Posted by
One_Esc on
Sunday, November 17, 2019
POLITIK ETIS DAN DAMPAKNYA
Pada awal abad ke-20 di Indonesia
terjadi perubahan yang sangat besar, yakni munculnya Politik Etis. Politik Etis
juga tidak bisa dilepaskan dari adanya Tanam Paksa (Cultur Stelsel) yang
diberlakukan oleh Van Den Bosch dilanjutakan dengan adanya Politik Pintu
Terbuka. Politik Etis juga muncul akibat adanya kemenangan kaum liberal atas
kaum konservatif di parlemen Belanda. Politik
Etis adalah suatu pemikiran yang menyatakan bahwa pemerintah kolonial memegang
tanggung jawab moral bagi kesejahteraan pribumi. Pemikiran ini merupakan
kritik terhadap politik tanam paksa. Munculnya
kaum Etis yang dipelopori oleh Pieter Brooshooft (wartawan Koran De Locomotief) dan C.Th. van Deventer
(politikus) ternyata membuka mata pemerintah kolonial untuk lebih memperhatikan
nasib para pribumi yang terbelakang.
Pada 17 September 1901, Ratu
Wilhelmina yang baru naik tahta menegaskan dalam pidato pembukaan Parlemen
Belanda, bahwa pemerintah Belanda mempunyai panggilan moral dan hutang budi
(een eerschuld) terhadap bangsa pribumi di Hindia Belanda. Ratu Wilhelmina
menuangkan panggilan moral tersebut ke dalam kebijakan politik etis yakni
program Trias Van
Isi Politik Etis
Pencetus politik Etis adalah Van Deventer. Isi dari politik Etis terkenal dengan
istilah Trilogi Van deventer atau Trias Van deventer. Pada tahun 1889 Van
Deventer memperjuangkan nasib bangsa Indonesia dengan menulis karangan dalam
majalah De Gids yang berjudul Eeu Eereschuld (Hutang Budi). Van Deventer
menjelaskan bahwa Belanda telah berhutang budi kepada rakyat Indonesia. Hutang
budi itu harus dikembalikan dengan memperbaiki nasib rakyat, mencerdaskan dan
memakmurkan.
Isi politik etis yaitu :
1. Irigasi (pengairan), membangun dan memperbaiki
pengairan-pengairan dan bendungan untuk keperluan pertanian. Sarana
vital bagi pertanian adalah pengairan dan oleh pihak pemerintah telah dibangun
sejak 1885. Bangunan-bangunan irigasi Berantas dan Demak seluas 96.000 bau,
pada 1902 menjadi 173.000 bau. Dengan irigasi tanah pertanian akan menjadi
subur dan produksinya bertambah.
2. Emigrasi yakni mengajak penduduk untuk bertransmigrasi. Dengan
transmigrasi tanah-tanah di luar Jawa yang belum diolah menjadi lahan
perkebunan, akan dapat diolah untuk menambah penghasilan. Selain itu juga untuk
mengurangi kepadatan penduduk Jawa. Pada 1865 jumlah penduduk Jawa dan Madura
14 juta. Pada 1900 telah berubah menjadi dua kali lipat. Pada awal abad ke-19
terjadi migrasi penduduk dari Jawa Tengah ke Jawa Timur sehubungan dengan
adanya perluasan perkebunan tebu dan tembakau, migrasi penduduk dari Jawa ke
Sumatra Utara karena adanya permintaan besar akan tenaga kerja perkebunan di
Sumatra Utara, terutama ke Deli, sedangkan ke Lampung mempunyai tujuan untuk
menetap. Selain kebeberapa daerah yang ada di Indonesia, penduduk Indonesia
juga dikirim keluar negeri salah satu tujuannya adalah di Suriname
3. Edukasi yakni memperluas dalam bidang pengajaran dan
pendidikan. Sarana vital bagi pertanian adalah pengairan dan oleh pihak
pemerintah telah dibangun sejak 1885. Bangunan-bangunan irigasi Berantas dan
Demak seluas 96.000 bau, pada 1902 menjadi 173.000 bau. Dengan irigasi tanah
pertanian akan menjadi subur dan produksinya bertambah.
Pengaruh politik etis dalam bidang
pengajaran dan pendidikan sangat berperan dalam pengembangan dan perluasan
dunia pendidikan dan pengajaran di Hindia Belanda. Salah seorang dari kelompok
etis yang sangat berjasa dalam bidang ini adalah Mr. J.H. Abendanon
(1852-1925), seorang Menteri Kebudayaan, Agama, dan Kerajinan selama lima tahun
(1900-1905). Sejak tahun 1900 inilah
berdiri sekolah-sekolah, baik untuk kaum priyayi maupun rakyat biasa yang
hampir merata di daerah-daerah. Politik Etis memunculkan golongan
cendikiawan/terpelajar yang nantinya menjadi pelopor Pergerakan Nasional
Indonesia.
Pendukung Politik Etis
Pendukung Politik Etis usulan Van Deventer adalah sebagai berikut :
1.
P.
Brooshoof, redaktur surat kabar De Lokomotif, yang pada tahun 1901
menulis buku berjudul De Ethische Koers In de Koloniale Politiek (Tujuan Ethis
dalam Politik Kolonial).
2.
F. Holle, banyak
membantu kaum tani.
3.
Van Vollen
Hoven, banyak memperdalam hukum adat pada beberapa suku bangsa di
Indonesia.
4.
Abendanon, banyak
memikirkan soal pendidikan penduduk pribumi.
5.
Leivegoed, seorang
jurnalis yang banyak menulis tentang rakyat Indonesia.
6.
Van Kol, banyak
menulis tentang keadaan pemerintahan Hindia Belanda.
