Posted by
One_Esc on
Wednesday, January 22, 2020
A. Pengertian dan Komponen Budaya Politik
Peran dari budaya politik itu sendiri sebagai suatu
bikai dan keyakinan bersama tentang sistem politik untuk memengaruhi
proses-proses politik serta perspektif masyarakat tentang dunia politik. Nilai
tertinggi pada sebagian budaya politik terletak pada kebebasan individu, tetapi
terdapat pula budaya politik yang menempatkan nilai tertinggin pada solidaritas
masyarakat.
Komponen penting dalam sistem politik menurut Prof. M. Miriam Budiarj,
M.A. adalah budaya politik yang mencerminkan faktor subjektif. Sementara itu,
Gabriel Almond dan Sydney mengatakan bahwa terdapat lima dimensi penting budaya
politik, antara lain:
1.
Identitas nasional seseorang,
2. Sikap
terhadap diri sendiri sebagai perserta dalam kehidupan, politik,
3. Sikap
terhadap sesama warga negara,
4. Sikap
dan harapan mengenai kinerja pemerintah, dan
5.
Sikap dan pengetahuan tentang proses politik
pengambilan keputusan.
Budaya politik yang dianut oleh masyarakat
Indonesia pada umumnya bersifat dualitis
yang berkaitan dengan tiga hal, yaitu:
1.
Dualisme antara kebudayaan yang berfokus pada
perspektif harmonis.
2. Dualisme
antara budaya yang mengizinkan keleluasan dengan budaya yang mengutamakan
keterbatasan.
3. Dualisme
sebagai konsekuensi dari adanya infiltrasi nilai-nilai budaya Barat ke dalam
masyarakat Indonesia.
1.
Pengertian Budaya Politik
Secara harfiah kata budaya berasal dari bahasa Sansekerta yakni
budhayah atau bentuk jamak dari budhi yang berarti akal. Cicir dari budaya
antara ain dapat dipelajari, diwariskan dan diteruskan, hidup dalam masyarakat,
dikembangkan dan berubah, serta terintegrasi. Sementara itu, kata politik
berasal dari bahasa Yunani, yaitu polis, yang berarti negara atau kota.
Keberagaman definisi tersebut dapat dilihat sebagai berikut.
a)
G. A.
Almond dan S. Verba (1990)
menyatakan bahwa budaya politik merupakan orientasi dan sikap individu terhadap
sistem politik dan bagian-bagiannya, juga sikap individu terhadap peranannya
sendiri dalam system politik tersebut.
b) N. Marbun (2005) menulis bahwa budaya
politik adalah pandangan politik yang memengaruhi sikap, orientasi, dan pilihan
politik seseorang.
c) Larry Diamond (2003) menyebutkan bahwa
budaya politik adalah keyakinan, sikap, nilai, ide-ide, sentimen, dan evaluasi
masyarakat tentang sistem politik nasionalnya dan peran masing-masing individu
dalam sistem itu.
d) Prof. Dr. H. Rusadi Kantaprawira, S.H. mendefinisikan
budaya politik sebagai pola tingkah laku individu dan orientasi terhadap
kehidupan politik yang dihayati oleh para anggota suatu sistem politik.
e)
Austin
Ranney mengartikan budaya politik sebagai seperangkat pandangan-pandangan
tentang politik dan pemerintahan yang dipegang secara bersama-sama atau sebuah
pola orientasi-orientasi terhadap objek-objek politik.
2.
Komponen Budaya Politik
a.
Orienasi Warga Negara terhadap Sistem Politik
Almond
dan Verba (1990) mengklasifikasikan komponen budaya politik menjadi tiga bentuk
orientasi. Ketiga komponen tersebut antara lain sebagai berikut.
1)
Orientasi yang bersifat kognitif adalah komponen
yang meliputi pegetahuan/pemahaman dan keyakinan-keyakinan individu tentang
sistem politik dan atributnya.
2) Orientasi
yang bersifat afektif adalah kompnen yang menyangkut perasaan-perasaan atau
ikatan emosional yang dimiliki oleh individu terhadap sistem politik.
