Posted by
One_Esc on
Monday, January 13, 2020
PERJUANGAN
BANGSA INDONESIA DALAM MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN
DARI ANCAMAN
SEKUTU DAN BELANDA
A.
Menganalisis Perkembangan dan Tantangan Awal Kemerdekaan
Proklamasi
kemerdekaan 17 Agustus 1945 bukan titik akhir perjuangan bangsa Indonesia untuk
melepaskan diri dari belenggu penjajahan. Belanda yang telah ratusan tahun
merasakan kekayaan Indonesia enggan mengakui kemerdekaan Indonesia. Sekutu yang
telah memenangkan Perang Dunia II merasa memiliki hak atas nasib bangsa
Indonesia. Belanda mencoba masuk kembali ke Indonesia dan menancapkan
kolonialisme dan imperialismenya. Sementara kondisi sosial ekonomi Indonesia
masih sangat memprihatinkan, perangkat-perangkat kenegaraan juga baru dibentuk,
Indonesia ibarat bayi baru lahir masih lemah, tetapi merdeka adalah harga mati.
Berbagai upaya bangsa asing untuk menguasai kembali bangsa Indonesia ditentang
dengan berbagai cara. Pertempuran heroik dengan korban ribuan jiwa terjadi di
berbagai daerah di Indonesia. Tidak terhitung dengan jelas berapa jumlah korban
jiwa dari pertempuran mempertahankan bangsa Indonesia tersebut, bahkan banyak
pahlawan tidak dikenal yang berguguran. Nah, bagaimana kondisi awal Indonesia
merdeka dan bagaimana proses perjuangan bangsa Indonesia berikutnya? Mari kita
telusuri melalui kajian di bawah ini!
1. Kondisi Awal Indonesia Merdeka
Secara politis keadaan Indonesia pada
awal kemerdekaan belum begitu mapan. Ketegangan, kekacauan, dan berbagai
insiden masih terus terjadi. Hal ini tidak lain karena masih ada kekuatan asing
yang tidak rela kalau Indonesia merdeka. Sebagai contoh rakyat Indonesia
masih harus bentrok dengan sisasisa kekuatan Jepang. Jepang beralasan bahwa ia
diminta oleh Sekutu agar tetap menjaga Indonesia dalam keadaan status quo. Di
samping menghadapi kekuatan Jepang, bangsa Indonesia harus berhadapan dengan
tentara Inggris atas nama Sekutu, dan juga NICA (Belanda) yang berhasil datang
kembali ke Indonesia dengan membonceng Sekutu. Pemerintahan memang telah
terbentuk, beberapa alat kelengkapan negara juga sudah tersedia, tetapi karena
baru awal kemerdekaan tentu masih banyak kekurangan. PPKI yang keanggotaannya
sudah disempurnakan berhasil mengadakan sidang untuk mengesahkan UUD dan
memilih Presiden-Wakil Presiden.
2.
Kedatangan Sekutu dan Belanda
Tentu
kamu masih ingat bagaimana Jepang menyerah kepada Sekutu. Penyerahan Jepang
kepada Sekutu tanpa syarat tanggal 14 Agustus 1945 membuat analogi bahwa Sekutu
memiliki hak atas kekuasaan Jepang di berbagai wilayah, terutama wilayah yang
sebelumnya merupakan jajahan negara-negara yang masuk dalam Sekutu. Belanda
adalah salah satu negara yang berada di balik kelompok Sekutu.
Bagaimana
dampak kedatangan Sekutu ke Indonesia? Sekutu masuk ke Indonesia melalui
beberapa pintu wilayah Indonesia terutama daerah yang merupakan pusat
pemerintahan pendudukan Jepang seperti Jakarta, Semarang, dan Surabaya.
Setelah PD II, terjadi perundingan
Belanda dengan Inggris di London yang menghasilkan Civil Affairs Agreement.
Isinya tentang pengaturan penyerahan
kembali Indonesia dari pihak Inggris kepada Belanda, khusus yang menyangkut
daerah Sumatra, sebagai daerah yang berada di bawah pengawasan SEAC (South East
Asia Command). Di dalam perundingan itu dijelaskan langkah-langkah yang
ditempuh sebagai berikut.
1. Fase pertama, tentara Sekutu akan mengadakan
operasi militer untuk memulihkan keamanan dan ketertiban.
2. Fase kedua, setelah keadaan normal,
pejabat-pejabat NICA akan mengambil alih tanggung jawab koloni itu dari pihak
Inggris yang mewakili Sekutu.
Setelah
diketahui Jepang menyerah pada tanggal 15 Agustus1945, maka Belanda mendesak
Inggris agar segera mensahkan hasil perundingan tersebut. Pada tanggal 24
Agustus 1945, hasil perundingan tersebut disahkan.
Berdasarkan
persetujuan Potsdam, isi Civil Affairs Agreement diperluas. Inggris bertanggung
jawab untuk seluruh Indonesia termasuk daerah yang berada di bawah pengawasan
SWPAC (South West Pasific Areas Command).
Setelah
informasi dan persiapan dipandang cukup, maka Louis Mountbatten membentuk
pasukan komando khusus yang disebut AFNEI (Allied Forces Netherlands East
Indiers) di bawah pimpinan Letnan Jenderal Sir Philip Christison. Mereka
tergabung di dalam pasukan tentara Inggris yang berkebangsaan India, yang
sering disebut sebagai tentara Gurkha.
Tugas tentara AFNEI sebagai berikut.
1. Menerima penyerahan kekuasaan tentara Jepang
tanpa syarat.
2. Membebaskan para tawanan perang dan interniran
Sekutu.
3. Melucuti dan mengumpulkan orang-orang Jepang
untuk dipulangkan ke negerinya.
