Posted by
One_Esc on
Monday, September 2, 2019
kehidupan masyarakat manusia purba
1.
Pola Hunian
tentang pola hunian manusia purba
yang memperlihatkan dua karakter khas hunian purba yaitu, (1) kedekatan dengan
sumber air (pinggir sungai) dan (2) kehidupan di alam terbuka (gua).
Pola hunian itu dapat dilihat
dari letak geografis situs-situs serta kondisi lingkungannya.
Beberapa contoh yang menunjukkan
pola hunian seperti itu adalah situs-situs purba di sepanjang aliran Bengawan
Solo (Sangiran, Sambungmacan, Trinil, Ngawi, dan Ngandong) merupakan contoh-contoh
dari adanya kecenderungan manusia purba menghuni lingkungan di pinggir sungai.
Kondisi itu dapat dipahami mengingat keberadaan air memberikan beragam manfaat.
Air merupakan kebutuhan pokok
bagi manusia. Air juga diperlukan oleh tumbuhan maupun binatang. Keberadaan air
pada suatu lingkungan mengundang hadirnya berbagai binatang untuk hidup di
sekitarnya. Begitu pula dengan tumbuh-tumbuhan, air memberikan kesuburan bagi
tanaman. Keberadaan air juga dimanfaatkan manusia sebagai sarana penghubung
dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Melalui sungai, manusia dapat melakukan
mobilitas dari satu tempat ke tempat yang lainnya.
2. Dari Berburu-Meramu sampai
Bercocok Tanam
Sering kali kita mendengar
aktivitas pembukaan lahan di beberapa daerah di Indonesia. Hal ini bertujuan
untuk membuka lahan baru untuk pertanian, perumahan atau untuk kegiatan
industry dalam rangka meningkatkan kesejahteraan hidup. Sebenarnya nenek moyang
kita juga sudah melakukan hal serupa. Pola hidup berpindah-pindah dan melakukan
aktivitas bercocok tanam demi kelangsungan hidup mereka.
Mencermati hasil penelitian baik
yang berwujud fosil maupun artefak lainnya, diperkirakan manusia zaman
pra-aksara mula-mula hidup dengan cara berburu dan meramu. Hidup mereka umumnya
masih tergantung pada alam. Untuk mempertahankan hidupnya mereka menerapkan
pola hidup nomaden atau berpindah-pindah tergantung dari bahan makanan yang
tersedia. Alat-alat yang digunakan terbuat dari batu yang masih sederhana.
Masa manusia purba berburu dan
meramu itu sering disebut dengan masa food gathering. Mereka hanya mengumpulkan
dan menyeleksi makanan karena belum dapat mengusahakan jenis tanaman untuk
dijadikan bahan makanan.
Peralihan Zaman Mesolitikum ke
Neolitikum menandakan adanya revolusi kebudayaan dari food gathering menuju
food producing dengan Homo sapien sebagai pendukungnya. Mereka tidak hanya
mengumpulkan makanan tetapi mencoba memproduksi makanan dengan menanam.
Kegiatan bercocok tanam dilakukan ketika mereka sudah mulai bertempat tinggal,
walaupun masih bersifat sementara. Mereka melihat biji-bijian sisa makanan yang
tumbuh di tanah setelah tersiram air hujan.
3. Sistem Kepercayaan
Batu-batu besar ini menjadi
lambang perlindungan bagi manusia yang berbudi luhur juga memberi peringatan
bahwa kebaikan kehidupan di akhirat hanya akan dapat dicapai sesuai dengan
perbuatan baik selama hidup di dunia. Hal ini sangat tergantung pada kegiatan
upacara kematian yang pernah dilakukan untuk menghormati leluhurnya. Oleh
karena itu, upacara kematian merupakan manifestasi dari rasa bakti dan hormat
seseorang terhadap leluhurnya yang telah meninggal. Sistem kepercayaan
masyarakat pra-aksara yang demikian itu telah melahirkan tradisi megalitik
(zaman megalitikum = zaman batu besar). Mereka mendirikan bangunan batu-batu besar
seperti menhir, dolmen, punden berundak, dan sarkofagus. Pada zaman praaksara,
seorang dapat dilihat kedudukan sosialnya dari cara penguburannya.
Sistem kepercayaan dan tradisi
batu besar seperti dijelaskan di atas, telah mendorong berkembangnya kepercayaan
animisme. Kepercayaan animisme merupakan sebuah sistem kepercayaan yang memuja
roh nenek moyang.
Di samping animisme, muncul juga kepercayaan dinamisme. Menurut kepercayaan dinamisme ada benda-benda tertentu yang diyakini memiliki kekuatan gaib, sehingga benda itu sangat dihormati dan dikeramatkan.
Di samping animisme, muncul juga kepercayaan dinamisme. Menurut kepercayaan dinamisme ada benda-benda tertentu yang diyakini memiliki kekuatan gaib, sehingga benda itu sangat dihormati dan dikeramatkan.
Seiring dengan perkembangan
pelayaran, masyarakat zaman pra-aksara akhir juga mulai mengenal sedekah laut.
Sudah barang tentu kegiatan upacara ini lebih banyak dikembangkan di kalangan
para nelayan. Bentuknya mungkin semacam selamatan apabila ingin berlayar jauh,
atau mungkin saat memulai pembuatan perahu. Sistem kepercayaan nenek moyang
kita ini sampai sekarang masih dapat kita temui dibeberapa daerah.
Labels:
materi masa purbakala,
sejarah
Thanks for reading Materi 2d : Corak kehidupan Masyarakat Masa Pra-aksara. Please share...!