Posted by
One_Esc on
Sunday, November 17, 2019
ORGANISASI-ORGANISASI
AWAL PERGERAKAN
1. Budi Utomo
Organisasi Budi Utomo (BU) didirikan pada tanggal 20 Mei 1908 oleh para
mahasiswa STOVIA di Batavia dengan Sutomo sebagai ketuanya. Terbentuknya organisasi
tersebut atas ide dr. Wahidin Sudirohusodo yang sebelumnya telah berkeliling
Jawa untuk menawarkan idenya membentuk Studiefounds.
Gagasan Studiesfounds bertujuan
untuk menghimpun dana guna memberikan beasiswa bagi pelajar yang berprestasi,
namun tidak mampu melanjutnya studinya. Gagasan itu tidak terwujud, tetapi
gagasan itu melahirkan Budi Utomo.
Tujuan Budi Utomo adalah memajukan
pengajaran dan kebudayaan, tujuan tersebut ingin dicapai dengan usaha-usaha
sebagai berikut:
1)
memajukan
pengajaran;
2)
memajukan
pertanian, peternakan dan perdagangan;
3)
memajukan
teknik dan industri
4)
menghidupkan
kembali kebudayaan.
Untuk mengonsolidasi diri (dengan
dihadiri 7 cabangnya), Budi Utomo mengadakan kongres yang pertama di Yogyakarta
pada tanggal 3-5 Oktober 1908. Kongres memutuskan hal-hal sebagai berikut.
1)
Budi Utomo tidak ikut dalam mengadakan kegiatan
politik.
2)
Kegiatan Budi Utomo terutama ditujukan pada
bidang pendidikan dan kebudayaan.
3)
Ruang gerak Budi Utomo terbatas pada daerah Jawa
dan Madura.
4)
Memilih R.T. Tirtokusumo, Bupati Karanganyar
sebagai ketua.
5)
Yogyakarta ditetapkan sebagai pusat organisasi.
Sampai dengan akhir tahun 1909,
telah berdiri 40 cabang Budi Utomo dengan jumlah anggota mencapai 10.000 orang.
Akan tetapi, dengan adanya kongres tersebut tampaknya terjadi pergeseran
pimpinan dari generasi muda ke generasi tua. Banyak anggota muda yang
menyingkir dari barisan depan, dan anggota Budi Utomo kebanyakan dari golongan
priayi dan pegawai negeri. Dengan demikian, sifat protonasionalisme dari para
pemimpin yang tampak pada awal berdirinya Budi Utomo terdesak ke belakang.
Strategi perjuangan Budi Utomo pada dasarnya bersifat kooperatif.
Mulai tahun 1912 dengan tampilnya
Notodirjo sebagai ketua menggantikan R.T. Notokusumo, Budi Utomo ingin mengejar
ketinggalannya. Akan tetapi, hasilnya tidak begitu besar karena pada saat itu
telah muncul organisasi-organisasi nasional lainnya, seperti Sarekat Islam (SI)
dan Indiche Partij (IP).
Namun demikian, Budi Utomo tetap
mempunyai andil dan jasa yang besar dalam sejarah pergerakan nasional, yakni
telah membuka jalan dan memelopori gerakan kebangsaan Indonesia. Itulah
sebabnya tanggal 20 Mei ditetapkan
sebagai hari Kebangkitan Nasional yang kita peringati setiap tahun hingga
sekarang.
2. Sarekat Islam (SI)
Tiga tahun setelah berdirinya
Budi Utomo, yakni tahun 1911 berdirilah
Sarekat Dagang Islam ( SDI ) di Solo oleh H. Samanhudi, seorang pedagang batik
dari Laweyan Solo.
Organisasi Sarekat Dagang Islam
berdasar pada dua hal berikut ini :
a. Agama Islam.
b. Ekonomi, yakni untuk memperkuat diri dari
pedagang Cina yang berperan sebagai leveransir (seperti kain putih, malam, dan
sebagainya).
Atas prakarsa H.O.S.
Cokroaminoto, nama Sarekat Dagang Islam kemudian diubah menjadi Sarekat Islam (
SI ), dengan tujuan untuk memperluas anggota sehingga tidak hanya terbatas pada
pedagang saja.
Berdasarkan Akte Notaris pada tanggal 10 September 1912, ditetapkan
tujuan Sarekat Islam sebagai berikut:
1)
memajukan perdagangan;
2)
membantu para anggotanya yang mengalami
kesulitan dalam bidang usaha (permodalan);
3)
memajukan kepentingan rohani dan jasmani
penduduk asli;
4)
memajukan kehidupan agama Islam.
