalui konferensi itu akhirnya pada tanggal 19 Mei 1950 tercapai persetujuan yang dituangkan dalam Piagam Persetujuan.

Isi pentingnya adalah :
1.      Kesediaan bersama untuk membentuk negara kesatuan sebagai penjelmaan dari negara RI yang berdasarkan pada Proklamasi 17 Agustus 1945.
2.      Penyempurnaan Konstitusi RIS, dengan memasukkan bagian-bagian penting dari UUD RI tahun 1945. Untuk ini diserahkan kepada panitia bersama untuk menyusun Rencana UUD Negara Kesatuan.

D. Mengamalkan Nilai-nilai Kejuangan Masa Revolusi

1. Persatuan dan Kesatuan
2. Rela Berkorban dan Tanpa Pamrih
3. Cinta pada Tanah Air

4. Saling Pengertian dan saling Menghargai

Labels: ancaman sekutu dan belanda, sejarah, sejarah indonesia

Thanks for reading Materi Sejarah KD 8 Mempertahankan Kemerdekaan Ri Dari Ancaman Sekutu dan Belanda. Please share...!

Back To Top