4. Menegakkan dan mempertahankan keadaan damai,
menciptakan ketertiban, dan keamanan, untuk kemudian diserahkan kepada
pemerintahan sipil.
5. Mengumpulkan keterangan tentang penjahat
perang untuk kemudian diadili sesuai hukum yang berlaku.
Pasukan Sekutu yang tergabung dalam
AFNEI mendarat di Jakarta pada tanggal 29 September 1945. Kekuatan pasukan
AFNEI dibagi menjadi tiga divisi, yaitu sebagai berikut.
1. Divisi India 23 di bawah pimpinan Jenderal DC
Hawthorn. Daerah tugasnya di Jawa bagian barat dan berpusat di Jakarta.
2. Divisi India 5 di bawah komando Jenderal EC
Mansergh bertugas di Jawa bagian timur dan berpusat di Surabaya.
3. Divisi India 26 di bawah komando Jenderal HM
Chambers, bertugas di Sumatra, pusatnya ada di Medan.
3.
Merdeka atau Mati !
Kedatangan
Sekutu di Indonesia menimbulkan berbagai reaksi dari masyarakat Indonesia.
Apalagi dengan memboncengnya Belanda yang ingin menguasai kembali Indonesia.
Hal ini mengakibatkan berbagai upaya penentangan dan perlawanan dari
masyarakat. Bagaimana peristiwa kekerasan akibat kedatangan Sekutu di Indonesia
terjadi ? Mari kita simak kajian di bawah ini!
a.
Ribuan Nyawa Arek Surabaya untuk Indonesia
Pada tanggal 25 Oktober 1945, Brigade
49 di bawah pimpinan Brigadier Jenderal A.W.S. Mallaby mendarat di Surabaya. Brigade
ini adalah bagian dari Divisi India ke-23, di bawah pimpinan Jenderal D.C.
Hawthorn. Mereka mendapat tugas dari panglima Allied forces for Netherlands
East Indies (AFNEI) untuk melucuti serdadu Jepang dan menyelamatkan para
interniran Sekutu. Kedatangan mereka diterima secara enggan oleh pemimpin
pemerintah Jawa Timur, Gubernur Suryo.
Setelah diadakan pertemuan antara
wakil-wakil pemerintah RI dengan Mallaby, maka dihasilkan kesepakatan:
1. Inggris berjanji bahwa di antara
tentara mereka tidak terdapat Angkatan Perang Belanda,
2. disetujui kerjasama antara kedua
belah pihak untuk menjamin keamanan dan ketentraman,
3. akan segera dibentuk “Kontak Biro”
agar kerjasama dapat terlaksana sebaik-baiknya, dan
4. Inggris hanya akan melucuti senjata
Jepang saja.
Namun
pada perkembangan selanjutnya, ternyata pihak Inggris mengingkari janjinya.
Pada malam hari tanggal 26 Oktober 1945, peleton dari Field Security Section di
bawah pimpinan Kapten Shaw, melakukan penyergapan ke penjara Kalisosok. Mereka
akan membebaskan Kolonel Huiyer—seorang Kolonel Angkatan Laut Belanda—beserta
kawan-kawannya. Tindakan Inggris dilanjutkan pada keesokan harinya dengan
menduduki Pangkalan Udara Tanjung Perak, Kantor Pos Besar, Gedung Internatio,
dan objek-objek vital lainnya.
Pertempuran
10 November
Sebelum
waktu ultimatum habis, kota Surabaya telah dibagi menjadi 3 sektor pertahanan.
Garis pertahanan ditentukan dari Jalan Jakarta, tetapi penempatan pasukan agak
mundur ke Krembangan, Kapasan, dan Kedungcowek. Garis kedua di sekitar Viaduct.
Garis ketiga di daerah Darmo.
Pembagian tiga sektor meliputi sektor
barat, sektor tengah, dan timur. Sektor barat dipimpin oleh Koenkiyat. Sektor
tengah dipimpin oleh Kretarto, dan Marhado, sedangkan sektor timur dipimpin
oleh Kadim Prawirodihardjo. Sementara itu, radio perlawanan yang dipimpin oleh
Bung Tomo membakar semangat juang rakyat. Siaran ini dipancarkan dari Jln.
Mawar No. 4.
Tanggal
10 November 1945 pukul 06.00, setelah habisnya waktu ultimatum, Inggris mulai
menggempur Surabaya dengan seluruh armada darat, laut, dan udara. Pemboman
secara brutal di hari pertama telah menimbulkan korban yang sangat besar. Di
pasar Turi, ratusan orang tewas dan luka-luka. Inggris juga berhasil menguasai
garis pertama pertahanan rakyat Surabaya.
Rakyat
Surabaya tidak tinggal diam, mereka melakukan perlawanan atas serangan
tersebut. Pertempuran yang tidak seimbang selama tiga minggu telah
mengakibatkan sekitar 20.000 rakyat Surabaya menjadi korban, sebagian besar
adalah warga sipil. Selain itu, diperkirakan 150.000 orang terpaksa
meninggalkan kota Surabaya, yang hampir hancur total terkena serangan Sekutu.
Sementara di pihak Inggris tercatat 1.500 tentara Inggris tewas, hilang, dan
luka-luka.
Pertempuran
terakhir terjadi di Gunungsari, pada tanggal 28 November 1945, namun perlawanan
secara sporadis masih dilakukan setelah itu. Sebagai penghormatan atas jasa para pahlawan yang dengan berperang
dengan gigih melawan Sekutu di Surabaya, tanggal 10 November 1946 Presiden Soekarno
menetapkan tanggal 10 November sebagai Hari Pahlawan.