Melihat tujuannya tidak tampak
adanya kegiatan politik. Akan tetapi, Sarekat Islam dengan gigih selalu
memperjuangkan keadilan dan kebenaran terhadap penindasan dan pemerasan oleh
pemerintah kolonial. Dengan demikian, di samping tujuan ekonomi juga ditekankan
adanya saling membantu di antara anggota. Itulah sebabnya dalam waktu singkat,
Sarekat Islam berkembang menjadi anggota massa yang pertama di Indonesia.
Sarekat Islam merupakan gerakan nasionalis, demokratis dan ekonomis, serta
berasaskan Islam dengan haluan kooperatif.
Sifat Sarekat Islam yang
demokratis dan berani serta berjuang terhadap kapitalisme untuk kepentingan
rakyat kecil sangat menarik perhatian kaum sosialis kiri yang tergabung dalam
Indische Social Democratische Vereeniging (ISDV) pimpinan Sneevliet (Belanda),
Semaun, Darsono, Tan Malaka, dan Alimin (Indonesia).
Itulah sebabnya dalam perkembangannya Sarekat Islam pecah
menjadi dua kelompok berikut ini.
1)
Kelompok
nasionalis religius ( nasionalis keagamaan) yang dikenal dengan Sarekat
Islam Putih dengan asas perjuangan Islam di bawah pimpinan H.O.S. Cokroaminoto.
2)
Kelompok
ekonomi dogmatis yang dikenal dengan nama Sarekat Islam Merah dengan haluan
sosialis kiri di bawah pimpinan Semaun dan Darsono.
3. Indische Partij (IP)
Indische Partij (IP) didirikan di Bandung pada tanggal 25 Desember 1912
oleh Tiga Serangkai, yakni E.F.E Douwes Dekker (Dr. Danudirjo Setiabudhi), dr.
Cipto Mangunkusumo, dan Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara).
Organisasi ini mempunyai cita-cita untuk menyatukan semua golongan
yang ada di Indonesia, baik golongan Indonesia asli maupun golongan Indo, Cina,
Arab, dan sebagainya. Mereka akan dipadukan dalam kesatuan bangsa dengan
membutuhkan semangat nasionalisme Indonesia. Cita-cita Indische Partij banyak
disebar-luaskan melalui surat kabar De Expres.
Di samping itu juga disusun program kerja sebagai berikut :
1)
meresapkan cita-cita nasional Hindia (Indonesia).
2)
memberantas kesombongan sosial dalam pergaulan,
baik di bidang pemerintahan, maupun kemasyarakatan.
3)
memberantas usaha-usaha yang membangkitkan
kebencian antara agama yang satu dengan yang lain.
4)
memperbesar pengaruh pro-Hindia di lapangan
pemerintahan.
5)
berusaha untuk mendapatkan persamaan hak bagi
semua orang Hindia.
6)
dalam hal pengajaran, kegunaannya harus
ditujukan untuk kepentingan ekonomi Hindia dan memperkuat mereka yang
ekonominya lemah.
Melihat tujuan dan cara-cara
mencapai tujuan seperti tersebut di atas maka dapat diketahui bahwa Indische
Partij berdiri di atas nasionalisme yang luas menuju Indonesia merdeka. Dengan
demikian, dapat dikatakan bahwa Indische Partij merupakan partai politik
pertama di Indonesia dengan haluan kooperasi. Dalam waktu yang singkat telah
mempunyai 30 cabang dengan anggota lebih kurang 7.000 orang yang kebanyakan
orang Indo.
Satu hal yang sangat menusuk
perasaan pemerintah Hindia Belanda adalah tulisan Suwardi Suryaningrat yang
berjudul Als ik een Nederlander was (seandainya saya seorang Belanda) yang
isinya berupa sindiran terhadap ketidakadilan di daerah jajahan. Oleh karena
kegiatannya sangat mencemaskan pemerintah Belanda maka pada bulan Agustus 1913
ketiga pemimpin Indische Partij dijatuhi hukuman pengasingan dan mereka memilih
Negeri Belanda sebagai tempat pengasingannya.
Dengan diasingkannya ketiga
pemimpin Indische Partij maka kegiatan Indische Partij makin menurun.
Selanjutnya, Indische Partij berganti nama menjadi Partai Insulinde dan pada
tahun 1919 berubah lagi menjadi National Indische Partij (NIP). National
Indische Partij tidak pernah mempunyai pengaruh yang besar di kalangan rakyat
dan akhirnya hanya merupakan perkumpulan orang-orang terpelajar.
4. Muhammadiyah
Muhammadiyah didirikan oleh Kiyai Haji Ahmad Dahlan di Yogyakarta pada
tanggal 18 November 1912. Asas perjuangannya adalah Islam dan kebangsaan
Indonesia, sifatnya non-politik. Muhammadiyah bergerak di bidang keagamaan,
pendidikan, dan sosial menuju kepada tercapainya kebahagiaan lahir batin.