3) Orientasi
yang bersifat evaluative adalah komponen yang menyangkut kapasitas individu
dalam rangka memberikan penilaian terhadap sistem politik yang sedang berjalan
dan bagaimana peran individu di dalamnya.
b.
Objek Politik
Objek politik
merupakan sasaran dari orientasi warga maka terdapat tiga jenis objek politik
yang berkembang, diantaranya:
·
Objek politik umum
Berkaitan dengan
unsur politik secara menyeluruh.
·
Objek politik input
Objek politik
yang berperan dalam memberikan masukan terhadap proses politik yang termasuk
proses input dalam sistem politik adaah lembaga atau pranata politik.
·
Objek politk output
Merupakan hasil
proses politik yang termasuk dalam objek politik output adalah output dari
sistem politik.
3.
Tipe-Tipe Budaya Politik
1)
Tipe Budaya Politik yang Berkembang dalam
Masyarakat
Menurut Almond
dan Verba, terdapat tiga tipe budaya politik ang berkembang dalam suatu
masyarakat/bangsa, yaitu sebagai berikut.
a.
Budaya Politik Parokial (Parochial Political
Culture)
Budaya politik
parochial harid ketika warga tidak tahu mengenai pemerintah dan
kebijakan-kebijakan pemerintah, serta tidak melihat diri mereka terlibat dalam
proses politik (do not know and do not act). Budaya politi parochial ini
merupakan budaya politik saat partisipasi warga masyarakat terhadap politik
masih sangat rendah. Biasanya budaya politik parochial terjadi dalam wilayah
kecil atau sempit. Ciri budaya politik parochial antara lain:
a)
Rendahnya dukungan terhadap pemerintah.
b)
Adanya kedekatan warga dengan suku-suku mereka,
daerah, agama, atau kelompok etnis.
c)
Memandang keberhasilan dengan pesimitis sehingga
dukungan terhadap pemerintah rendah.
b .
Budaya Politik Subjek (Subject Political
Culture)
Budaya politik
subjek adalah budaya politik yang terjadi ketika warga negara telah memiliki pengetahuan
mengenai pemerintah beserta kebijakannya namun belum memiliki orientasi untuk
terlibat atau berpartisipasi secara aktif dalam proses politik. Cirri-ciri yang
terdapat dalam budaya politik subjek, antara lain:
a)
Adanya dukungan yang tinggi terhadap pemerintah.
b)
Terdapat lebih banyak kepercayaan terhadap
grup-grup lain dala masyarakat, dibandingkan pada budaya politik parochial.
c)
Para warga, tetap tidak melihat diri mereka
sendiri sebagai peserta aktif yang akan memengaruhi politik.
c.
Budaya Politik Partisipan (Participan Political
Culture)
Masyarakat telah
menyadari kehadiran pemerintahan, proses input politik, output dari pemerintah,
bahkan masyarakat telah berperan aktif dalam memberikan pandangannya terhadap
proses politik melalui organsasi kepentingan atau partai politik. Cirri-ciri
politik partisipan antara lain:
a.
Serupa dengan budaya politik subjek dalam hal
pengakuan dan penerimaan legitimasi pemerintah.
b.
Kebanyakan orang dalam masyarakat menerima
aturan yang sama untuk mendapatkan dan memindahkan kekuasaan (misalnya melalui
pemilu).
c.
Tingkat keyakinan warga bahwa tindakan mereka
berpengaruh dalam kebijakan politik sangat tinggi.
2)
Model Kebudayaan Politik
Almond dan Verba,
Mochtas Masoed dan Colin MacAndrews menyebutkan adanya tiga model kebudayaan
politik sebagai berikut.
a.
Masyarakat Demokratis Industrial
Pada
model ini terdiri dari aktivis politik dan kritiku politik. Hal tersebut dapat
dilihat dari jumlah masyarakat yang berbudaya politik partisipan mencapai
40-60% dari penduduk dewasa, terdiri dari para aktivis dan peminat politik yang
kritis mendiskusikan masalah-masalah kemasyarakatan dan pemerintahan. Smentara
itu, jumlah yang berbudaya politik subjek kurang lebih 30% sedangkan jumlah
yang berbudaya politik parochial sekitar 10%.
b.