Tindakan
Inggris untuk menghukum pasukan Indonesia di Surabaya, dianggap Mansergh
sebagai hukuman yang pantas atas pelanggaran terhadap peradaban. Akan tetapi,
tindakan yang dilakukan oleh Inggris pada tanggal 10 November, justru
mencerminkan tindakan pelanggaran terhadap peradaban dan kemanusiaan secara
nyata. Kematian Mallaby seakan hanya dijadikan Casus Belli, untuk menghancurkan
kekuatan militer Indonesia di Surabaya.
Pertempuran
Surabaya berakhir dengan kekalahan pihak Indonesia. Akan tetapi, perang
tersebut membuktikan bahwa rakyat Indonesia rela berkorban demi mempertahankan
kemerdekaan mereka, meskipun harus dibayar dengan nyawa.
b.
Pertempuran Palagan Ambarawa
Pertempuran Ambarawa terjadi pada
tanggal 29 November dan berakhir pada 15 Desember 1945 antara pasukan TKR dan
pemuda Indonesia melawan pasukan Inggris. Latar belakang dari peristiwa ini
dimulai dengan insiden yang terjadi di Magelang sesudah mendaratnya Brigade
Artileri dari Divisi India ke-23 di Semarang pada tanggal 20 Oktober 1945. Oleh
pihak RI mereka diperkenankan untuk mengurus tawanan perang yang berada di
penjara Ambarawa dan Magelang. Ternyata mereka diboncengi oleh tentara
Nederland Indische Civil Administration (NICA) yang kemudian mempersenjatai
bekas tawanan itu. Pada tanggal 26 Oktober 1945 pecah insiden Magelang yang
berkembang menjadi pertempuran antara TKR dan tentara Sekutu. Insiden itu
berhenti setelah kedatangan Presiden Sukarno dan Brigadir Jenderal Bethell di
Magelang pada tanggal 2 November 1945. Mereka mengadakan perundingan gencatan
senjata dan tercapai kata sepakat yang dituangkan ke dalam 12 pasal,
diantaranya:
1.
Pihak Sekutu tetap menempatkan pasukannya di Magelang untuk melakukan
kewajibannya melindungi dan mengurus evakuasi Allied Prisoners War and
Interneers (APWI-tawanan perang dan interniran Sekutu).
2.
Jalan raya Magelang-Ambarawa terbuka bagi lalu lintas Indonesia - Sekutu
3.
Sekutu tidak akan mengakui aktivitas NICA dalam badan-badan yang berada di
bawahnya.
Ternyata
pihak Sekutu ingkar janji. Pada tanggal 20 November 1945 di Ambarawa pecah
pertempuran antara pasukan TKR di bawah pimpinan Mayor Sumarto melawan tentara
Sekutu. Pada tanggal 21 November 1945 pasukan Sekutu yang berada di Magelang
ditarik ke Ambarawa di bawah lindungan pesawat tempur. Namun tanggal 22
November 1945 pertempuran berkobar di dalam kota dan pasukan Sekutu melakukan
pengeboman terhadap kampung-kampung yang berada di sekitar Ambarawa. Pasukan
TKR bersama pemuda dari Boyolali, Salatiga, Kartosuro bertahan di kuburan
Belanda, sehingga membentuk garis medan sepanjang rel kereta api dan membelah
kota Ambarawa. Sementara itu, dari arah Magelang pasukan TKR dan Divisi
V/Purwokerto di bawah pimpinan Imam Adrongi melakukan serangan fajar pada
tanggal 21 November 1945 dengan tujuan memukul mundur pasuka Sekutu yang berkedudukan
di Desa Pingit. Pasukan Imam Adrongi berhasil menduduki Desa Pingit dan merebut
desa-desa sekitarnya.
c.
Pertempuran Medan Area
Pada tanggal 9 November 1945, pasukan
Sekutu di bawah pimpinan Brigadir Jenderal T.E.D. Kelly mendarat di Sumatra
Utara. Pendaratan pasukan Sekutu itu diboncengi oleh pasukan NICA yang telah
dipersiapkan untuk mengambil alih pemerintahan.
Pemerintahan RI Sumatera Utara memperkenankan mereka menempati beberapa hotel
di Medan, seperti Hotel de Boer, Grand Hotel, Hotel Astoria dan lainya, karena
menghormati tugas mereka. Sebagian dari mereka ditempatkan di Binjai, Tanjung
Morawa dan beberapa tempat lainnya dengan memasang tenda-tenda lapangan. Sehari
setelah mendarat, Team dari RAPWI telah mendatangi kamp-kamp tawanan di Pulu Berayan,
Saentis, Rantau Prapat, Pematang Siantar dan Berastagi untuk membantu
membebaskan para tawanan dan dikirim keMedan atas persetujuan Gubernur M.
Hasan. Ternyata kelompok itu langsung dibentuk menjadi Medan Batalion KNIL.
Dengan kekuatan itu, maka tampaklah perubahan sikap dari bekas tawanan
tersebut. Mereka bersikap congkak karena merasa sebagai pemenang atas perang.
Sikap ini memancing timbulnya pelbagai insiden yang dilakukan secara spontan
oleh para pemuda. Insiden pertama terjadi di Jalan Bali, Medan pada tanggal 13
Oktober 1945. Insiden ini berawal dari ulah seorang penghuni hotel yang
merampas dan menginjak-injak lencana Merah Putih yang dipakai oleh salah
seorang yang ditemuinya. Akibatnya hotel tersebut diserang dan dirusak oleh
para pemuda.
d.