Tujuan Muhammadiyah ialah sebagai berikut.
1)
memajukan pendidikan dan pengajaran berdasarkan
agama Islam;
2)
mengembangkan pengetahuan ilmu agama dan
cara-cara hidup menurut agama Islam.
Untuk mencapai tujuan tersebut, usaha yang dilakukan oleh Muhammadiyah
adalah sebagai berikut:
1)
mendirikan sekolah-sekolah yang berdasarkan
agama Islam ( dari TK sampai dengan perguruan tinggi);
2)
mendirikan poliklinik-poliklinik, rumah sakit,
rumah yatim, dan masjid;
3)
menyelenggarakan kegiatan-kegiatan keagamaan.
Muhammadiyah berusaha untuk
mengembalikan ajaran Islam sesuai dengan Al-Qur'an dan Hadis. Itulah sebabnya
penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran agama Islam secara modern dan
memperteguh keyakinan tentang agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang
sebenarnya. Kegiatan Muhammadiyah juga telah memperhatikan pendidikan wanita
yang dinamakan Aisyiah, sedangkan untuk kepanduan disebut Hizbut Wathon ( HW ).
Sejak berdiri di Yogyakarta
(1912) Muhammadiyah terus mengalami perkembangan yang pesat. Sampai tahun 1913,
Muhammadiyah telah memiliki 267 cabang yang tersebar di Pulau Jawa. Pada tahun
1935, Muhammadiyah sudah mempunyai 710 cabang yang tersebar di Pulau Jawa,
Sumatra, Kalimantan dan Sulawesi.
5. Nahdlatul Ulama (NU)
Pembaruan Islam yang dilakukan di
kota-kota mendorong kaum tua yang ingin mempertahankan tradisi mereka untuk
mendirikan organisasi. Reaksi positif dari golongan tradisionalisme adalah
lahirnya organisasi di kalangan mereka. Saat itu kebetulan bertepatan dengan
akan dilakukannya Kongres Islam sedunia (1926), di Hijaz. Para ulama terkemuka
saat itu kemudian membentuk lembaga yang
bernama Jam’iyatul Nahdlatul Ulama (NU) pada 31 Januari 1926, di Surabaya.
Sebagai pendiri organisasi ini adalah
Kyai Haji Hasyim Ashari dan sejumlah ulama lainnya. Organisasi itu berpegang teguh pada Ahlusunnah wal jam’ah. Tujuan
organisasi ini terkait dengan masalah sosial, ekonomi, dan pendidikan.
Pada dasarnya NU tidak berurusan
dengan permasalahan politik. Dalam kongres yang diadakan di Surabaya, 28
Oktober 1928, diambil keputusan untuk menentang kaum reformis dan
perubahan-perubahan yang dilakukan oleh Paham Wahabi. Pada gilirannya
pertentangan antara kaum reformis dan tradisionalis itu tidak saja dapat
dikurang, mereka bahkan melakukan kerjasama dalam melakukan perubahan. NU
termasuk organisasi yang giat mengubah tradisi berkhutbahnya dari berbahasa
Arab menjadi bahasa daerah yang dapat dimengerti oleh jamaahnya. Perubahan itu
kemudian dapat memberikan dampak yang positif bagi pengikutnya.
Perubahan cara berpikir pun mulai
terlihat yang kemudian diikuti dengan perbaikan organisasi secara lebih modern,
lembaga-lembaga sosial mulai didirikan, seperti rumah sakit, rumah yatim piatu,
serta sekolah-sekolah. Yang tidak kalah penting dalam konteks Indonesia adalah
bangkitnya nasioalisme modern, yaitu nasionalisme non kesukuan yang merupakan
modal penting dalam terbentuknya Negara bangsa di kemudian hari Pada tahun
1935, NU berkembang dengan pesat, NU sudah mempunyai 68 cabang dengan jumlah
anggota 6.700. Pada tahun 1938, dalam kongresnya di Menes, Pandeglang, Banten,
NU berusaha untuk dapat memperluas pengaruhnya ke seluruh Jawa. Kongres
selanjut di Surabaya, tahun 1940, diputuskan untuk mendirikan Wanita Nahdlatul
Ulama Muslimat dan pemudanya dibentuklah Organisasi Ansor.