Masyarakat dengan Sistem Politik Otoriter
Pada
model ini, seagian masyarakatnya berbudaya politim subjek yang pasif, tunduk
terhadap peraturan, tetapi tidak melibatkan diri dalam berbagai kegiatan
politik. Kelompok partisipan berasal dari mahasiswa, kaum intelektual,
pengusaha, dan tuan rumah. Kaum parokial terdiri dari para petani dan buruh
tani yang hidup dan bekerja di perkebunan-perkebunan.
c.
Masyaraat Demokratis Praindustrial
Dalam
model ini, sebagian bear warga negaranya menganut budaya politik parokial.
Mereka hidup di pedesaan dan tuna aksara. Pengetahuan dan keterlibatan mereka
dalam kehidupan politik sangan kecil. Jumlah kelompok partisipan sangat
sedikit, biasanya terdiri atas professional terpelajar, usahawan, dan tuan
rumah.
B. Budaya Politik Indonesia
1. Pandangan
Mengenai Budaya Politik Indonesia
a.
Menurut Nazarudin
Sjamsuddin, budaya politik di Indonesia tercermin dari Bhineka Tunggal Ika.
Hal ini karena dalam sbuah budaya politik, ciri utama yang menjadi identitas
adalah sesuatu nilai atau orientasi yang menonjol dan diakui oleh masyarakat
atau bangsa secara keseluruhan.
b.
Menurut Affan
Gaffar, sangat sulit untuk mengidentifikasi budaya politik Indonesia. Oleh
karena itu, salah satu hal yang dapat dilakukan adalah menggambarkan pola
budaya politik dominan. Budaya politik dominan ini berasal dari kelompok etnis
dominan, yakni etnis Jawa.
c.
Menurut Herbert
Feith, terdapat dua budaya politik dominan di Indonesia yaitu
aristokrasi-Jawa dan wiraswasta-Islam. Aristokrasi-Jawa merupakan budaya
politik mayoritas masyarakat Jawa. Warga dengan budaya politik wiraswasta-Islam
terpencar secara wilayah dan kelas sosial, termasuk para santri di awa Timur
dan Tengah dan anggota komunitas Islam.
2.
Ciri Dominan Budaya Politik Indonesia
Budaya
politik Indonesia saat ini adalah campuran dari parokial, subjek, dan partisipan.
Dari segi budaya politik partisipan, semua ciri-cirinya sudah terjadi di
Indonesia dan ciri-ciri budaya politik parokial juga ada yang memenuhi yaitu
seperti berlangsungnya pada masyarakat tradisional dan pada budaya politik
subjek ada yang memenuhi seperti warga ada yang menyadari sepenuhnya otoritas
pemerintah.
Affan Gaffar berpendapat bahwa budaya
politik Indonesia memiliki tiga ciri dominan yaitu sebagai berikut.
a.
Adanya Hierarki yang Kuat/Ketat
Penguasa
memandang dirinya sendiri serta rakyatnya. Penguasa cenderung melihat dirinya
sebagai guru/pamong dari rakyat. Sebaliknya, penguasa cenderung merendahkan
rakyatnya, memandang sepantasnya rakyat patuh dan taat kepada penguasa karena
penguasa pemurah dan pelindung.
b.
Adanya Kecenderungan Patronase (Perlindungan)
Salah satu budaya
politik yang menonjol di Indonesia adalah hubungan patronase. Sang patron
memiliki kekuasaan, kedudukan, jabatan, perlindungan, perhatan, bahka materi
(harta, uang, dan lainnya). Adapun klien memiliki tenaga, dukungan, dan kesetiaan.
c.
Adanya Kecenderungan Neo-patrimonialistik
Menurut Max
Weber, dalam negara yang petrimonialistik, penyelenggaraan pemerintah berada di
bawah control langsung pemimpin negara.
C. Sosialisasi Politik dalam Pengembangan
Budaya Politik
1. Pengertian
Sosialisasi Politik
a. Kenneth P. Langton menyatakan bahwa
sosialisasi politik adalah cara masyarakat meneruskan kebudayaan politiknya.
b. Gabriel
Almond menyatakan bahwa sosialisasi politik merajuk proses di mana sikap-sikap
politik dan pola-pola tingkah laku politik diperoleh atau dibentuk, sarana bagi
suatu generasi untuk menyampaikan patokan-patokan politik dan
keyakinan-keyakinan politik kepada generasi berikutnya.
c. Richard
E. Dawson menyatakan bahwa sosialisasi politik dapat dipandang sebagai suatu
pewarisan pengetahuan, nilai-nilai, dan pandangan-pandangan politik dari orang
tua, guru, dan sarana-sarana sosialisasi yang lainnya kepada warga negara baru
dan mereka yang menginjak dewasa.
d.