Bandung Lautan Api
Di
Bandung pertempuran diawali oleh usaha para pemuda untuk merebut pangkalan
udara Andir dan pabrik senjata bekas Artillerie Constructie Winkel
(ACW-sekarang Pindad) dan berlangsung terus sampai kedatangan pasukan Sekutu di
Bandung pada 17 Oktober 1945. Seperti halnya di kota-kota lain, di Bandung pun
pasukan Sekutu dan NICA melakukan teror terhadap rakyat, sehingga terjadi
pertempuran-pertempuran. Menjelang bulan November 1945, pasukan NICA semakin
merajalela di Bandung. NICA memanfaatkan kedatangan pasukan Sekutu untuk
mengembalikan kekuasaan kolonialnya di Indonesia. Tetapi semangat juang rakyat
dan para pemuda yang tergabung dalam TKR, laskar-laskar dan badan-badan
perjuangan semakin berkobar. Pertempuran demi pertempuran terjadi.
Pada
bulan Oktober di Bandung telah terbentuk Majelis Dewan Perjuangan yang dipimpin
panglima TKR, Aruji Kartawinata. Dewan perjuangan ini terdiri dari wakil-wakil
TKR dan berbagai kelaskaran. Pada tanggal 21 November 1945 Sekutu mengeluarkan
ultimatum agar para pejuang menyerahkan senjata dan mengosongkan Bandung Utara.
Ternyata ultimatum itu tidak diindahkan oleh pihak pejuang. Insiden terjadi,
para pemuda melakukan penyerobotan terhadap kendaraan-kendaraan Belanda yang
berlindung di bawah Sekutu. Penculikan juga sering terjadi.
Peristiwa Bandung Lautan Api adalah
peristiwa kebakaran besar yang terjadi di kota Bandung, provinsi Jawa Barat,
Indonesia pada 23 Maret 1946. Dalam waktu tujuh jam, sekitar 200.000 penduduk
Bandung membakar rumah mereka, meninggalkan kota menuju pegunungan di daerah
selatan Bandung.
e.
Operasi Lintas Laut Banyuwangi – Bali
Operasi
lintas Laut Banyuwangi-Bali merupakan operasi gabungan dan pertempuran laut
pertama sejak berdirinya negara Republik Indonesia. peristiwa itu dimulai dengan kedatangan Belanda dengan membonceng
Sekutu, mendarat di Bali dengan jumlah pasukan yang cukup besar, tanggal 3
Maret 1946. Hal ini dimaksudkan Bali sebagai batu loncatan untuk menyerbu
Jawa Timur yang dinilai sebagai lumbung pangan untuk kemudian mengepung pusat
kekuasaan RI. Bali juga dapat dijadikan penghubung ke arah Australia.
Dengan
perkembangan di atas, maka telah mengalihkan konfrontasi dari Indonesia melawan
Jepang berganti menjadi Indonesia melawan Belanda. Berkaitan dengan hal
tersebut, maka para pemimpin perjuangan yang sudah sampai di Jawa berusaha
mencari bantuan dan membentuk kesatuankesatuan tempur. Mereka antara lain telah
membentuk Pasukan Makardi atau Pasukan Merdeka sebagai pasukan induk. Pasukan
itu kemudian lebih dikenal dengan nama Pasukan M. Kapten Makardi sebelumnya
bertugas mendampingi Kolonel Prabowo, Kolonel Munadi dan Letkol I Gusti Ngurah
Rai ke markas besar TRI di Yogyakarta untuk meminta bantuan, karena makin
lemahnya kekuatan TRI Sunda Kecil di Bali.
B.
Mengevaluasi Perjuangan Bangsa : Antara Perang dan Damai
1.
PERJANJIAN LINGGARJATI
Perjanjian ini disebut dengan
perjanjian Linggarjati karena lokasi terjadinya ialah di Desa Linggarjati yang
terletak di sebelah selatan kota Cirebon, Jawa Barat pada tanggal 10 November 1946.
Konflik yang terus terjadi antara
Indonesia dan Belanda menjadi alasan terjadinya Perjanjian Linggarjati. Konflik
ini terjadi karena Belanda belum mau mengakui kemerdekaan bangsa Indonesia yang
baru saja dideklarasikan. Para pemimpin negara menyadari bahwa untuk
menyelesaikan konflik dengan peperangan hanya akan menimbulkan korban dari
kedua belah pihak.
Tokoh
Yang Terlibat Dalam Perjanjian Linggarjati
Perjanjian
Linggarjati ini dihadiri oleh beberapa tokoh perwakilan dari 3 Negara, yaitu
Indonesia, Belanda dan Inggris.
Berikut tokoh-tokoh yang hadir dalam
Perjanjian Linggarjati:
·
Pemerintah
Indonesia diwakili oleh Dr. A. K. Gani, Mr. Susanto Tirtoprojo, Sutan Syahrir
dan Mohammad Roem.
·
Pemerintah
Belanda diwakili oleh Van Pool , Prof. Schermerhorn dan , De Boer.
·
Pemerintah
Inggris, yang berperan sebagai mediator diwakili oleh Lord Killearn.
Isi
Perjanjian Linggarjati
Karena
terjadinya ketidak sepahaman antara Indonesia dan Belanda, Perjanjian
Linggarjati Resmi ditanda tangani oleh kedua belah pihak pada tanggal 25 Maret
1947 dalam upacara kenegaraan yang berlangsung di Istana Negara, Jakarta.
Berikut ini merupakan isi dari
Perjanjian Linggarjati:
·
Belanda
mau mengakui secara de facto Republik Indonesia dengan daerah kekuasaan
meliputi Madura, Sumatera, dan Jawa. Belanda sudah harus pergi meninggalkan
daerah de facto tersebut paling lambat pada tanggal 1 Januari 1949.