6. Organisasi/Gerakan Pemuda
Gerakan pemuda Indonesia,
sebenarnya telah dimulai sejak berdirinya Budi Utomo, namun sejak kongresnya
yang pertama perannya telah diambil oleh golongan tua (kaum priayi dan pegawai
negeri) sehingga para pemuda kecewa dan keluar dari organisasi tersebut. Baru
beberapa tahun kemudian, tepatnya pada tanggal 7 Maret 1915 di Batavia berdiri
Trikoro Dharmo oleh R. Satiman Wiryosanjoyo, Kadarman, dan Sunardi.
Trikoro Dharmo yang diketui oleh
R. Satiman Wiryosanjoyo merupakan oeganisasi pemuda yang pertama yang anggotanya
terdiri atas para siswa sekolah menengah berasal dari Jawa dan Madura. Trikoro Dharmo, artinya tiga tujuan
mulia, yakni sakti, budi, dan bakti. Tujuan perkumpulan ini adalah sebagai
berikut:
1)
mempererat tali persaudaraan antar siswa-siswi
bumi putra pada sekolah menengah dan perguruan kejuruan;
2)
menambah pengetahuan umum bagi para anggotanya;
3)
membangkitkan dan mempertajam peranan untuk
segala bahasa dan budaya.
Tujuan tersebut sebenarnya baru
merupakan tujuan perantara. Adapun tujuan yang sebenarnya adalah seperti apa
yang termuat dalam majalah Trikoro Dharmo yakni mencapai Jawa raya dengan jalan
memperkokoh rasa persatuan antara pemuda-pemuda Jawa, Sunda, Madura, Bali, dan
Lombok. Oleh karena sifatnya yang masih Jawa sentris maka para pemuda di luar
Jawa (tidak berbudaya Jawa) kurang senang.
Untuk menghindari perpecahan,
pada kongresnya di Solo pada tanggal 12 Juni 1918 namanya diubah menjadi Jong
Java (Pemuda Jawa). Sesuai dengan anggaran dasarnya, Jong Java ini bertujuan
untuk mendidik para anggotanya supaya kelak dapat menyumbangkan tenaganya untuk
membangun Jawa raya dengan jalan mempererat persatuan, menambah pengetahuan,
dan rasa cinta pada budaya sendiri.
Sejalan dengan munculnya Jong
Java, pemuda-pemuda di daerah lain juga membentuk organisasi-organisasi, seperti
Jong Sumatra Bond, Pasundan, Jong Minahasa, Jong Ambon, Jong Selebes, Jong
Batak, Pemuda Kaum Betawi, Sekar Rukun, Timorees Verbond, dan lain-lain. Pada
dasarnya semua organisasi itu masih bersifat kedaerahan, tetapi semuanya
mempunyai cita-cita ke arah kemajuan Indonesia, khususnya memajukan budaya dan
daerah masing-masing.
7. Organisasi/Gerakan Wanita
Munculnya gerakan wanita di Indonesia, khusunya di Jawa dirintis oleh
R.A. Kartini yang kemudian dikenal sebagai pelopor pergerakan wanita
Indonesia. R.A. Kartini bercita-cita untuk mengangkat derajat kaum wanita
Indonesia melalui pendidikan.
Cita-citanya tersebut tertulis dalam surat-suratnya yang kemudian
berhasil dihimpun dalam sebuah buku yang diterjemahkan dalam judul Habis Gelap
Terbitlah Terang. Cita-cita R.A. Kartini ini mempunyai persamaan dengan
Raden Dewi Sartika yang berjuang di Bandung.
Semasa Pergerakan Nasional maka
muncul gerakan wanita yang bergerak di bidang pendidikan dan sosial budaya. Seperti
:
1)
Putri Mardika di Batavia (1912) dengan tujuan
membantu keuangan bagi wanita-wanita yang akan melanjutkan sekolahnya.
Tokohnya, antara lain R.A. Saburudin, R.K. Rukmini, dan R.A. Sutinah
Joyopranata.
2)
Kartinifounds, yang didirikan oleh suami istri
T.Ch. van Deventer (1912) dengan membentuk sekolah-sekolah Kartinibagi kaum
wanita, seperti di Semarang, Batavia,
Malang, dan Madiun.
3)
Kerajinan Amal Setia, di Koto Gadang Sumatra
Barat oleh Rohana Kudus (1914). Tujuannya meningkatkan derajat kaum wanita
dengan cara memberi pelajaran membaca, menulis, berhitung, mengatur rumah
tangga, membuat kerajinan, dan cara pemasarannya.
4)
Aisyiah, merupakan organisasi wanita
Muhammadiyah yang didirikan oleh Ny. Hj. Siti Walidah Ahmad Dahlan (1917).
Tujuannya untuk memajukan pendidikan dan keagamaan kaum wanita.