7.
Douwes
Dekker (Multatuli), dalam bukunya yang berjudul Max Havelaar berisi
kritikan terhadap pelaksanaan tanam paksa di Lebak, Banten.
Penyimpangan Politik Etis
Pada dasarnya kebijakan-kebijakan
yang diajukan oleh van Deventer tersebut baik. Akan tetapi dalam pelaksanaannya
terjadi penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh para pegawai Belanda.
Berikut ini penyimpangan penyimpangan yang terjadi pada penerapan politik Etis
yaitu
1.
Irigasi.
Irigasi atau pengairan hanya ditujukan kepada tanah-tanah yang subur untuk
perkebunan swasta Belanda. Sedangkan milik rakyat tidak dialiri air dari
irigasi.
2. Edukasi. Pemerintah Belanda membangun sekolah-sekolah.
Pendidikan ditujukan untuk mendapatkan tenaga administrasi yang cakap dan
murah. Pendidikan yang dibuka untuk seluruh rakyat, hanya diperuntukkan kepada
anak-anak pegawai negeri dan orang-orang yang mampu. Terjadi diskriminasi pendidikan yaitu pengajaran di sekolah kelas I
untuk anak-anak pegawai negeri dan orang-orang yang berharta, dan di sekolah
kelas II kepada anak-anak pribumi dan pada umumnya.
3. Migrasi. Migrasi ke daerah luar Jawa hanya ditujukan
ke daerah-daerah yang dikembangkan perkebunan-perkebunan milik Belanda. Hal ini
karena adanya permintaan yang besar akan tenaga kerja di daerah-daerah
perkebunan seperti perkebunan di Sumatera Utara, khususnya di Deli, Suriname,
dan lain-lain. Mereka dijadikan kuli kontrak. Migrasi ke Lampung mempunyai
tujuan menetap. Karena migrasi ditujukan untuk memenuhi kebutuhan akan tenaga
kerja, maka tidak jarang banyak yang melarikan diri. Untuk mencegah agar
pekerja tidak melarikan diri, pemerintah Belanda mengeluarkan Poenale Sanctie,
yaitu peraturan yang menetapkan bahwa pekerja yang melarikan diri akan dicari
dan ditangkap polisi, kemudian dikembalikan kepada mandor/pengawasnya.
Dari ketiga penyimpangan ini, terjadi karena lebih banyak untuk
kepentingan pemerintahan Belanda.
Dampak yang di timbulkan oleh
Politik Etis tentunya ada yang negatif dan positif namun yang perlu kita
ketahui adalah bahwa hampir semua program dan tujuan awal dari Politik Etis
banyak yang tak terlaksana dan mendapat hambatan. Namun satu program yang
berdampak positif dengan sifat jangka panjang bagi bangsa Indonesia adalah
bidang pendidikan yang akan mendatangkan golongan terpelajar dan terdidik yang
dikemudian hari akan membuat pemerintahan Belanda menjadi terancam dengan
munculnya Budi Utomo, Sarikat Islam dan berdirinya Volksraad. Adapun dampak-dampak
yang terlihat nyata adalah dalam tiga bidang :
1. Politik :
Desentralisasi kekuasaan atau otonomi bagi bangsa Indonesia, namun tetap saja
terdapat masalah yaitu golongan penguasa tetap kuat dalam arti intervensi,
karena perusahaan-perusahaan Belanda kalah saing dengan Jepang dan Amerika
menjadikan sentralisasi berusaha diterapkan kembali. (Kartodirjo, Sartono 1990
: 56)
2. Sosial : Lahirya golongan terpelajar, peningkatan
jumlah melek huruf, perkembangan bidang pendidikan adalah dampak positifnya namun
dampak negatifnya adalah kesenjangan antara golongan bangsawan dan bawah
semakin terlihat jelas karena bangsawan kelas atas dapat berseolah dengan baik
dan langsung di pekerjakan di perusahaan-perusahaan Belanda.
3. Ekonomi :
lahirnya sistem Kapitalisme modern, politk liberal dan pasar bebas yang
menjadikan persaingan dan modal menjadi indikator utama dalam perdagangan.
Sehingga yang lemah akan kalah dan tersingkirkan. Selain itu juga muculnya dan
berkembangnya perusahaan-perusahaan swasta dan asing di Indonesia seperti
Shell.
4. Infrastruktur : Pembangunan infrastruktur seperti
pembangunan rel kereta api yang memperlancar perpindahan barang dan manusia. Pembangunan
infratruktur pertanian dalam hal ini bendungan yang nantinya bermanfaat bagi
pengairan.
5.
Pendidikan : Berdirinya sekolah-sekolah antara lain,
Hollandsch Indlandsche School(HIS) setingkat SD untuk kelas atas dan yang untuk
kelas bawah dibentuk sekolah kelas dua, Meer Uitgebreid Lagare Onderwijs (MULO)
setingkat SMP, Algemeene Middlebare School (AMS) setingkat SMU, Kweek School
(Sekolah Guru) untuk kaum bumi putra dan Technical Hoges School (Sekolah Tinggi
Teknik), School Tot Opleiding Van
Indische Artsen (STOVIA) sekolah kedokteran. Adanya berbagai sekolah
mengakibatkan munculnya kaum terpelajar atau cendikiawan yang nantinya menjadi pelopor Pergerakan Nasional seperti contoh
Soetomo mahasiswa STOVIA mendirikan organisasi Budi Utomo.
Dari berbagai sumber
Labels:
politik etis,
sejarah
Thanks for reading Materi 6 Sejarah 6a POLITIK ETIS DAN DAMPAKNYA. Please share...!