·
Belanda
dan Republik Indonesia telah sepakat untuk membentuk Negara serikat dengan nama
RIS. Negara Indonesia Serikat akan terdiri dari RI, Timur Besar, dan
Kalimantan. Pembentukan RIS akan dijadwalkan sebelum tanggal 1 Januari 1949.
·
Belanda
dan RIS sepakat untuk membentuk Uni Indonesia-Belanda dengan Ratu Belanda
sebagai ketua.
Perjanjian Linggarjati ini memiliki
dampak positif maupun negatif bagi Negara Indonesia.
·
Dampak
Positifnya: Indonesia sebagai negara yang baru saja merdeka mendapatkan
pengakuan secara de facto oleh Belanda.
·
Dampak
Negatifnya: Wilayah indonesia semakin sempit karena Belanda tidak mengakui
seluruh wilayah Indonesia. Belanda hanya mau mengakui wilayah Indonesia pada
pulau Jawa, Madura dan Sumatera.
2.
Agresi Militer Belanda I
Agresi Militer Belanda 1 dilatar
belakangi oleh Belanda yang tidak menerima hasil Perundingan Linggajati yang
telah disepakati bersama pada tanggal 25 Maret 1947. Atas
dasar tersebut, pada tanggal 21 Juli
1947, Belanda melakukan agresi militer pertamanya dengan menggempur Indonesia.
Tujuan
Agresi Militer Belanda 1
Agresi
militer pertama yang dilakukan oleh Belanda mengandung beberapa misi yang harus
mereka selesaikan. Adapun tujuan dari agresi militer ini adalah sebaga berikut:
a. Bidang Politik
Mengepung ibu kota RI dan menghapus RI
dari peta (menghilangkan de facto RI).
b. Bidang Ekonomi
Merebut daerah-daerah penting, seperti
Jawa Barat dan Timur sebagai penghasil bahan makanan, Sumatera sebagai wilayah
perkebunan dan pertambangan.
c. Bidang Militer
Menghancurkan Tentara Negara Indonesia
(TNI).
3.
Perjanjian Renville
Perundingan Renville secara resmi
dimulai pada tanggal 8 Desember 1947 di kapal Renville yang sudah berlabuh di pelabuhan
Tanjung Priok. Delegasi Indonesia dipimpin oleh Amir Syarifuddin, sedangkan
delegasi Belanda dipimpin oleh R. Abdulkadir Wijoyoatmojo, orang Indonesia yang
memihak Belanda. Dengan berbagai pertimbangan, akhirnya
Indonesia menyetujui isi Perundingan Renville yang terdiri dari tiga hal
sebagai berikut.
a.
Persetujuan tentang gencatan senjata yang
antara lain diterimanya garis demarkasi Van Mook (10 pasal).
b.
Dasar-dasar politik Renville, yang berisi
tentang kesediaan kedua pihak untuk menyelesaikan pertikaiannya dengan cara
damai (12 pasal)
c.
Enam pasal tambahan dari KTN yang berisi,
antara lain tentang kedaulatan Indonesia yang berada di tangan Belanda selama
masa peralihan sampai penyerahan kedaulatan (6 pasal).
4.
Agresi Militer II : Tekad Belanda Melenyapkan RI
Agresi militer Belanda 2
dilatarbelakangi oleh ketidakpuasan mereka terhadap pejanjian Renvile yang
telah disepakati. Mereka menolak adanya pembagian kekuasaan dan tetap ingin
menguasai Republik Indonesia seutuhnya.
Pada tanggal 19 Desember 1948, tepat
pukul 06.00, Belanda melancarkan serangannya ke Ibu Kota Indonesia pada saat
itu, Yogyakarta. Dalam peristiwa ini, Belanda menangkap dan menawan pimpinan-
pimpinan RI, seperti Presiden Soekarno, Wakil Presiden Moh. Hatta, Syahrir
(Penasihat Presiden) dan beberapa menteri termasuk Menteri Luar Negeri Agus
Salim.
Presiden
Soekarno dan Moh. Hatta kemudian diasingkan di Bangka. Jatuhnya Yogyakarta, dan
ditawannya beberapa pimpinan RI membuat Belanda merasa telah menguasai Indonesia
dan segera membentuk Pemerintah Federal.
Akan tetapi, sebelum Belanda membentuk
Pemerintahan Federal, Ir. Soekarno meminta Syarifudin Prawiranegara untuk
membentuk Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI). Selanjutnya, Pada
tanggal 19 Desember 1948 Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) berhasil
dibentuk di Bukittinggi, Sumatera.
Sementara
itu Belanda terus menambah pasukannya ke wilayah RI untuk menunjukan bahwa
mereka telah menguasai Indonesia. Namun pada kenyataannya, Belanda hanya menguasai
wilayah perkotaan dan jalan raya, sementara itu Pemerintahan RI masih terus
berlangsung hingga di wilayah pedesaan.
Rakyat
dan TNI bersatu berperang melawan Belanda menggunakan siasat gerilya. TNI yang berada di bawah pimpinan Jenderal
Sudirman melancarkan serangan terhadap Belanda dan merusak fasilitas-fasilitas
penting, seperti: memutus kawat-kawat telepon, jalan-jalan kereta api, dan
menghancurkan jembatan agar Belanda tidak dapat menggunakannya.
Meskipun
Jenderal Sudirman sedang berada dalam keadaan sakit, Beliau masih sanggup
berperang dengan bergerilya di Jawa Timur dan Jawa Tengah dengan menempuh
perjalanan dari Yogyakarta, Surakarta, Madiun, dan Kediri.