5)
Organisasi Kewanitaan lain yang berdiri cukup
banyak, misalnya Pawiyatan Wanito di Magelang (1915), Wanito Susilo di Pemalang
(1918), Wanito Rukun Santoso di Malang, Budi Wanito di Solo, Putri Budi Sejati
di Surabaya (1919), Wanito Mulyo di Yogyakarta (1920), Wanito Utomo dan Wanito
Katolik di Yogyakarta (1921), dan Wanito Taman Siswa (1922).
Organisasi wanita juga muncul di
Sulawesi Selatan dengan nama Gorontalosche Mohammadaanche Vrouwenvereeniging.
Di Ambon dikenal dengan nama Ina Tani yang lebih condong ke politik. Sejalan
dengan berdirinya organisasi wanita, muncul juga surat kabar wanita yang
bertujuan untuk menyebarluaskan gagasan dan pengetahuan kewanitaan. Surat kabar
milik organisasi wanita, antara lain Putri Hindia di Bandung, Wanito Sworo di
Brebes, Sunting Melayu di Bukittinggi, Esteri Utomo di Semarang, Suara
Perempuan di Padang, Perempunan Bergolak di Medan, dan Putri Mardika di
Batavia.
Puncak gerakan wanita, yaitu
dengan diselenggarakannya Kongres Perempuan Indonesia I pada tanggal 22–25
Desember 1928 di Yogyakarta. Kongres menghasilkan bentuk perhimpunan wanita
berskala nasional dan berwawasan kebangsaan, yakni Perikatan Perempuan Indonesia (PPI). Dalam Kongres Wanita II di Batavia pada
tanggal 28–31 Desember 1929 PPI diubah menjadi Perikatan Perhimpunan Isteri
Indonesia (PPII). Kongres Wanita I
merupakan awal dari bangkitnya kesadaran nasional di kalangan wanita Indonesia
sehingga tanggal 22 Desember ditetapkan sebagai hari Ibu.
8. Partai Komunis Indonesia (PKI)
Benih-benih paham Marxis dibawa
masuk ke Indonesia oleh seorang Belanda yang bernama H.J.F.M. Sneevliet. Atas
dasar Marxisme inilah kemudian pada tanggal 9 Mei 1914 di Semarang, Sneevliet
bersama-sama dengan J.A. Brandsteder, H.W. Dekker, dan P. Bersgma berhasil
mendirikan Indische Sociaal Democratische Vereeniging (ISDV). Ternyata ISDV
tidak dapat berkembang sehingga Sneevliet melakukan infiltrasi (penyusupan)
kader-kadernya ke dalam tubuh Serikat Islam dengan menjadikan anggota-anggota
ISDV sebagai anggota SI, dan sebaliknya anggota-anggota SI menjadi anggota
ISDV.
Dengan cara itu Sneevliet dan
kawan-kawannya telah mempunyai pengaruh yang kuat di kalangan Serikat Islam,
lebih-lebih setelah berhasil mengambil alih beberapa pemimpin SI, seperti
Semaun dan Darsono. Mereka inilah yang dididik secara khusus untuk menjadi
tokoh-tokoh Marxisme tulen. Akibatnya SI Cabang Semarang yang sudah berada di
bawah pengaruh ISDV semakin jelas warna Marxisnya dan selanjutnya terjadilah
perpecahan dalam tubuh SI.
Pada tanggal 23 Mei 1923 ISDV diubah menjadi Partai Komunis Hindia dan
selanjutnya pada bulan Desember 1920 menjadi Partai Komunis Indonesia. (PKI).
Susunan pengurus PKI , antara lain Semaun (ketua), Darsono (wakil ketua),
Bersgma (sekretaris), dan Dekker (bendahara).
PKI semakin aktif dalam
percaturan politik dan untuk menarik massa maka dalam propagandanya PKI
menghalalkan secara cara. Sampai-sampai tidak segan-segan untuk mempergunakan
kepercayaan rakyat kepada ayat-ayat Al - Qur'an dan Hadis bahkan juga Ramalan
Jayabaya dan Ratu Adil.
Kemajuan yang diperolehnya
ternyata membuat PKI lupa diri sehingga merencanakan suatu petualangan politik.
Pada tanggal 13 November 1926 PKI melancarkan pemberontakan di Batavia dan
disusul di daerah-daerah lain, seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
Di Sumatra Barat pemberontakan PKI dilancarkan pada tanggal 1 Januari 1927.
Dalam waktu yang singkat semua pemberontakan PKI tersebut berhasil ditumpas.
Akhirnya, ribuan rakyat ditangkap, dipenjara, dan dibuang ke Tanah Merah dan
Digul Atas (Papua).