Ramlan Surbakti menyatakan bahwa sosialisasi
politik merupakan proses pembentukan sikap dan orientasi politik anggota
masyarakat.
Berdasarkan
berbagai pengertian mengenai sosialisasi politik di atas, kita dapat melihat
bahwa hakikatnya, sosialisasi politik adalah suatu proses untuk memasyrakatkan
nilai-nilai atau budaya politik ke dalam suatu masyarakat.
2.
Pembagian Sosialisasi Politik
Ramlan Surbakti (2010) membagi
sosialisasi politik dalam dua bagian berdasarkan metode penyampaian pesan yaitu
sebagai berikut.
a.
Pendidikan Politik
Pendidikan
politik merupakan proses dialogis diantara pemberi dan penerima pesan. Melalui
proses ini,para anggota masyarakat mengenal dan mempelajari nilai-nilai,
norma-norma, dan simbol-simbol politik negaranya dari berbagai pihak dalam
sistem.
b.
Indoktrinasi Politik
Indoktrinasi
politik merupakan proses sepihak ketika penguasa memobilisasi dan memanipulasi
warga masyarakat untuk menerima nilai, norma dan simbol yang dianggap penguasa
sebagai ideal dan baik.
3.
Lembaga Sarana atau Agen Sosialisasi Politik
a.
Keluarga
Pembentukan
nilai-nilai politik individu mulai terjadi di dalam keluarga. Di keluarga
ditanamkan juga kaidah-kaidah yang harus dipatuhi oleh anak serta nilai-nilai
dan keyakinan politik dari kedua orang tua. Selain itu, anak juga belajar
bersikap terhadap kekuasaan dan membuat keputusan bersama. Apabila diajarkan
berbagai kecakapan untuk melakukan interaksi politik, kelak anak dapat
menggunakan kecakapan tersebut untuk berpartisipasi aktif dalam sistem politik.
Sebaliknya, jika ditanamkan sikap kepatuhan yang kuat dan ketat, terdapat
kemungkinan anak akan takut mengambi inisiatif dalam kehidupan.
b.
Sekolah
Sekolah
member pengetauan kepada peserta didiknya mengenai dunia politik dan peran
mereka di dalamnya. Sekolah dapat menjadi tempat para peserta didik belajar
mengenai pemerintahan. Peserta didik juga dapat dilatih berorganisasi dan
memimpin.
c.
Kelompok Pergaulan
Dalam
kelompok pergaulan, setiap anggota mempunyai kedudukan relatif sama dan saling
memiliki ikatan erat. Seseorang dapat melalukan tindakan tertentu karena
temen-teman di dalam kelompoknya melakukan tindakan tersebut.
d.
Tempat Bekerja
Seseorang dapat
mengidentifikasi dirinya dengan kelompok tertentu dan menggunakan kelompok
acuan (reference) dalam kehidupan politik. Bagi para anggotanya, organisasi
juga dapat berfungsi sebagai penyuluh di bidang politik. Secara tidak langsung,
para anggota akan belajar tentang cara-cara hidup dalam suatu organisasi.
Pengetahuan itu akan bermanfaat dan berpengaruh ketika mereka terjun ke dunia
politik.
e.
Media Massa
Informasi
tentang berbagai peristiwa yang terjadi di dunia segera menjadi pengetahuan
umumdalam hitungan jam bahkan menit. Oleh karena itu, media massa baik surat
kabar, majalah, radio, televise, dan internet memegang peranan penting. Melalui
berbagai saran tersebut, masyarakat dapat memperoleh pengetahuan dan informasi
tentang politik secara cepat.
Labels:
budaya politik,
materi ppkn,
pkn
Thanks for reading Materi 7 PPKn : Budaya Politik. Please share...!