Pada
tanggal 23 Desember 1948, Pemerintah Darurat RI mengirimkan perintah Kepada
wakil RI di PBB untuk menyampaikan bahwa pemerintah RI bersedia untuk
penghentian peperangan dan mengadakan perundingan. Namun, Belanda tidak
mengindahkan Resolusi Dewan Keamanan PBB tanggal 28 Januari 1949 untuk
menghentikan perang.
5.
Peranan Serangan Umum 1 Maret 1949
Pihak
Belanda ternyata tidak mau segera menerima resolusi DK PBB, tanggal 28 Januari
1949. Belanda masih mengakui bahwa RI sebenarnya tinggal nama. RI sudah tidak
ada, yang ada hanyalah para pengacau. Sementara itu, Sri Sultan Hamengkubuwana
IX lewat radio menangkap berita luar negeri tentang rencana DK PBB yang akan
mengadakan sidang lagi pada bulan Maret 1949, untuk membahas perkembangan di
Indonesia.
Sri Sultan berkirim surat kepada
Jenderal Sudirman tentang perlunya tindakan penyerangan terhadap Belanda.
Sudirman minta agar Sri Sultan membahasnya dengan komandan TNI setempat, yakni
Letkol Soeharto. Segera penyerangan terhadap Belanda di Yogyakarta dijadwalkan
tanggal 1 Maret 1949 dini hari.
Serangan
ini berhasil memukul Belanda keluar dari Yogyakarta. Walaupun hanya sekitar
enam jam pasukan Indonesia berhasil menduduki kota Yogyakarta, namun serangan
ini sangat berarti bagi bangsa Indonesia. Selain mengobarkan semangat rakyat
kembali juga menunjukkan kepada dunia bahwa negara Indonesia masih ada dan masih
mempunyai kekuatan. Serangan Umum 1 Maret
1949 untuk membuktikan bahwa RI masih ada dan TNI masih kuat.
Pada
waktu itu di Yogyakarta ada beberapa wartawan asing yang peranannya sangat
besar dalam menginformasikan keadaan Indonesia kepada dunia.
6.
Belanda semakin terjepit dalam Persetujuan Roem-Royen
Serangan
Umum 1 Maret 1949 yang dilancarkan oleh para pejuang Indonesia, telah membuka
mata dunia bahwa propaganda Belanda itu tidak benar. RI dan TNI masih tetap
ada. Namun Belanda tetap membandel dan tidak mau melaksanakan resolusi DK PBB
28 Januari. Perundingan pun menjadi macet. Melihat kenyataan itu, Amerika
Serikat bersikap tegas dan terus mendesak agar Belanda mau melaksanakan
resolusi tanggal 28 Januari. Amerika Serikat berhasil mendesak Belanda, untuk
mengadakan perundingan dengan Indonesia.
Merle
Cochran, wakil dari AS di UNCI mendesak agar Indonesia mau melanjutkan
perundingan. Waktu itu Amerika Serikat menekan Indonesia, kalau Indonesia
menolak, Amerika tidak akan memberikan bantuan dalam bentuk apa pun.
Perundingan segera dilanjutkan pada tanggal 1 Mei 1949.
Kemudian pada tanggal 7 Mei 1949
tercapai Persetujuan Roem-Royen. Isi Persetujuan Roem-Royen antara
lain sebagai berikut.
a.
Pihak Indonesia bersedia mengeluarkan perintah
kepada pengikut RI yang bersenjata untuk menghentikan perang gerilya. RI juga
akan Ikut serta dalam Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag, guna
mempercepat penyerahan kedaulatan kepada Negara Indonesia Serikat (NIS), tanpa
syarat.
b.
Pihak Belanda menyetujui kembalinya RI ke
Yogyakarta dan menjamin penghentian gerakan-gerakan militer dan membebaskan
semua tahanan politik. Belanda juga berjanji tidak akan mendirikan dan mengakui
negara-negara yang ada di wilayah kekuasaan RI sebelum Desember 1948, serta
menyetujui RI sebagai bagian dari NIS.
Setelah
pemerintah RI kembali ke Yogyakarta, pada tanggal 13 Juli 1949 diselenggarakan
sidang Kabinet RI yang pertama. Pada kesempatan itu, Syafruddin Prawiranegara
mengembalikan mandatnya kepada wakil presiden Moh. Hatta. Dalam sidang kabinet
juga diputuskan untuk mengangkat Sri Sultan Hamengkobuwono IX menjadi Menteri
Pertahanan merangkap Ketua Koordinator Keamanan.
Pada tanggal 29 Juni 1949, pasukan
Belanda ditarik mundur ke luar Yogyakarta. Setelah itu TNI masuk ke Yogyakarta.
Peristiwa keluarnya tentara Belanda dan masuknya TNI ke Yogyakarta dikenal
dengan Peristiwa Yogya Kembali. Presiden
Sukarno dan Wakil Presiden Moh. Hatta ke Yogyakarta pada tanggal 6 Juli 1949.
Sejak awal 1949, ada tiga kelompok
pimpinan RI yang ditunggu untuk kembali ke Yogyakarta. kelompok pertama adalah
Kelompok Bangka. Kedua adalah kelompok PDRI dibawah pimpinan Mr. Syafruddin
Prawiranegara. Kelompok ketiga adalah angkatan perang dibawah pimpinan Panglima
Besar Jenderal Sudirman.
7.
Konferensi Meja Bundar
Konferensi Meja Bundar atau Perjanjian
KMB merupakan merupakan sebuah pertemuan (konferensi) yang bertempat di Den
Haag, Belanda, dari 23 Agustus sampai 2 November 1949 antara perwakilan
Republik Indonesia, Belanda, dan BFO (Bijeenkomst voor Federaal Overleg), yang
mewakili beberapa negara yang diciptakan oleh Belanda di kepulauan Indonesia.