9. Perhimpunan Indonesia : Manifesto Politik
Pada awal abad ke-20, para
pelajar Hindia yang berada di Belanda mendirikan organisasi yang bernama
Indische Vereniging (1908), yaitu perkumpulan Hindia, yang beranggotakan
orang-orang Hindia, Cina dan Belanda. Organisasi itu didirikan oleh R.M
Notosuroto, R. Panji Sostrokartono, dan R. Husein Jajadiningrat. Semula
organisasi itu bergerak di bidang social dan kebudayaan sebagai ajang bertukar
pikiran tentang situasi tanah air.
Organisasi itu juga menerbitkan
majalah yang diberi nama Hindia Putera. Banyaknya pemuda-pemuda pelajar di
tanah Hindia yang dibuang ke Belanda, semakin menggiatkan aktivitas perkumpulan
itu. Dalam perkembangan selanjutnya perkumpulan itu mengutamakan
masalah-masalah politik. Jiwa kebangsaan yang semakin kuat diantara mahasiswa
Hindia di Belanda mendorong mereka untuk mengganti nama Indische Vereninging
menjadi Indonesische Vereeniging (1922). Selanjutnya perkumpulan itu berganti
nama Indonesische Vereeniging (1925), dengan pimpinan Iwa Kusuma Sumatri, JB.
Sitanala, Moh.Hatta, Sastramulyono, dan D. Mangunkusumo. Nama perhimpunannya
diganti lagi menjadi “Perhimpunan Indonesia” (PI).
Nama majalah terbitan mereka juga
berganti nama Indonesia Merdeka. Itu semua merupakan usaha baru dalam
memberikan identitas nasioalis yang muncul di luar tanah air. Mereka juga
membuat simbol-simbol baru, merah putih sebagai lambang mereka dan Pangeran
Diponegoro sebagai tokoh perjuangan. Perhimpoenan Indonesia semakin mendapat
simpatik dari para mahasiswa Indonesia di tanah Belanda. Jumlah keanggotaannya
pun semakin bertambah banyak. Tahun 1926 jumlah anggota mencapai 38 orang. Di
tanah Belanda itulah para mahasiswa itu menyerukan pada semua pemuda di
Indonesia Hindia untuk bersatu padu dalam setiap gerakan-gerakan mereka. Perhimpunan Indonesia bersemboyan “ self
reliance, not mendiancy”, yang berarti tidak meminta-minta dan menuntut-nuntut.
Dalam Anggaran Dasarnya juga disebutkan, bahwa kemerdekaan Indonesia hanya
diperoleh melalui aksi bersama, yaitu kekuatan serentak oleh seluruh rakyat
Indonesia berdasarkan kekuatan sendiri. Kepentingan penjajah dan yang terjajah
berlawanan dan tidak mungkin diadakan kerjasama (nonkoperasi). Bangsa Indonesia
harus mampu berdiri di atas kaki sendiri, tidak tergantung pada bangsa lain.
Dengan demikian jelaslah bahwa
Perhimpunan Indonesia merupakan manifesto politik pergerakan Indonesia. Karena
Perhimpunan itu lahir di negeri asing yang saat itu menjadi penjajah tanah
Hindia. Dari tempat penjajah itulah perkumpulan pemuda terpelajar itu berhasil
mengobarkan semangat dan panji-panji kemerdekaan Indonesia. jelaslah bahwa para
pemuda Indonesia tidak takut untuk membela dan berjuang untuk kemerdekaan tanah
airnya dengan segala resikonya.
10. Taman Siswa
Sekembalinya dari tanah
pengasingannya di Negeri Belanda (1919), Suwardi Suryaningrat menfokuskan
perjuangannya dalam bidang pendidikan. Pada
tanggal 3 Juli 1922 Suwardi Suryaningrat (lebih dikenal dengan nama Ki Hajar
Dewantara) berhasil mendirikan perguruan Taman Siswa di Yogyakarta. Dengan
berdirinya Taman Siswa, Suwardi Suryaningrat memulai gerakan baru bukan lagi
dalam bidang politik melainkan bidang pendidikan, yakni mendidik angkatan muda
dengan jiwa kebangsaan Indonesia berdasarkan akar budaya bangsa.
Sekolah Taman Siswa dijadikan
sarana untuk menyampaikan ideologi nasionalisme kebudayaan, perkembangan
politik, dan juga digunakan untuk mendidik calon-calon pemimpin bangsa yang
akan datang.
Dalam hal ini, sekolah merupakan
wahana untuk meningkatkan derajat bangsa melalui pengajaran itu sendiri. Selain
pengajaran bahasa (baik bahasa asing maupun bahasa Indonesia), pendidikan Taman
Siswa juga memberikan pelajaran sejarah, seni, sastra (terutama sastra Jawa dan
wayang), agama, pendidikan jasmani, dan keterampilan (pekerjaan tangan)
merupakan kegiatan utama perguruan Taman Siswa.
