Posted by
One_Esc on
Monday, September 2, 2019
Manusia Purba
Peninggalan manusia purba untuk
sementara ini yang paling banyak ditemukan berada di Pulau Jawa. Meskipun di
daerah lain tentu juga ada, tetapi para peneliti belum berhasil menemukan
tinggalan tersebut atau masih sedikit yang berhasil ditemukan, misalnya di
Flores. Di bawah ini akan dipaparkan beberapa penemuan penting fosil manusia di
beberapa tempat.
1. Sangiran
Perjalanan kisah perkembangan
manusia di dunia tidak dapat kita lepaskan dari keberadaan bentangan luas
perbukitan tandus yang berada di perbatasan Kabupaten Sragen dan Kabupaten
Karanganyar. Lahan itu dikenal dengan nama Situs Sangiran.
Sangiran pertama kali ditemukan
oleh P.E.C. Schemulling tahun 1864,
dengan laporan penemuan fosil vertebrata dari Kalioso, bagian dari wilayah
Sangiran. Semenjak dilaporkan Schemulling situs itu seolah-olah terlupakan
dalam waktu yang lama. Eugene Dubois juga pernah datang ke Sangiran, akan
tetapi ia kurang tertarik dengan temuan-temuan di wilayah Sangiran. Pada 1934,
Gustav Heindrich Ralph von Koeningswald menemukan artefak litik di wilayah
Ngebung yang terletak sekitar dua km di barat laut kubah Sangiran.
Von Koeningswald
Artefak litik itulah yang
kemudian menjadi temuan penting bagi Situs Sangiran. Semenjak penemuan von Koeningswald, Situs Sangiran
menjadi sangat terkenal berkaitan dengan penemuan-penemuan fosil Homo
erectus secara sporadis dan berkesinambungan. Homo erectus adalah takson paling penting dalam sejarah manusia,
sebelum masuk pada tahapan manusia Homo sapiens, manusia modern.
2. Trinil, Ngawi, Jawa Timur
Eugene Dubois
Sebelum penemuannya di Trinil,
Eugene Dubois mengawali temuan Pithecantropus erectus di Desa Kedungbrubus,
sebuah desa terpencil di daerah Pilangkenceng, Madiun, Jawa Timur.
Ekskavasi yang dilakukan oleh
Eugene Dubois di Trinil telah membawa penemuan sisa-sisa manusia purba yang
sangat berharga bagi dunia pengetahuan. Penggalian Dubois dilakukan pada
endapan alluvial Bengawan Solo. Dari lapisan ini ditemukan atap tengkorak
Pithecanthropus erectus, dan beberapa buah tulang paha (utuh dan fragmen) yang
menunjukkan pemiliknya telah berjalan tegak.
Selain tempat-tempat di atas,
peninggalan manusia purba tipe ini juga ditemukan di Perning, Mojokerto, Jawa
Timur; Ngandong, Blora, Jawa Tengah; dan Sambungmacan, Sragen, Jawa Tengah.
Berdasarkan beberapa penelitian
yang dilakukan oleh para ahli, dapatlah direkonstruksi beberapa jenis manusia
purba yang pernah hidup di zaman pra-aksara.
1. Jenis Meganthropus
Jenis manusia purba ini terutama
berdasarkan penelitian von Koeningswald di Sangiran tahun 1936 dan 1941 yang
menemukan fosil rahang manusia yang berukuran besar. Dari hasil rekonstruksi
ini kemudian para ahli menamakan jenis manusia ini dengan sebutan Meganthropus paleojavanicus, artinya
manusia raksasa dari Jawa. Jenis manusia purba ini memiliki ciri rahang
yang kuat dan badannya tegap. Diperkirakan makanan jenis manusia ini adalah
tumbuhtumbuhan. Masa hidupnya diperkirakan pada zaman Pleistosen Awal.
2. Jenis Pithecanthropus
Jenis manusia ini didasarkan pada
penelitian Eugene Dubois tahun 1890 di dekat Trinil, sebuah desa di pinggiran
Bengawan Solo, di wilayah Ngawi. Setelah direkonstruksi terbentuk kerangka
manusia, tetapi masih terlihat tanda-tanda kera. Oleh karena itu jenis ini dinamakan Pithecanthropus
erectus, artinya manusia kera yang berjalan tegak. Jenis ini juga ditemukan di
Mojokerto, sehingga disebut Pithecanthropus mojokertensis. Jenis manusia purba
yang juga terkenal sebagai rumpun Homo erectus ini paling banyak ditemukan di
Indonesia. Diperkirakan jenis manusia purba ini hidup dan berkembang sekitar
zaman Pleistosen Tengah.