Tujuan Diadakannya Konferensi Meja
Bundar
·
Perjanjian
ini dilakukan untuk mengakhiri perselisihan antara Indonesia dan Belanda dengan
cara melaksanakan perjanjian-perjanjian yang sudah dibuat antara Republik
Indonesia dengan Belanda. Khususnya mengenai pembentukan Negara Indonesia
Serikat.
·
Dengan
tercapainya kesepakatan Meja Bundar, maka Indonesia telah diakui sebagai negara
yang berdaulat penuh oleh Belanda, walaupun tanpa Irian Barat.
Perwakilan
Indonesia Dalam Konferensi Meja Bundar
Pada
Konferensi Meja Bundar yang dilaksanakan di Denhaag Pada tanggal 23 Agustus
1949 sampai 2 November 1949, Indonesia diwakili oleh:
1.
Drs. Hatta (ketua)
2. Nir. Moh.
Roem
3. Prof Dr.
Mr. Supomo
4. Dr. J.
Leitnena
5. Mr. Ali
Sastroamicijojo
6. Ir.
Djuanda
7. Dr.
Sukiman
8. Mr. Suyono
Hadinoto
9. Dr.
Sumitro Djojohadikusumo
10. Mr. Abdul
Karim Pringgodigdo
11. Kolonel
T.B. Simatupang
12.
Mr. Muwardi
Perwakilan BFO ini dipimpin oleh
Sultan Hamid II dari Pontianak. Perwakilan Belanda dipimpin oleh Mr. van
Maarseveen dan UNCI diwakili Chritchley.
Isi Dari Konferensi Meja Bundar
·
Belanda
mengakui kedaulatan Republik Indonesia Serikat (RIS) sebagai sebuah negara yang
merdeka.
·
Status
Provinsi Irian Barat diselesaikan paling lama dalam waktu setahun, sesudah
pengakuan kedaulatan.
·
Dibentuknya
Uni Indonesia-Belanda untuk bekerja sama dengan status sukarela dan sederajat.
·
Republik
Indonesia Serikat akan mengembalikan hak milik Belanda dan memberikan hak-hak
konsesi serta izin baru untuk perusahaan-perusahaan Belanda.
·
Republik
indonesia Serikat harus membayar semua utang Belanda yang dari tahun 1942.
Sementara
itu, pada tanggal 29 Oktober 1949 dilakukan pengesahan dan tanda tangan bersama
piagam persetujuan Konstitusi Republik Indonesia Serikat antara Republik
Indonesia dan BFO.
Di
samping itu, hasil keputusan Konferensi Meja Bundar disampaikan kepada Komite
Nasional indonesia Pusat (KNIP). Selanjutnya, KNIP melakukan sidang dari
tanggal 6-14 Desember 1949 untuk membahas hasil dari KMB.
Pembahasan
hasil keputusan KMB oleh KNIP dilakukan dengan cara pemungutan suara dari para
peserta, hasil akhir yang dicapainya adalah 226 suara setuju, 62 suara menolak,
dan 31 suara meninggalkan ruang sidang.
Dengan
demikian, KNIP resmi menerima hasil KMB. Lalu pada tanggal 15 Desember 1949
diadakan pemilihan Presiden Republik Indonesia Serikat(RIS) dengan caIon
tunggal Ir. Soekarno yang akhirnya terpilih sebagai presiden.
Kemudian
Ir. Soekarno dilantik dan diambil sumpahnya pada tanggal 17 Desember 1949.
Kabinet RIS di bawah pimpinan Drs. Moh. Hatta.
Drs.
Moh. Hatta diangkat sebagai perdana menteri oleh Presiden Soekarno pada tanggal
20 Desember 1949. Setelahnya pada tanggal 23 Desember 1949 perwakilan RIS
berangkat ke negeri Belanda untuk menandatangani akta penyerahan kedaulatan.
Pada
tanggal 27 Desember 1949, pada kedua negara, Indonesia dan negeri Belanda
dilaksanakan upacara penandatanganan akta penyerahan kedaulatan.
Dampak Dari Konferensi Meja Bundar
Penyerahan
kedaulatan Indonesia yang dilakukan di negeri Belanda bertempat di ruangan
takhta Amsterdam.
Ratu
Juliana, Menteri Seberang Lautan A.M.J.A. Sasseu, Perdana Menteri Dr. Willem
Drees dan Drs. Moh. Hatta adalah tokoh yang terlibat dalam melakukan
penandatanganan akta penyerahan kedaulatan.
Pada
saat yang bersamaan di Jakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Wakil Tinggi
Mahkota Belanda, A.H.S. Lovink menandatangani naskah penyerahan kedaualatan
dalam suatu upacara di Istana Merdeka.
Penyerahan
kedaulatan itu berarti Belanda telah mengakui berdirinya Republik Indonesia
Serikat dan mengakui kekuasaan Indonesia di seluruh bekas wilayah jajahan
Hindia – Belanda secara formal kecuali Irian Barat. Irian barat diserahkan oleh
Belanda setahun kemudian.
Sebulan
kemudian, tepatnya pada tanggal 29 Januari 1950, Jenderal Besar Sudirman yang
telah banyak berjuang terutama pada perang gerilya ketika agresi militer
Belanda akhirnya wafat pada usia 34 tahun. Beliau merupakan panutan bagi para
anggota TNI.
Beberapa
masalah yang sulit dipecahkan dalam KMB terutama sebagai berikut.
a.
Soal Uni Indonesia-Belanda. Pihak Indonesia
menghendaki agar sifatnya hanya kerja sama yang bebas tanpa adanya organisasi
permanen. Sedangkan Belanda menghendaki kerja yang lebih luas dengan organisasi
permanen (mengikat).
b.