Penididikan Taman Siswa dilakukan
dengan sistem "among" dengan pola
belajar "asah, asih dan asuh". Dalam hal ini diwajibkan bagi para
guru untuk bersikap dan berlaku "sebagai pemimpin" yakni di depan
memberi contoh, di tengah dapat memberikan motivasi, dan di belakang dapat
memberikan pengawasan yang berpengaruh. Prinsip pengajaran inilah yang kemudian
dikenal dengan pola kepemimpinan "Ing ngarsa sung tulodho, ing madya
mangun karsa, tut wuri handayani ". Pola kepemimpinan ini sampai sekarang
masih menjadi ciri kepemimpinan nasional.
Berkat jasa dan perjuangannya yakni mencerdaskan kehidupan menuju
Indonesia merdeka maka tanggal 2 Mei (hari kelahiran Ki Hajar Dewantara)
ditetapkant sebagai hari Pendidikan Nasional. Di samping itu, "Tut Wuri
Handayani" sebagai semboyan terpatri dalam lambang Departemen Pendidikan
Nasional.
11. Organisasi Buruh
Perkumpulan Adhi Dharma yang
didirikan oleh Suryopranoto (kakak Ki Hajar Dewantara) pada tahun 1915 berperan
sebagai organisasi yang membela kepentingan kaum buruh, termasuk membantu para
buruh yang dipecat untuk memperoleh pekerjaan baru dan membantu keuangan mereka
selama mencari pekerjaan.
Pada bulan Agustus 1918,
Suryopranoto membentuk gerakan kaum buruh bernama Prawiro Pandojo ing Joedo
atau Arbeidsleger (tentara buruh) yang merupakan cabang dari Adhi Dharma.
Organisasi ini didirikan sebagai dampak dari terjadinya aksi perlawanan kaum
buruh pabrik gula di Padokan (sekarang pabrik gula Madukismo), Bantul, Yogyakarta.
Bulan November 1918, Suryopranoto
mendeklarasikan berdirinya Personeel Fabriek Bond (PFB) yang beranggotakan
buruh tetap, Perkumpulan Tani dan koperasi yang kemudian lazim disebut sebagai
Sarekat Tani dengan anggota kuli kenceng atau pemilik tanah yang disewa pabrik,
serta Perserikatan Kaoem Boeroeh Oemoem (PKBO) yang beranggotakan buruh
musiman. PFB didirikan untuk membela kepentingan kaum buruh yang terus
mengalami penindasan. Bersama PFB, Suryopranoto memimpin banyak aksi mogok
kerja untuk menuntut peningkatan kesejahteraan bagi kaum buruh. Pada tahun 1918
Adi Dharma menjadi bagian dari Sarekat Islam (SI), maka Personeel Fabriek Bond
(PFB) yang terbentuk dalam tahun tersebut otomatis berada di bawah perlindungan
Central Sarekat Islam (CSI).
Sepulang dari pembuangan penjara
Sukamiskin, Suryopranoto dan Adhi Dharma turut berkiprah sebagai pengajar di
Taman Siswa, lembaga pendidikan untuk kaum bumiputera yang didirikan oleh sang
adik, Suwardi Suryaningrat, yang saat itu telah berganti nama menjadi Ki Hajar
Dewantara
12. Partai Nasional Indonesia (PNI)
Algemene Studie Club di Bandung
yang didirikan oleh Ir. Soekarno pada tahun 1925 telah mendorong para pemimpin
lainnya untuk mendirikan partai politik, yakni Partai Nasional Indonesia (PNI).
PNI didirikan di Bandung pada tanggal 4
Juli 1927 oleh 8 pemimpin, yakni dr. Cipto Mangunkusumo, Ir. Anwari, Mr.
Sartono, Mr. Iskak, Mr. Sunaryo, Mr. Budiarto, Dr. Samsi, dan Ir. Soekarno
sebagai ketuanya. Kebanyakan dari mereka adalah mantan anggota Perhimpunan
Indonesia di Negeri Belanda yang baru kembali ke tanah air.
Radikal PNI telah kelihatan sejak
awal berdirinya. Hal ini terlihat dari anggaran dasarnya bahwa tujuan PNI
adalah Indonesia merdeka dengan strategi perjuangannya nonkooperasi. Untuk
mencapai tujuan tersebut maka PNI berasaskan pada self help, yakni prinsip
menolong diri sendiri, artinya memperbaiki keadaan politik, ekonomi, dan sosial
budaya yang telah rusak oleh penjajah dengan kekuatan sendiri; nonkooperatif,
yakni tidak mengadakan kerja sama dengan pemerintah Belanda; Marhaenisme, yakni
mengentaskan massa dari kemiskinan dan kesengsaraan.