3. Jenis Homo
Fosil jenis Homo ini pertama
diteliti oleh von Reitschoten di Wajak. Penelitian dilanjutkan oleh Eugene
Dubois bersama kawan-kawan dan menyimpulkan sebagai jenis Homo. Ciri-ciri jenis
manusia Homo ini muka lebar, hidung dan mulutnya menonjol. Dahi juga masih
menonjol, sekalipun tidak semenonjol jenis Pithecanthropus. Bentuk fisiknya
tidak jauh berbeda dengan manusia sekarang. Hidup dan perkembangan jenis
manusia ini sekitar 40.000 – 25.000 tahun yang lalu. Tempat-tempat
penyebarannya tidak hanya di Kepulauan Indonesia tetapi juga di Filipina dan
Cina Selatan.
Homo sapiens artinya ‘manusia
sempurna’ baik dari segi fisik, volume otak maupun postur badannya yang secara
umum tidak jauh berbeda dengan manusia modern. Kadang-kadang Homo sapiens juga
diartikan dengan ‘manusia bijak’ karena telah lebih maju dalam berpikir dan
menyiasati tantangan alam. Bagaimanakah mereka muncul ke bumi pertama kali dan
kemudian menyebar dengan cepat ke berbagai penjuru dunia hingga saat ini? Para
ahli paleoanthropologi dapat melukiskan perbedaan morfologis antara Homo
sapiens dengan pendahulunya, Homo erectus. Rangka Homo sapiens kurang kekar
posturnya dibandingkan Homo erectus. Salah satu alasannya karena tulang
belulangnya tidak setebal dan sekompak Homo erectus.
Beberapa spesimen (penggolongan)
manusia Homo sapiens dapat dikelompokkan sebagai berikut :
a. Manusia Wajak
Manusia Wajak (Homo wajakensis)
merupakan satu-satunya temuan di Indonesia yang untuk sementara dapat
disejajarkan perkembangannya dengan manusia modern awal dari akhir Kala
Pleistosen. Pada tahun 1889, manusia Wajak ditemukan oleh B.D. van Rietschoten
di sebuah ceruk di lereng pegunungan karst di barat laut Campurdarat, dekat
Tulungagung, Jawa Timur. Sartono Kartodirjo (dkk) menguraikan tentang temuan
itu, berupa tengkorak, termasuk fragmen rahang bawah, dan beberapa buah ruas
leher. Temuan Wajak itu adalah Homo sapiens.
b. Manusia Liang Bua
Sisa-sisa manusia ditemukan di
sebuah gua Liang Bua oleh tim peneliti gabungan Indonesia dan Australia. Sebuah
gua permukiman prasejarah di Flores. Liang Bua bila diartikan secara harfiah
merupakan sebuah gua yang dingin. Sebuah gua yang sangat lebar dan tinggi
dengan permukaan tanah yang datar, merupakan tempat bermukim yang nyaman bagi
manusia pada masa pra-aksara.
Manusia Liang Bua ditemukan oleh
Peter Brown dan Mike J. Morwood pada bulan September 2003 lalu. Temuan itu
dianggap sebagai penemuan spesies baru yang kemudian diberi nama Homo floresiensis,
sesuai dengan tempat ditemukannya fosil Manusia Liang Bua.
Volume otak Manusia Liang Bua 380
cc. Kapasitas kranial tersebut berada jauh di bawah Homo erectus (1.000 cc),
manusia modern Homo sapiens (1.400 cc), dan bahkan berada di bawah volume otak
simpanse (450 cc).
Teori Evolusi
Penemuan fosil-fosil
Pithecanthropus oleh Dubois dihubungkan dengan teori evolusi manusia yang
dituliskan oleh Charles Darwin. Harry Widiyanto menuliskan perdebatan itu
seperti berikut. Pemenuan fosil Pithecanthropus oleh Dubois yang dipublikasikan
pada tahun 1894 dalam berbagai majalah ilmiah melahirkan perdebatan. Dalam
publikasinya itu Dubois menyatakan bahwa, menurut teori evolusi Darwin,
Pithecanthropus erectus adalah peralihan kera ke manusia.
Kera merupakan moyang
manusia. Pernyatakan Dubois itu kemudian menjadi perdebatan, apakah benar atap
tengkorak dengan volume kecil, gigi-gigi berukuran besar, dan tulang paha yang
berciri modern itu berasal dari satu individu? Sementara orang menduga bahwa
tengkorak tersebut merupakan tengkorak seekor gibon, gigi-gigi merupakan milik
Pongo dan tulang pahanya milik manusia modern? Lima puluh tahun kemudian
terbukti bahwa gigi-gigi tersebut memang berasal dari gigi Pongo Sp.,
berdasarkan ciri-cirinya yang berukuran besar, akar gigi yang kuat dan terbuka,
dentikulasi yang tidak individual, dan permukaan occulsal yang sangat
berkerut-kerut.
Hewan Gibon Hewan Pongo
Labels:
materi masa purbakala,
sejarah
Thanks for reading Materi 2b : Manusia Purba. Please share...!