Soal utang. Pihak Indonesia hanya mengakui
utang-utang Hindia Belanda sampai menyerahnya Belanda kepada Jepang.
C.
Perjalanan Pemerintahan Indonesia setelah Merdeka
1.
Pembentukan Republik Indonesia Serikat
Isi
KMB diterima oleh KNIP melalui sidangnya pada tanggal 6 Desember 1949. Tanggal
14 Desember 1949 diadakan pertemuan di Jalan Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta.
Pertemuan ini dihadiri oleh wakil-wakil Pemerintah RI, pemerintah negara-negara
bagian, dan daerah untuk membahas Konstitusi RIS. Pertemuan ini menyetujui
naskah Undang-Undang Dasar yang akan menjadi Konstitusi RIS.
Dengan
diangkatnya Sukarno sebagai Presiden RIS, maka presiden RI menjadi kosong.
Untuk itu, maka ketua KNIP, Mr. Asaat ditunjuk sebagai pejabat Presiden RI.
Tanggal 27 Desember 1949 Mr. Asaat dilantik sebagai pemangku jabatan Presiden
RI sekaligus dilakukan acara serah terima jabatan dari Sukarno kepada Mr.
Asaat. Langkah ini diambil untuk mempertahankan kelangsungan negara RI. Apabila
sewaktu-waktu RIS bubar, maka RI akan tetap bertahan, karena memiliki kepala
negara.
2.
Penyerahan dan Pengakuan Kedaulatan
Pada
tanggal 27 Desember 1949, terjadilah penyerahan kedaulatan Belanda kepada
Indonesia yang dilakukan di Belanda dan di Indonesia. Di Negeri Belanda,
delegasi Indonesia dipimpin oleh Moh. Hatta sedangkan pihak Belanda hadir Ratu
Juliana, Perdana Menteri Willem Drees, dan Menteri Seberang Lautan Sasseu
bersama-sama menandatangani akte penyerahan kedaulatan di Ruang Tahta
Amsterdam. Di Indonesia dilakukan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Wakil
Tinggi Mahkota Belanda A.H.S. Lovink.
Walaupun
Belanda sendiri tidak mengakui Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17
Agustus 1945 dan hanya mengakui tanggal 27 Desember 1949, namun keberadaan
Negara Kesatuan Republik Indonesia itu tetap terhitung sejak Proklamasi
Kemerdekaan oleh bangsa Indoensia. Pada saat itu bangsa Indonesia tidak
menghadapi Belanda, melainkan menghadapi Jepang, karena sebelumnya Belanda
sudah kalah dan menyerah pada Jepang. Oleh karena itu, Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia mutlak atas usaha bangsa Indonesia sendiri.
3.
Kembali ke Negara Kesatuan
Setelah
RIS menerima pengakuan kedaulatan, segera muncul rasa tidak puas di kalangan
rakyat terutama negara-negara bagian di luar RI. Sejumlah 15 negara
bagian/daerah yang merupakan ciptaan Belanda, terasa berbau kolonial, sehingga
belum merdeka sepenuhnya.
Negara-negara bagian ciptaan Belanda
adalah sebagai berikut.
a. Negara Indonesia Timur (NIT) merupakan negara
bagian pertama ciptaan Belanda yang terbentuk pada tahun 1946.
b. Negara Sumatra Timur, terbentuk pada 25
Desember 1947 dan diresmikan pada tanggal 16 Februari 1948. Negara Sumatra
Selatan, terbentuk atas persetujuan Van Mook pada tanggal 30 Agustus 1948.
Daerahnya meliputi Palembang dan sekitarnya. Presidennya adalah Abdul Malik.
c. Negara Pasundan (Jawa Barat),.
d. Negara Jawa Timur, terbentuk pada tanggal 26
November 1948 melalui surat keputusan Gubernur Jenderal Belanda.
e. Negara Madura, terbentuk melalui suatu
plebesit dan disahkan oleh Van Mook pada tanggal 21 Januari 1948.
Perdana
Menteri RIS, Moh. Hatta mengadakan pertemuan dengan Sukawati (NIT) dan Mansur
(Sumatra Timur). Mereka sepakat untuk membetuk Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI). Sesuai dengan usul dari DPR Sumatra Timur, proses pembentukan
NKRI tidak melalui penggabungan dengan RI tetapi penggabungan dengan RIS.
Setelah itu diadakan konferensi yang
dihadiri oleh wakil-wakil RIS, termasuk dari Sumatra Timur dan NIT. Melalui
konferensi itu akhirnya pada tanggal 19 Mei 1950 tercapai persetujuan yang
dituangkan dalam Piagam Persetujuan.
Isi pentingnya adalah :
1. Kesediaan bersama untuk membentuk negara
kesatuan sebagai penjelmaan dari negara RI yang berdasarkan pada Proklamasi 17
Agustus 1945.
2. Penyempurnaan Konstitusi RIS, dengan
memasukkan bagian-bagian penting dari UUD RI tahun 1945. Untuk ini diserahkan
kepada panitia bersama untuk menyusun Rencana UUD Negara Kesatuan.
D.
Mengamalkan Nilai-nilai Kejuangan Masa Revolusi
1. Persatuan dan Kesatuan
2. Rela Berkorban dan Tanpa Pamrih
3. Cinta pada Tanah Air
4. Saling Pengertian dan saling
Menghargai
Labels:
ancaman sekutu dan belanda,
sejarah,
sejarah indonesia
Thanks for reading Materi Sejarah KD 8 Mempertahankan Kemerdekaan Ri Dari Ancaman Sekutu dan Belanda. Please share...!