Untuk mencapai tujuan tersebut,
PNI telah menetapkan program kerja sebagaimana dijelaskan dalam kongresnya yang
pertama di Surabaya pada tahun 1928, seperti berikut :
1)
Usaha politik, yakni memperkuat rasa kebangsaan
(nasionalisme) dan kesadaran atas persatuan bangsa Indonesia, memajukan
pengetahuan sejarah kebangsaan, mempererat kerja sama dengan bangsa-bangsa
Asia, dan menumpas segala rintangan bagi kemerdekaan diri dan kehidupan
politik.
2)
Usaha ekonomi, yakni memajukan perdagangan
pribumi, kerajinan, serta mendirikan bank-bank dan koperasi.
3)
Usaha sosial, yaitu memajukan pengajaran yang
bersifat nasional, meningkatkan derajat kaum wanita, memerangi pengangguran,
memajukan transmigrasi, memajukan kesehatan rakyat, antara lain dengan
mendirikan poliklinik.
Dengan munculnya isu bahwa PNI
pada awal tahun 1930 akan mengadakan pemberontakan maka pada tanggal 29
Desember 1929, pemerintah Hindia Belanda mengadakan penggeledahan secara
besar-besaran dan menangkap empat pemimpinnya, yaitu Ir. Soerkarno, Maskun,
Gatot Mangunprojo dan Supriadinata. Mereka kemudian diajukan ke pengadilan di
Bandung.
Dalam sidang pengadilan, Ir.
Soerkarno mengadakan pembelaan dalam judul Indonesia Menggugat. Atas dasar
tindakan melanggar Pasal "karet" 153 bis dan Pasal 169 KUHP, para
pemimpin PNI dianggap mengganggu ketertiban umum dan menentang kekuasaan
Belanda sehingga dijatuhi hukuman penjara di Penjara Sukamiskin Bandung.
Sementara itu, pimpinan PNI untuk sementara dipegang oleh Mr. Sartono dan
dengan pertimbangan demi keselamatan maka pada tahun 1931 oleh pengurus
besarnya PNI dibubarkan. Hal ini menimbulkan pro dan kontra.
Mereka yang pro pembubaran,
mendirikan partai baru dengan nama Partai Indonesia (Partindo) di bawah
pimpinan Mr. Sartono. Kelompok yang kontra, ingin tetap melestarikan nama PNI
dengan mendirikan Pendidikan Nasional Indonesia (PNI-Baru) di bawah pimpinan
Drs. Moh. Hatta dan Sutan Syahrir.
Catatan tambahan :
Nama Indonesia mulanya dikembangkan oleh Adolf Bastians ( sarjana Jerman)
yang diambil dari Logan (sarjana Inggris). Namun yang dimaksud Bastians dengan
konsep Indonesia, adalah Indonesia secara etnografi, bukan konsep Indonesia
seperti saat ini. selanjutnya dalam rapat-rapat menjelang kemerdekaan pandangan
etnografi dikalahkan oleh pandangan Ernest Renan tentang nasion yang saat itu
masih digunakan sebagai konsep bangsa dan wilayahnya.
Para pelajar dan mahasiswa Hindia di Belanda kemudian menggunakan
Indonesia sebagai identitas dirinya, tanah airnya, dan nasionnya, serta posisi
politiknya. Karena itulah Organisasi Indische Vereeniging berganti nama ke
Perhimpoenan Indonesia.
Hatta dalam memoarnya menuturkan,” ....Langkah pertama untuk
memperkenalkan Tanah Air kita Indonesia di luar negeri dibuat dengan berhasil.
Nama “INDONESIA” tidak perlu dimajukan dengan resolusi. Selama aku di sana dan
setelah mendengar pidatoku pada pembukaan Kongres itu, semuanya menyebut
Indonesia. orang-orang Belanda, yang pada pidato permulaan masih menyebut
“Hindia Belanda”, kata itu tidak diulang mereka lagi, dalam perdebatan maupun
dalam pembicaraan lainnya. Dalam tulisan-tulisan mereka keluar, kepada kawan
dan keterangan umum, mereka menyebut “INDONESIA”. Apalagi setelah bertukar
pikiran dengan aku. Dalam pimpinan agenda Kongres, nama Indonesia telah
terekam, tidak dapat ditukar kembali dengan “Indes Neerlandises”.”
Labels:
organisasi pergerakan nasional,
sejarah
Thanks for reading Materi 6 Sejarah 6b Organisasi Awal Pergerakan Nasional. Please share...!